PESSEL, KLIKPOSITIF– Jumlah warga miskin di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat bertambah, seiring dengan anjloknya ekonomi petani dari sektor tanaman pangan, sepanjang 2021 dengan nomor urut dua tertinggi di Sumbar.
“Pondasi ekonomi mereka rapuh dan rentan terhadap gejolak ekonomi, sehingga rawan terjerembab ke jurang kemiskinan jika ada gejolak harga seperti bahan pokok, pupuk dan bencana alam, misalnya,” kata.Kepala Koordinator Fungsi Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Pessel, Billal Asyiddiq, di Painan, Minggu 26 Desember 2021.
Berdasarkan data BPS Sumbar, dalam tiga tahun terakhir, trend angka kemiskinan di Pesisir Selatan mengalami pasang surut, dengan kecenderungan meningkat.
Pada 2019 kemiskinan di Pessel tercatat sebesar 7,88 persen. Kemudian turun menuju 7,61 persen selama periode 2020. Namun, pada 2021 kembali naik menjadi 7,92 persen.
Angka itu berada pada posisi kedua, setelah mentawai dengan angka 14,84 persen, dengan populasi penduduk miskin di atas 37 ribu jiwa, dari sekitar 500 ribu jiwa penduduk Pesisir Selatan.
“Kemudian diperparah dengan naiknya harga bahan pokok dan mahalnya pupuk subsidi akibat kelangkaan. Akibatnya, modal tanam menjadi tinggi. Sementara harga jual tidak naik,” terangnya.
Lanjutnya, seiring dengan kondisi itu, menurutnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat yang disusun pemerintah kabupaten harus fokus pada lapangan usaha yang rentan dengan gejolak ekonomi seperti pertanian, misalnya.
Apalagi, sektor perekonomian merupakan sumber utama pertumbuhan di Pesisir Selatan dan sekaligus sebagai penyerap tenaga kerja paling banyak atau lebih dari 40 persen dari total angkatan kerja.
“Pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya soal laju peningkatan PDRB semata, tapi juga sejauh mana kemampuannya menekan angka kemiskinan,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Hadi Susilo mengakui terjadinya gejolak ekonomi dua tahun terakhir akibat Covid-19, sehingga berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya sektor pertanian.
Karena itu, di 2022 pemerintah kabupaten memperbesar porsi anggaran untuk pertanian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengingat peran penting lapangan usaha pertanian bagi kinerja perekonomian daerah.
“Detailnya saya kurang tau, tapi yang pasti sudah lebih besar dari tahun sebelumnya,” ujar mantan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga itu.
Pemerintah kabupaten dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (2021-2026) menjadikan pertanian sebagai program strategis, tak hanya produksi, tapi juga kegiatan hilir untuk memberikan nilai tambah bagi produk unggulan daerah.
Untuk tanaman pangan seperti padi, kata Hadi, ke depan tidak lagi menjual padi di sawah. Pemerintah kabupaten mendorong investasi penggilingan, sehingga padi bisa diolah dan dijual dalam bentuk beras kemasan.
Selain itu, meningkatkan serapan padi petani lokal untuk memenuhi cadangan pangan dan Beras pemerintah. “Dengan demikian, kami optimis, kesejahteraan petani, khususnya tanaman pangan akan meningkat,” tutupnya.