Sensasi Kopi Payo Solok, Aromanya Kini Mendunia

Kota Solok tak hanya dikenal sebagai penghasil beras ternama. Banyak ragam potensi di bidang pertanian dan perkebunan, salah satunya kopi Payo, yang aromanya kini mulai mendunia.

Sasar pasar luar negri, Kopi Payo H. Zulkifli, SP hadir dalam ODICOFF di Belanda

Sasar pasar luar negri, Kopi Payo H. Zulkifli, SP hadir dalam ODICOFF di Belanda (Ist)

Kota Solok tak hanya dikenal sebagai penghasil beras ternama. Banyak ragam potensi di bidang pertanian dan perkebunan, salah satunya kopi Payo, yang aromanya kini mulai mendunia.

Secara historis, Kopi Payo sudah ada sejak Belanda. Pada masa itu, Payo yang berada di Kelurahan Tanah Garam, Kota Solok menjadi salah satu pusat penanaman Kopi jenis Robusta di wilayah Solok Raya.

Tanah Payo di ketinggian 600 – 1.100 meter dari permukaan laut, menjadi rumah yang nyaman untuk tumbuhnya kopi. Dua jenis kopi dikembangkan di daerah ini; Robusta dan Arabika.

“Mayoritas tanaman kopi yang ada di Payo saat ini, merupakan peninggalan zaman Belanda. Bahkan ada yang tingginya sudah mencapai 5-6 meter,” kata pengusaha kopi Kota Solok, H. Zulkifli saat berbincang dengan Klikpositif, Sabtu (11/12/2021).

H. Zulkifli tercatat sebagai salah satu orang yang kembali menghidupkan Kopi Payo. Selama ini, potensi Kopi Payo seolah tidak terdengar gaungnya, tenggelam dibalik beras Solok yang menjadi brand daerah.

Menghasilkan Popi Payo dengan aroma khas bukan perkara mudah, butuh proses yang panjang. Biji kopi yang digunakan harus betul-betul masak di pohon, dijemur dibawah terik matahari, diolah secara tradisional.

“Untuk menghasilkan kopi dengan aroma yang kuat, kami merendangnya menggunakan kuali dari tanah. Proses roastingnya bisa sampai dua jam,” terang pria yang kini menjabat Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Solok itu.

Tanggungjawab moral akan pengembangan Kopi Payo seolah “memaksa” H. Zulkifli untuk terus berjuang menebar harum kopi Payo. Bermula sejak tahun 2019, tak kurang dari 3 ton Kopi Payo sudah dipasarkan. Kopi dibeli dari petani Payo.

Pasar Kopi Payo H. Zulkifli awalnya hanya sekitar Solok. Berkat kegigihannya, Kopi Payo kini sudah merambah pasar nasional. Pasar digital membuka jalan bagi Kopi Payo. Seiring waktu berjalan, Kopi Payo H. Zulkifli juga sudah dicicipi masyarakat Jepang.

“Ada kawan bekerja di Jepang, dan sering minta dikirimkan Kopi Payo, katanya Kopi Payo sangat enak, dan digandrungi masyarakat Jepang,” ceritanya.

Sejak Juli 2021, Kopi Payo H. Zulkifli sudah mengantongi label halal dengan sertifikat ID13210000115110421. Label dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Produk Halal Indonesia.

Secara harga, Kopi Payo cukup terjangkau. Untuk bubuk Kopi Payo Robusta kemasan 200 gram dibandrol Rp 25 ribu, kemasan 250 gram dijual Rp 30 ribu. Sementara Kopi Payo jenis Arabika dijual Rp 50 ribu untuk kemasan 200 gram dan Rp 60 ribu untuk ukuran 250 gram.

Sasar Pasar Belanda

Kegigihan H. Zulkifli dalam mengenalkan Kopi Payo, tidak sia-sia. Kopi Payo bahkan mendapat kesempatan untuk menempati ruang-ruang promosi di setiap kegiatan pemerintah Kota Solok.

Akhir November 2021, Kopi Payo ikut terbang bersama delegasi Indonesia dalam pameran One Day with Indonesian Coffee, Fruits, and Floriculture (ODICOFF), Kopi Payo langsung dibawa Wakil Wali Kota Solok, Dr. Ramadhani Kirana Putra yang ikut dalam misi dagang tersebut.

Kopi Payo mendapat respon positif dari pengusaha kopi di Belanda. Kopi jenis Robusta dan Arabika yang dikembangkan di Kota Beras Serambi Madinah (julukan Kota Solok), bisa sejajar dengan kopi unggulan Indonesia lainnya.

“Alhamdulillah, Kopi Payo mendapat respon sangat baik dari pengusaha kopi di Belanda,” tutur Dr. Ramadhani Kirana Putra saat bercerita perjalanannya dalam rangkaian ODICOFF Belanda-Serbia bersama delegasi Indonesia.

Semakin mendunianya Kopi Payo, membawa angin segar bagi pengusaha kopi lokal dan petani. Kopi Payo bisa bersanding dengan beras yang sudah lebih dulu menjadi brand Kota Solok.

Setidaknya, ada 97 orang petani yang menggantungkan hidupnya dari bertanam kopi di kawasan Payo. Pasar kopi yang semakin terbuka tentunya menjanjikan peningkatan penghasilan bagi petani.

“Semakin terbukanya pasar Kopi Payo, akan membawa dampak nyata bagi petani kita. Meningkatnya permintaan tentunya akan dibarengi dengan peningkatan harga di tingkat petani,” papar Dhani.

Seiring kematangan usia Kota Solok yang kini menginjak angka 51 tahun, progres pembangunan diberbagai sektor pun terus menggeliat. Komitmen Zul Elfian-Dhani mengantarkan Solok menjadi kota terbaik, kian terasa.

Perhatian terhadap pembangunan infrastruktur, masyarakat petani juga terus disemai. Nama Kopi Payo tak akan seharum ini, tanpa sentuhan dan dukungan pemerintah.

Sedari awal, pemerintah Kota Solok sendiri sudah memberikan perhatian terhadap pengembangan Kopi Payo. Pembinaan dan penyuluhan diberikan terhadap petani, hingga bantuan perluasan dan peremajaan kopi.

Dongkrak Produksi Kopi Payo

Data Dinas Pertanian Kota Solok mencatat, setidaknya ada lebih kurang 84,3 hektare areal kopi yang ada di kawasan Payo. Areal kebun kopi Payo didominasi kopi jenis Robusta dengan luas sekitar 72,3 hekatare dan sisanya kopi jenis Arabika.

Secara grafik, produksi Kopi Payo cenderung menurun. Pada tahun 2017, produksi kopi mencapai 20 ton. Setahun kemudian turun sebanyak dua ton, bertahan hingga 2019. Penurunan signifikan terjadi sepanjang tahun 2020, dimana produksi hanya 12 ton.

Menukiknya produksi Kopi Payo disinyalir akibat kebun kopi masih didominasi kopi tuo (kopi tua). Dari 84,3 hektare, lebih dari separuhnya masih merupakan kopi lama atau kopi tuo.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Solok melalui Dinas Pertanian. perluasan lahan kebun kopi sudah dilakukan sejak tahun 2017. Setidaknya, tahun itu dilakukan penambahan 1 hektare kopi dan peremajaan kopi 1 hektare.

“Dari tahun 2018 hingga 2021, kita juga melakukan penambahan 36,3 hektar lahan kopi yang bantuannya bersumber dari APBD dan bantuan pemerintah Provinsi Sumatra Barat,” terang Kadis Pertanian Kota Solok, Ikhvan Marosa.

Di tengah Kopi Payo yang mulai mendunia, persoalan produksi Kopi Payo yang menurun harus diatasi dengan cepat. Peremajaan terhadap kebun kopi tuo harus menjadi pertimbangan serius.

Selain itu, Perluasan kebun kopi di kawasan Payo juga merupakan bagian dari upaya konservasi lahan, dimana tingkat kemiringan lahan di sejumlah titik melebihi 40 derajat. Jika ditanami palawija akan terjadi erosi.

“Ini yang akan kita optimalkan, bagaimana memacu produksi Kopi Payo, butuh kerja nyata lintas sektoral, kita harus siap untuk menyambut pasar yang semakin terbuka, muaranya untuk kesejahteraan masyarakat,” beber Wawako Solok, Dr. Ramadhani Kirana Putra.

Exit mobile version