Melirik Budidaya Tambak Udang di Pesisir Pantai Lohong Padang Pariaman dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Oleh : Giffa Lania, Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF — Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hasil perikanan yang melimpah, seperti hasil tangkapan laut maupun budidaya. Banyak dari hasil perikanan tersebut akan diekspor ke beberapa negara.

Tahun 2014 hingga 2018, komoditas ekspor utama Indonesia di bidang perikanan adalah udang, ikan tuna, ranjungan-kepiting cumi-sotong-gurita dan rumput laut. Indonesia memiliki potensi lahan pesisir untuk tambak udang terluas di dunia mencapai 3 juta ha dan pemanfaatannya baru sekitar 242,01 ha untuk tambak udang.

Tercatat dari tahun 2014-2018, ekspor udang Indonesia cenderung mengalami peningkatan dan diprediksi akan terus meningkat. Indonesia sebagai negara maritim memiliki banyak sekali sumber daya perikanan, seperti ikan, udang, lobster, dan sebagainya.

Salah satu yang menjadi favorit dan memiliki nilai komersial yang tinggi adalah budidaya udang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang diharapkan dapat meningkatkan devisa negara.

Permintaan pasar di luar negeri yang cenderung meningkat serta sumber daya yang cukup tersedia di Indonesia memberikan peluang sangat besar untuk dapat dikembangkan budidayanya.

Udang merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi tinggi dan unsur yodium yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mental dan udang juga mengandung protein dalam jumlah besar, kandungan gizi udang seperti Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Fosfor, Zat besi, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C dan Air. Sehingga makanan yang olahan dari udang bermanfaat dan sehat bagi tubuh manusia.

Tingginya permintaan udang di dalam maupun luar negeri bisa dilihat dalam nilai ekspor perikanan Indonesia. Udang menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 1,280 juta, disusul tuna US$ 606 juta, dan ikan lainnya US$ 700 juta (Sutardjo, 2014).

Hal ini juga didukung dengan posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, yang mana wilayah pesisir dan lautan memiliki peran penting bagi masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menargetkan pada tahun 2024 ekspor udang Indonesia mencapai 363.000 ton. Kebutuhan udang dunia setiap tahunnya sekitar 7 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi udang budidaya hanya 4 juta ton per tahun dan udang tangkap dibawah 2 juta ton per tahun.

Salah satu jenis udang yang diekspor oleh Indonesia adalah udang vaname. Udang vaname merupakan udang yang tergolong mudah untuk dibudidayakan, karena memiliki keunggulan yaitu pertumbuhan yang cepat, masa budidaya yang singkat dan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan.

Keunggulan dari udang vaname, adanya peningkatan jumlah ekspor udang Indonesia selama 5 tahun terakhir, adanya target dari pemerintah Indonesia untuk menambah jumlah ekspor udang serta belum terpenuhinya kebutuhan udang dunia menjadi peluang bisnis dan peluang bisnis tersebut sebaiknya dipelajari apakah bisnis budidaya udang vaname layak didirikan atau tidak.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan pendirian bisnis budidaya udang vaname yang ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek hukum, aspek lingkungan dan aspek finansial.

Analisis kelayakan investasi pada aspek finansial menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI) dan Payback Period (PP). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa permintaan udang di pasar internasional dan juga pasar lokal masih cukup besar dan diprediksi permintaan udang akan terus meningkat dan menunjukkan bahwa bisnis budidaya udang layak untuk didirikan.

Saat ini teknologi pembesaran udang windu (Penaeus Monodon) dan udang vaname (Litopenaeus Vannamei) berkembang cukup pesat mulai dari teknologi sederhana, semi intensif, intensif, dan super intensif.

Perkembangan dan penerapan teknologi yang inovatif dan adaptif diharapkan dapat membantu pelaku usaha terutama pembudidaya udang windu (Penaeus Monodon) dan udang vaname (Litopenaeus Vannamei) untuk meningkatkan produksi, nilai tambah, dan menghasilkan udang windu (Penaeus Monodon) dan udang vaname (Litopenaeus Vannamei) yang aman dikonsumsi.

Penerapan teknologi dalam kegiatan pembesaran udang seyogyanya selaras dan mengacu pada konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip daya dukung, usaha terintegrasi, pengelolaan, pengendalian, efisiensi, kualitas, percepatan (akselerasi), ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kegiatan pembesaran udang harus memenuhi ketentuan antara lain memiliki sumber daya manusia yang harus memenuhi persyaratan:

(1) mengetahui/menguasai penerapan cara pembesaran ikan yang baik;
(2) telah mengikuti pelatihan teknis pembesaran ikan; serta mampu menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 75/Permen-KP/2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus Monodon) dan Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei), kegiatan pembesaran udang diawali dengan penentuan lokasi untuk mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara. Untuk memenuhi daya dukung tersebut perlu dilakukan pemilihan lokasi yang tepat.

Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan suatu lahan untuk kontruksi tambak dan operasional, mengindentifikasi kemungkinan dampak negatif dari pengembangan lokasi dan akibat sosial yang ditimbulkannya, memperkirakan kemudahan teknis dengan finansial yang layak, dan meminimalkan timbulnya risiko yang lain.

Lokasi yang dipilih merupakan areal yang digunakan untuk pembesaran udang dan dikembangkan sebagai sentra pembesaran udang dalam bentuk kluster.Pemilihan lokasi pembesaran udang dimaksudkan untuk menjamin keselarasan lingkungan antara lokasi pembesaran udang dengan pembangunan wilayah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 diatur tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang dilaksanakan dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha.

Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau Komitmen. Perizinan juga terkait dengan izin lokasi perairan, izin lingkungan (AMDAL), izin mendirikan bangunan, izin usaha, izin operasional, dan lain sebagainya.

Tingginya permintaan akan udang di dalam maupun luar negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadikan Kecamatan Sungai Limau yang mempunyai luas wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih jauh. Ditunjang dengan ketersediaan lahan untuk tambak dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang memungkinkan untuk mengembangkan usaha budidaya udang.

Akan tetapi, usaha budidaya di Kecamatan Sungai Limau yang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di kabupaten Padang Pariaman yang memiliki luas areal tambak 2 (dua) ha dan jumlah petani tambak hanya memiliki 1 (satu) petani tambak yang membudidayakan udang serta aspek hukum dalam pemenuhan legalitas budidaya tambak udang.

Aspek hukum

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Menurut Tri Haryati (2015), makna Pasal 33 UUD 1945 adalah merujuk kepada : (1) Hak Penguasaan (authority right) terhadap bahan galian berada di tangan negara, bukan pemerintah; (2) hak kepemilikan (mineral right) terhadap bahan galian berada di tangan bangsa Indonesia (seluruh rakyat Indonesia); (3) Hak pengelolaan (mining right) berada di tangan pemerintah dan (4) Hak Pengusahaan (economic right) berada di tangan pelaku usaha atau perusahaan.

Rakyat secara kolektif memberi mandat kepada negara untuk membuat kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan atas sumber daya alam untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Pengertian dari Pasal 33 ayat (3) yang merujuk pengertian dikuasai negara harus diartikan mencakup makna dikuasai negara dalam arti luas. Yang mana di dalamnya juga termasuk kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber daya alam.

Keterkaitan antara hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, menurut Bagir Manan akan mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut:
Segala bentuk pemanfaatan atas bumi, air serta hasil yang didapat (kekayaan alam),harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;

Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;
Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.

Menurut Moh. Hatta, pengertian “dikuasai” bukan secara otomatis dikelola langsung oleh negara atau pemerintahan, akan tetapi dapat menyerahkan pada pihak swasta yang disertai dengan pengawasan Pemerintah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 antara lain:

Pengelolaan sumber daya dan kekayaan alam harus dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Mendukung kemampuan nasional untuk bersaing.

Meningkatkan pendapatan negara.
Berkontribusi bagi perekonomian nasional, serta memperkuat industri dan perdagangan nasional.
Mencegah pihak-pihak yang berpotensi menyalahgunakan kekayaan alam dan sumber daya alam di Indonesia sehingga mengancam kelestarian alam Indonesia.

Untuk itu, kajian ini ingin melihat bagaimana legalitas/aspek hukum budidaya udang sebagai awal mula memulai usaha budidaya udang maka kajian ini juga ingin meninjau aspek legalitas dari budidaya tersebut agar petani atau unit usaha kecil pengembangan budidaya tambak udang punya legitimasi dalam melaksanakan unit usaha dan terhindar dari permasalahan hukum yang berlaku.

Menurut Fahrudin dan Adrianto (2017), prinsip pengelolaan pesisir dan laut harus memuat: (1) Pembangunan berkelanjutan, (2) Keterpaduan pembangunan, (3) Partisipasi, (4) Pemanfaatan sumber daya secara rasional, (5) Pendekatan kehati-hatian, (6) Kesejahteraan, (7) Kerjasama. Setiap proses produksi termasuk budidaya tambak udang memiliki sistem lingkungan.

Sistem lingkungan menggambarkan hubungan antara perilaku manusia dengan dampaknya terhadap lingkungan.

Hasil penelitian Bengen et al. (2011), ketika ekosistem mangrove yang telah beralih menjadi lahan budi daya tambak udang dan tidak berproduksi akan menimbulkan kerusakan seperti (1) terjadinya erosi garis pantai dan sempadan sungai, (2) sedimentasi, (3) pencemaran, (4) berkurangnya fungsi ekologi dan secara langsung akan mempengaruhi fungsi ekonomi dengan berkurangnya jumlah tangkapan nelayan serta (5) terjadinya intrusi air laut.

Pengaruh usaha budidaya udang tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya usaha budidaya udang menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak.

Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu usaha agribisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha agribisnis itu sendiri, sebab tidak ada usaha agribisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan.

Pada umumnya, peluang timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan sisa-sisa pakan, dan pencegahan serta penanggulangannya dalam usaha ini sudah terkonsep dalam budidaya udang yang ramah lingkungan, analisis aspek sosial ekonomi dan lingkungan pengembangan budidaya udang vaname yang dilakukan balai memberikan dampak yang positif terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat sekeliling dari tahun ke tahun, antara lain; tenaga kerja masyarakat setempat terserap sekitar ± 200 orang perbulan, perubahan sosial ekonomi meningkat (adanya warung, dan sebagainya), meningkatnya transportasi dan akses jalan yang baik, keberadaan jaringan komunikasi (telepon, internet), ketersediaan air bersih dan sumber listrik yang memadai sehingga pendapatan masyarakat juga meningkat.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan usaha ini terhadap lingkungan sampai saat ini tidak ada. Karena konsep usaha yang diterapkan adalah usaha yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Di sisi lain, hal positif terhadap adanya tambak udang ini berpengaruh kepada pendapatan badan usaha milik negara, dalam hal ini PLN selaku badan usaha yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di Indonesia. Pemilik tambak sebagai pelanggan premium yang merupakan pelanggan prioritas PLN yang dilayani dengan jaminan keandalan karena disuplai dari jaringan prioritas.

Dengan layanan Premium PLN, pemilik tambak mempercayakan jaminan keandalan kepada PLN sehingga dapat berdampak pada produksi tambak yang maksimal. PLN sangat mendukung bisnis masyarakat dengan berusaha memberikan layanan kelistrikan yang dapat mendukung produktivitas bisnis.

PLN akan selalu berupaya mendukung bisnis kecil hingga menengah dengan jaminan keandalan sebagai peran PLN untuk memajukan ekonomi masyarakat. Seyogyanya, biaya listrik untuk operasional tambak ini akan menambah pemasukan PLN dalam angka yang cukup besar.

Dampak positif lainnya antara lain hidupnya perekonomian masyarakat di sekitar tambak. Karena adanya para pekerja tambak dan pihak yang berkepentingan datang ke lokasi, menjadikan warung masyarakat sekitar ramai dikunjungi.

Diantaranya warung makan, warung kopi, warung yang menjual keperluan harian, dan lain-lain. Terciptanya kesempatan dan lapangan kerja secara informal dan adanya pendapatan masyarakat sekitar dari sektor penyewaan properti (seperti sewa rumah).

Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan pola pengelolaan usaha pembesaran udang yang efektif dan berkelanjutan. Pembinaan dilakukan secara berjenjang dengan tujuan peningkatan kompetensi manajemen, pemahaman teknis pembudidayaan, pengelolaan dan pengendalian lingkungan, maupun kesadaran tentang pengendalian mutu melalui cara pembesaran ikan yang baik. Monitoring dan evaluasi meliputi lokasi, prasarana dan sarana, teknologi pembesaran udang, pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, manajemen sumber daya manusia,serta kelembagaan dalam upaya penerapan cara pembesaran ikan yang baik.

Monitoring dan evaluasi dijadikan bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi pelaksanaan kebijakan terkait kegiatan pembesaran udang dan dilakukan secara berjenjang oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah.
Berdasarkan data yang dihimpun, dari puluhan tambak udang di kawasan Padang Pariaman ada 65 (enam puluh lima) tambak udang, namun yang memiliki izin baru 8 (delapan) tambak.

Kemudian yang sudah memiliki kesesuaian tata ruang 10 (sepuluh) tambak, dalam proses tata ruang 8 (delapan) tambak, tidak direkomendasikan 13 (tiga belas) tambak dan 26 (dua puluh enam) tambak belum berizin (hasil laporan per tanggal 2 Agustus 2021). Di tengah booming-nya usaha tambak udang, bagaimanapun model kerja sama usaha tersebut, baik yang digarap investor maupun yang dikelola masyarakat, harus tetap mengacu kepada aturan yang ada tambak.

Aplikasi budidaya tambak udang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan perlu melibatkan komunitas masyarakat lokal sebagai pengelola dan mewakili untuk membuat regulasi dan perencanaan pengelolaan berkelanjutan.

Pengembangan ekonomi sejalan dengan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sekitar tambak. Serta pembangunan dan pengembangan ekonomi ke depan seharusnya mengacu tata ruang yang diterbitkan dalam peraturan yang dikeluarkan masing-masing pemerintah daerah agar dapat meminimalisir dampak terhadap kerusakan lingkungan.

Exit mobile version