PESSEL, KLIKPOSITIF – Pembangunan proyek Sistem Pengembangan Air Minum Ibukota Kecamatan (SPAM IKK) Batang Sako Tapan Kabupaten Pesisir Selatan dari Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Sumatera Barat tidak mengantongi izin lingkungan.
Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan di DLH Pessel, Darpius Indra membenarkan hal itu. Sejauh ini katanya, Dinas Lingkungan Hidup Pesisir Selatan belum pernah mengeluarkan rekomendasi izin lingkungan terkait proyek dari pusat itu.
“Kami tidak pernah mengeluarkan rekomendasi baik berupa Amdal, UKL — UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan — Upaya Pemantauan Lingkungan), maupun berbentuk SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan). Sekarang persetujuan lingkungan namanya, mereka tidak pernah mengurus izin ke kami,” katanya kepada KLIKPOSITIF, Selasa, 25 Mei 2021.
Darius Indra menyayangkan hal itu, semestinya proyek pusat menjadi contoh bagi daerah untuk tetap memperhatikan lingkungan dalam setiap pembangunan. Walaupun proyek pemerintah tetap wajib mengantongi izin lingkungan.
“Sekelas Pertashop saja memiliki izin lingkungan, ini proyek besar dari pusat lagi tidak memiliki izin lingkungan. Wajar sekelas proyek proyek BPPW dibawah PPK Air Minum itu menyebabkan pencemaran lingkungan karena tidak ada kajian,” katanya.
Dia mengaku, DLH Pessel tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan tersebut. Padahal lokasi pengerjaan di Pessel dan berpotensi terjadi kerusakan lingkungan, sebab pengerjaan termasuk kepada mengeruk dasar tanah dan perbukitan.
“Mereka langsung dengan Dinas PU Pessel, seharusnya ada kajian lingkungan. Sekarang apa terjadi, terjadi kerusakan lingkungan. Harusnya ada kajian, apakah lahan yang digunakan sesuai, kontur tanahnya bagus atau tidak, kemudian jika ada pengerukan, pembuangan material kemana dan bagaimana seharusnya sehingga tidak seperti sekarang terjadi longsor, menimbun kebun warga hingga menyebabkan air sungai tercemar,” terangnya.
Darius menilai dalam pelaksanaan proyek yang telah berlangsung tidak ada pengelolaan lingkungan. Sehingga berdampak, tidak hanya dampak lingkungan tetapi juga dampak sosial pada titik lokus pengerjaan proyek. Masyarakat harus dilibatkan dalam pembangunan, harus ada sosialisasi bersama masyarakat.
“Dari hasil pengerjaan proyek memang tidak cocok dan lingkungan tidak dikelola. Akibatnya ya itu, menguning sungai dan pemulihan pencemaran cukup berat dan lama. Seharusnya, mulai dari pembuangan harus jelas, jangan buang ke kebun dan sungai. Kalau kebun tertimbun harus ada ganti rugi. Lalu material tidak bisa asal buang saja, harus ada kajian,” jelasnya.
Dilanjutkannya, seharusnya ada profil proyek ke DLH untuk dilakukan kajian lingkungan. Seperti kajian peruntukan lahan, apakah cocok untuk pembangunan fisik sehingga proyek besar tidak berdampak besar pada lingkungan.
“Jangan sampai besar pula biaya pemulihan lingkungan dari pada proyek. Ini harus menjadi perhatian,” tukasnya.
Sementara terkait hal itu, Pj Kadis PU Pessel Syariwan belum bersedia diwawancara melalui sambungan telepon. “Maaf kalau wawancara, langsung bisa nya..,” ujarnya melalui aplikasi pesan WhatsApp.
Tokoh Masyarakat Peduli Lingkungan dan Pengiat Konservasi Pesisir Selatan, Yaparudin menilai proyek pusat tersebut abai terhadap lingkungan. Terbukti Sungai Batang Sako menguning terdampak proyek proyek Rp 14 miliar tersebut.
“Saya tidak habis pikir, proyek dari pusat begitu abai dengan lingkungan,” kesalnya.
Seharusnya menurut Yapar, pejabat yang berwenang dalam proyek tersebut memberikan contoh yang baik dan tidak abai lingkungan apalagi menjadi penjahat lingkungan.
“Jangan jadi penjahat lingkungan, asal proyek selesai tapi tidak memperdulikan dampak lingkungan. Pejabat jangan jadi penjahat lingkungan,” tegasnya.
Untuk diketahui proyek dikerjakan oleh PT. Bayu Surya Bakti Konstruksi dengan nilai proyek 14.176.338.000, Sementara konsultan supervisi pembangunan ialah PT. TRIEXNAS. (*)