JAKARTA, KLIKPOSITIF – Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade geram terhadap sikap Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menurutnya terkesan tidak punya nyali dalam membongkar mafia dan kartel minyak goreng.
Andre menilai Kemendag justru kalah dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membongkar pelaku kartel dan mafia minyak goreng.
“KPPU sudah bilang ada dugaan oleh delapan kartel. Masa Kemendag nggak punya data? Kalau ada, tolong dibuka datanya. Nggak usah takut, ini demi rakyat!” kata Andre dalam keterangannya, Kamis (31/3).
“KPPU saja berani bilang ada dugaan delapan kartel minyak goreng. Mereka berani ngomong gitu, padahal anggarannya cuma Rp 90-an miliar. Sedangkan Kemendag anggarannya Rp 2,4 triliun,” imbuhnya.
Andre menuturkan tim investigasi KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional. Selain itu, sebut dia, KPPU menyebut ada delapan produsen besar yang diduga melakukan praktik kartel minyak goreng.
Penilaian tersebut disampaikan Andre dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, dan Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3) kemarin.
Dorong Audit Investigasi
Andre meminta agar Kemendag menggandeng BPKP maupun BPK RI untuk melakukan audit investigasi terkait permasalahan minyak goreng ini. Terlebih, anggota DPR Fraksi Gerindra itu mengatakan, dengan melimpahnya produksi sawit Indonesia dan penghasil minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar, seharusnya harga minyak goreng bisa lebih murah.
“Kita ini penghasil CPO terbesar di dunia, 49 juta ton produksinya selama setahun. Seharusnya kita bisa mengendalikan untuk kepentingan rakyat kita, bukan kita kalah dengan pasar. Karena itu saya minta audit investigasi Kemendag dengan BPKP atau BPK RI,” tutur Andre.
Ada tiga poin yang didorong Andre kepada Kemendag untuk melakukan audit investigasi. Yang pertama Kemendag bersama BPKP maupun BPK RI harus mengaudit investigasi harga pokok produksi CPO. “Yang kedua, saya usulkan audit harga pokok produksi minyak goreng supaya kita tahu harga pokok produksinya berapa,” imbuhnya.
Sedangkan yang ketiga, ia mendesak agar Kemendag mengaudit investigasi hilangnya minyak goreng kemasan maupun curah pada saat kebijakan DMO dan DPO dikeluarkan. Namun, setelah kebijakan DMO dan DPO dicabut dan pemerintah menerapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti mekanisme harga pasar, stok barang minyak goreng kemasan justru langsung banyak beredar di lapangan.
“Jadi yang ketiga, saya minta audit investigasi, waktu DMO dan DPO itu, ke mana barang-barang itu tidak ditemukan di lapangan. Karena setelah ratas (rapat terbatas dengan Presiden) diputuskan tanggal 17 Maret 2022, satu sampai dua hari berikutnya stok barang minyak goreng langsung muncul dan mudah ditemukan di lapangan, tapi sebelumnya susah. Jadi itu 3 poin yang saya minta audit investigasi oleh Kemendag bersama BPKP atau BPK. Supaya ini terurai,” pungkas Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Sumatera Barat itu. (*)