KLIKPOSITIF – Semakin banyaknya permasalahan hukum yang menimpa Advokat secara perdata maupun pidana di kepolisian, membuat profesi ini seolah tidak lagi sesuai dengan marwahnya sebagai Officium Nobile. Permasalahan hukum yang dihadapi Advokat muncul tidak saja berasal dari pihak lawan berperkara, maupun dari kliennya Advokat itu sendiri bahkan lebih ironi dilakukan oleh rekan sejawat sesama Advokat.
Advokat yang juga merupakan penegak hukum seharusnya jauh dari tuntutan hukum dalam menjalankan profesinya, sehingga dapat mengemban amanat Undang Undang Advokat yang bebas dan mandiri, tanpa rasa takut dan terintimidasi agar pelayanan jasa hukum yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Advokat sebagaimana mestinya.
Apalagi jaminan atas perlindungan bagi Advokat sangat terang dan jelas tercantum dalam Pasal 16 Undang Undang Advokat yang memberikan imunitas bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.”
Pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 Tanggal 14 Mei 2015 menegaskan peran advokat berupa pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar persidangan.
Mahkamah perlu menegaskan bahwa ketentuan Pasal 16 UU Advokat harus dimaknai advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
Dengan demikian perlindungan bagi profesi Advokat mencakup seluruh aspek pelaksanaan tugas dan fungsi Advokat yang dilakukannya di dalam maupun diluar sidang pengadilan, litigasi maupun non litigasi, dan corporate atau non-corporaye.
Perlindungan yang sudah begitu terang dan tegas diatur dalam hukum dan perundang-undangan tersebut dikaitkan dengan maraknya Advokat dituntut, diperiksa, ditangkap, ditahan bahkan diadili dewasa ini dirasa tidak sebanding dengan usaha penegakannya oleh Organisasi-Organisasi Advokat.
Keluhan atas lambannya penegakan hak imunitas atau bahkan tidak adanya pembelaan yang paripurna bagi Advokat yang menjadi anggota di suatu Organisasi Advokat menjadi fenomena anti-tesis amanat Undang-Undang Advokat.
Organisasi Advokat diharapkan menjadi garda terdepan dalam menegakkan hak Anggotanya sebagaimana satu dari delapan kewenangan Organisasi Advokat menurut Undang-Undang Advokat. Organisasi Advokat seharusnya menaungi dan melindungi anggotanya dari tuntutan hukum yang dialami sehingga Advokat tidak lagi mudah diintimidasi, diteror dan dikriminalisasi dalam menjalankan profesinya.
Mencermati hal tersebut, maka sejumlah Advokat lintas organisasi tempatnya terdaftar sebagai anggota membentuk suatu komite bersama yang diberi nama KOMITE PERLINDUNGAN PEMBELAAN PROFESI PENGACARA INDEPENDEN (KP4I), didirikan di Medan pada Tanggal 17 Februari 2021 yang lalu sebagai hasil diskusi yang dilangsungkan secara virtual meliputi Advokat yang berasal dari Medan, Jakarta dan Bekasi.
Dasar pijak utama pembentukan komite bersama lintas organisasi Advokat ini adalah pada ketentuan Pasal 3 Huruf E Kode Etik Advokat Indonesia yang berbunyi “Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.”
Oleh karena itu kehadiran komite ini akan menjadi tambahan penguatan perlindungan profesi Advokat yang bersumber dari Advokat itu sendiri yang dilakukan oleh sesama rekan Advokat dan untuk kepentingan Advokat secara umum. Tidak lagi bergantung pada mekanisme Organisasi Advokat tertentu.
Fokus utama komite ini akan dimulai dengan 2 (dua) bentuk kegiatan, yaitu pertama memberikan pembelaan secara langsung atas permintaan Advokat yang sedang berhadapan dengan hukum baik perdata maupun pidana, dan kedua menyediakan Ahli dalam bidang hak imunitas Advokat. Keduanya diberikan oleh komite ini sepanjang Advokat menjalankan profesinya dengan itikad baik menurut ketentuan hukum dan Kode Etik yang berlaku.
Komite ini menggalang kekuatan dengan merekrut semua Advokat tanpa memandang asal Organisasi Advokat tempatnya bernaung yang peduli dengan sesama sejawatnya dan bersedia secara bersama membela sejawat yang mengalami tindak kekerasan, intimidasi, teror maupun dikriminalisasi.
Asas keterbukaan menjadi pilar utama komite sehingga kewajiban yang diatur dalam Pasal 3 Huruf E dalam Kode Etik Advokat Indonesia dapat terwujud dengan baik dan terorganisir. Dengan begitu pembelaan profesi dapat dilakukan dengan cepat, terukur, dan efektif di semua wilayah negara Republik Indonesia.
Komite memandang bahwa hanya Kode Etik Advokat Indonesia Tanggal 23 Mei 2002 yang menjadi pemersatu Advokat Indonesia. Kode Etik ini disusun dan disepakati seluruh Organisssi Advokat, dan selama ini berlaku di semua Organisasi Advokat sebagai pedoman menjalankan profesi. Berbeda hal dengan Undang Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 yang menjadi klaim sepihak dari suatu Organisasi Advokat tertentu untuk menyatakan dirinya yang sah dan menuduh Organisasi Advokat lain tidak memiliki legitimasi, tanpa menyadari anggotanya menjadi korban atas perseteruan tersebut.
Berdasarkan hal itu, maka dengan memohon rahmat Tuhan Yang Maha Esa didirikan suatu perkumpulan berbentuk Komite Independen yang beranggotakan Advokat Indonesia lintas Organisasi dengan maksud dan tujuan bersama-sama menegakkan perlindungan dan pembelaan profesi Advokat secara independen, bebas dan mandiri menuju penegakan hak imunitas Advokat sebagaimana dijamin dalam hukum dan perundang-undangan.
Komite Perlindungan Pembelaan Profesi Pengacara Independen, disingkat KP4I untuk pertama kali menunjuk Adv. DR. (C). Tasman Gultom, SH., MH., AAAI(K)., CLA., sebagai Ketua Umum, dan Adv. Mohammad Aqil Ali, SH., MH., sebagai Sekretaris Jenderal dengan kantor sekretariat berkedudukan di Jakarta Selatan.
[Rilis]