KLIKPOSITIF — DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mendorong pemerintah untuk membangun kesiapan masyararakat untuk mengantisipasi bencana yang kemungkinan akan terjadi di daerah mereka.
“Banjir di berbagai tempat, tanah longsor, dan erupsi gunung berapi merupakan bencana yang akrab dengan masyarakat Indonesia dan salah satunya dipicu oleh sikap manusia yang kian abai menjaga alam dan kondisi geografis Indonesia,” kata Ketua DPP LDII Sudarsono, yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB).
Menurut dia jika masyarakat mengabaikan kelestarian lingkungan, sementara hidup di khatulistiwa dan berada di lingkaran cincin api pasifik yang rawan gempa bumi dan erupsi gunung berapi, maka datangnya bencana tinggal menunggu waktu saja.
Ia mengatakan posisi geografis di khatulistiwa di satu sisi memberi keunggulan tersendiri bagi Indonesia karena cahaya matahari tersedia sepanjang tahun. Geografis Indonesia dengan banyak gunung api aktif menjadikan tanahnya subur karena selama jutaan tahun disiram abu vulkanik secara berkelanjutan sehingga memungkinkan beragam tanaman tumbuh.
Indonesia juga hanya mengenal dua musim, yang memungkinkan petani bisa bercocok tanam dengan baik sepanjang tahun Namun di balik kesuburan tanah dan iklim yang bersahabat itu ada ancaman bencana silih berganti.
Indonesia memang tidak seperti negara tetangga Filipina yang rentan badai dan siklon, karena berada di garis khatulistiwa.
“Badai atau siklon itu menjadi bencana yang paling merusak di Filipina. Badai dimulai saat massa udara hangat dan lembab dari permukaan laut, mulai naik secara cepat lalu bertabrakan dengan massa udara yang lebih dingin,” ujarnya.
Siklon tropis kerap terbentuk di atas Samudra Atlantik atau Samudra Pasifik bagian timur yang kerap menyerang berbagai wilayah di Filipina.
Sementara itu, meski Indonesia hanya kebagian ekor badai tropis yang menghantam, sudah cukup memunculkan fenomena hujan lebat yang kerap mendatangkan banjir dan tanah longsor. Inilah pentingnya, masyarakat memiliki mental kebencanaan yang perlu diajarkan sejak dini.
“Contoh mutakhir adalah rakyat Jepang yang kerap dihantam bencana gempa bumi, mereka memiliki kesiapan yang tinggi dalam menghadapi bencana. Sejak dini rakyat Jepang telah diajarkan bagaimana bertahan hidup saat menghadapi bencana sehingga meski sering terkena bencana tetapi korban jiwa bisa diminimalisir. Bangunan-bangunan di Jepang telah mengadopsi teknologi untuk menurunkan risiko kerusakan saat diguncang gempa,” katanya
Rakyat Jepang sudah biasa menyiapkan bahan makanan yang tahan disimpan dalam jangka panjang di bunker rumah, agar saat bencana bisa bertahan hidup, “Pendek kata mereka akrab dengan kesiagaan, sedia payung sebelum hujan,” paparnya.
Dengan memiliki mental kebencanaan berupa kesiagaan, korban jiwa dapat diminimalkan bahkan kerugian harta dan benda, “Pemerintah daerah dan ormas bisa berperan memberi edukasi kepada masyarakat mengenai kebencanaan dan langkah antisipasinya,” kata Sudarsono.
Sebagian besar masyarakat di wilayah pedesaan, memiliki kearifan lokal mengenai tanda-tanda bencana, menurut Sudarsono, informasi tersebut bisa diolah kembali dengan konteks kekinian. Dengan menggali kembali kearifan lokal tersebut, masyarakat memiliki kesadaran dalam mengantisipasi bencana.
“Bahkan dakwah pun bisa jadi medium untuk mengkampanyekan penghijauan untuk mencegah banjir dan longsor, dengan ungkapan sederhana. Misalnya, bila hutan terus ditebangi, mata air kering lalu ke mana kita bisa berwudhu,” pungkasnya.
Sudarsono mengatakan dengan membuat contoh-contoh sederhana itu, masyarakat bisa tergugah untuk memiliki kesiapan mental kebencanaan sekaligus mengantisipasi bencana yang datang.
Menurutnya, kesiapan SDM untuk membantu masyarakat dalam menghadapi bencana juga sangat penting. Sejak lima tahun lalu, LDII telah menyiapkan SDM yang tergabung dalam Taruna Tanggap Bencana (Tagana) yang merupakan program dari Kementerian Sosial. Selain itu LDII menyiapkan Relawan LDII di berbagai daerah.
“Dengan makin banyak anak-anak muda bergabung dalam Relawan LDII, Tagana dan lainnya maka sangat membantu pada awal bencana terjadi. Ini sangat membantu masyarakat,” katanya.
Sementara Ketua DPW LDII Sumatera Barat M Ari Sultoni mengatakan terutama Sumbar yang memang menjadi daerah rawan bencana mulai dari gempa berpotensi tsunami, longsor, banjir dan lainnya.
Dahulu waktu gempa kerap terjadi, pemerintah getol melakukan sosialisasi serta edukasi siapsiaga bencana dan ini yang coba dilaksanakan setiap tahunnya karena potensi itu ada di Sumbar yang berada di Megatrush Mentawai.
Kesiapsiagaan masyarakat tidak dapat terbentuk secara instan namun harus telaten dan berkelanjutan. Di Padang, contohnya ada beberapa shelter yang disiapakan untuk berlindung, belum lagi peta jalan yang disiapkan dan lainnya.
“Kita berharap pemerintah dan pihak terkait bekerja sama untuk tidak lelah membangun warga yang sadar bencana sebagai bentuk antisipasi dini selamat dari bencana,” kata dia.