PADANG, KLIKPOSITIF – Bank Indonesia bersama pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan stakeholder terkait mengadakan Forum Grup Discussion terkait ekosistem resi gudang di Sumatera Barat di Aula Anggun Nan Tongga Kantor BI Sumbar, Rabu, 29 Mei 2024.
Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat, Endang Kurnia Saputra, Ketua Umum Kadin Sumbar, Buchari Bachter, dan Kepala Bappepti sebagai welcoming speech dan keynote speaker.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi mengatakan FGD ini diharpkan nantinya bisa menciptakan ekosistem resi gudang yang baik dari hulu ke hilir sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh hingga tingkat produsen ataupun petani.
“Sumbar memiliki lima resi gudang, namun belum termanfaatkan dengan baik. Dengan adanya FGD ini, diharapkan bisa menghasilkan suatu putusan dan eksekusi yang baik bagaimana pemanfaatannya ke depan dengan kolaborasi semua pihak,” katanya.
Ia mengatakan, resi gudang sangat membantu dalam mengatasi inflasi, terutama dengan kondisi bencana yang membuat beberapa daerah sentra pertanian yang terkena imbas. “Kita berharap dengan adanya FGD ini akan memberikan solusi baik bagi semua pihak,” jelasnya.
Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengatakan, keberadaan resi gudang di Sumbar juga dimaksudkan sebagai kontrol harga dan ada ekosistem dari hulu ke hilir, termasuk finansial, regulasi, out taker, dan lainnya sehingga harus ada kolaborasi dengan semua pihak, baik dari Pemprov Sumbar, Kadin, Bulog, dll.
Menurutnya, pemerintah daerah akan membuat kebijakan berdasarkan komoditas yang diutamakan, misal komoditas jagung dan gambir.
“Dengan kontrol harga di tingkat petani dengan mengontrol investasi asing dan kontrol harga di dalam negeri, maka kita bisa investasi di bidang tersebut, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan,” paparnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat, Endang Kurnia Saputra mengatakan, resi gudang bisa membantu keuangan di tingkat petani dengan pagar biaya yang dibutuhkan petani, yakni dengan pembiayaan yang skemanya kecil.
“Petani butuh uang tunai maka finansialnya bisa dilakukan oleh bank dengan skema resi gudang. Petani bisa menyimpan hasil pertaniannya di gudang, kemudian ketika harga naik, mereka bisa menjual, sehingga skema risiko ini tidak tergantung pada tengkulak dan punya uang sendiri. Petani juga bisa tahan harga dengan penyimpanan di gudang, saat harga naik, bisa di jual sehingga resi gudang bisa menstabilisasikan harga,” paparnya.
Ia mengatakan, kebutuhan uang bagi masyarakat bisa dikolaborasikan dalam hal ini mendorong bank melakukan pembiayaan. Ia mencontohkan hal yang dilakukan oleh Bank bjb, dimana bank tersebut melakukan pembiayaan sebesar Rp3 triliun untuk komersil dan Rp3 triliun untuk subsidi.
“Sumbar bisa menjadi pilot project untuk resi gudang sementara waktu dengan menjadikan Padang sebagai kota pelaksanaannya. Misal, kita punya gudang bulog yang sudah maju dalam melakukan ini. Disini BI akan terus mengawal karena sebagai fasilitator. Kita kerjasama dengan OJK, Bappepti, KBI dan kerjasama dengan bulog sebagai resi gudang dan bank sebagai eksekusi. Untuk tahap awal tak usah banyak-banyak. Kita gunakan 10 petani memanfaatkan ini. Yang penting berjalan saja, maka ini bisa dilaksanakan dengan baik karena ini juga bersangkut dengan pengendalian harga,” jelasnya.
Endang menyebut, untuk Sumbar potensi untuk resi gudang adalah gambir, namun belum di garap dengan baik, sedangkan yang sudah di garap adalah kayu manis.
“Kita berharap dengan produksi gambir yang besar di Sumbar bisa di garap dengan baik. Jika gambir di kuasai sendiri di Sumbar, maka bisa di ekspor ke daerah lain di Indonesia, kemudian baru ke luar negeri,” tutupnya.