PADANG, KLIKPOSITIF – Kota Solok patut dijadikan percontohan dalam penurunan angka stunting di Sumatera Barat (Sumbar). Dari 19 kabupaten dan kota di provinsi tersebut, Kota Solok paling rendah angka stuntingnya (18,5 persen). Capaian ini berbanding terbalik dengan Kabupaten Solok, yang menjadi daerah angka stunting paling tinggi di Sumbar (40,1 persen).
Ternyata ada peran beras dari rendahnya angka stunting di Kota Solok. Wali Kota Solok Zul Elfian membeberkan kunci sukses menurunkan angka stunting. Menurutnya, warga Solok dianjurkan mengkonsumsi nasi dari beras kualitas terbaik, khusus untuk ibu hamil dan anak-anak sehingga asupan makanan warga mencukupi.
“Beras kami sudah teruji, juga sudah diakui pemerintah pusat, dengan diberikannya sertifikat Indikasi Geografis (IG) oleh Kemenkumham pada 2018. Kami juga punya program bantuan beras untuk masyarakat miskin,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, Sertifikat IG Bareh Solok ini terdiri dari dua varietas, yaitu Sokan dan Anak Daro yang menjadi komoditas unggulan Solok.
“Makan nasi dari beras Sokan dan Anak Daro ini bisa menambah selera makan, kemudian nilai gizinya lebih tinggi dibandingkan beras lain,” sebutnya.
Untuk itu Zul Elfian optimis bisa menurunkan angka stunting dan menargetkan prevalensi stunting di Kota Solok di bawah 5 persen pada 2024. Bahkan dia ingin daerahnya seperti di luar negeri yang angka stunting di Solok berkisar tiga hingga dua persen.
“Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) harus bekerja cepat melakukan pemetaan, inovasi dan aksi. Satu orang saja stunting di Kota Solok itu jadi masalah. Masalah ini harus kita keroyokan bersama-sama,” ungkapnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat Fatmawati menyampaikan, pihaknya terus berupaya memberikan stimulus agar kabupaten dan kota di Sumbar aktif dalam menurunkan angka stunting. Untuk itu keseriusan pemerintah daerah dalam juga penting sehingga bisa ditangani dengan cepat.
“Kota Solok dengan komando dari Wali Kota nampak serius dan sungguh-sungguh dalam menurunkan angka stunting. Mereka sama-sama bersemangat dan sudah punya perencanaan yang matang dari jauh-jauh hari. Ini patut dicontoh oleh kabupaten dan kota lain di Sumbar,” ungkapnya.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Kabupaten Solok yang menjadi daerah paling tinggi angka stuntingnya (40,1 persen). Walaupun bukan “apple to apple” untuk diperbandingkan karena luas wilayah yang jauh berbeda, jumlah penduduk juga sangat jauh berbeda, namun perencanaan dan program serta aksi dalam penurunan stunting Kota Solok layak diapresiasi.
“Perlakuan dan stimulus kami sama terhadap kabupaten dan kota, mereka sama-sama kita berikan bantuan maupun akses untuk menangani anak gagal tumbuh ini. Kami berharap kita sama-sama aktif agar 2024 angka stunting Sumbar saat ini 23,3 persen bisa turun menjadi 14 persen seperti yang ditargetkan presiden,” katanya. (*)