BUKITTINGGI, KLIKPOSITIF – Sebagian besar klien anak Balai Pemasyarakatan Kelas II Bukittinggi (Bapas Bukittinggi), Provinsi Sumbar tengah menjalani pemidanaan. Namun, atensi terhadap pendidikannya tetap menjadi perhatian.
Sebagai katalisator dalam proses pembimbingan dan pendampingan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH), Bapas Bukittinggi berharap semua pihak terkait dapat memberikan ruang bagi ABH untuk terus bersekolah dengan bermacam metode. Apalagi, pemidanaan ABH sebagai klien Bapas hampir seluruhnya dijalani di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tanjung Pati.
Menurut Kepala Bapas Bukittinggi Elfiandi, sepanjang tahun 2020 hingga tahun 2022 ini, ada sekitar 250-an anak yang didampingi dalam proses hukum dan saat ini ada 30-an masih menjalani pemidaan di LPKA Tanjung Pati.
Dalam masa pemidanaan tersebut, LPKA Tanjung Pati tetap memperhatikan hak pendidikan anak. “Sebelum ABH masuk ke LPKA Tanjung Pati untuk menjalani pidana, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai ujung tombak Bapas telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait bersama orang tua atau wali ABH agar sekolahnya tidak terputus,” jelasnya usai upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional di Bapas Bukittinggi, Jum’at (13/5/2022).
Dalam praktiknya, menurut Kepala Bapas didamping PK Madya Bapas Bukittinggi Aifa Alamsah, hak pendidikan anak yang pernah berstatus ABH lebih sulit terpenuhi pasca-pemidanaan.
Misalnya, ABH memasuki masa reintegrasi sosial, dan anak ini dikeluarkan dari sekolah atau terputus pendidikannya saat menjalani pidana. Untuk kondisi tersebut, PK Bapas akan bekerja lebih untuk berkoordinasi dengan pihak terkait agar anak yang pernah berstatus ABH tersebut tidak kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan.
Dalam kondisi anak tersebut sudah tidak lagi berada di usia sekolah sesuai dengan umurnya, maka akan diarahkan untuk melanjutkan pendidikan ke pendidikan luar sekolah. Sebut saja Kelompok Belajar Paket A, B atau C.
Jika masih berada di usia sekolah sesuai dengan umurnya, maka akan diupayakan untuk mendapatkan pendidikan reguler. “Nah, dalam kondisi ini, kita sangat mengharapkan adanya perhatian dari pihak sekolah asal anak untuk membantu memberikan fasilitas untuk dapat menerima anak yang pernah berstatus ABH untuk melanjutkan pendidikan. Jika tidak memungkinkan, Bapas mengharapkan pihak sekolah bisa memberikan rekomendasi pindah ke sekolah lainnya,” beber Elfiandi.
Aifa Alamsah sebagai PK Madya menambahkan, hak pendidikan untuk ABH adalah salah satu upaya untuk pemulihan mental bagi ABH. Lebih daripada itu, Aifa mengingatkan pendidikan bagi anak adalah kewajiban bagi negara untuk memenuhinya bagi anak-anak.
Terkhusus untuk ABH, Bapas Bukittinggi tidak ingin membebani pada satu pihak saja untuk memenuhi hak pendidikan. “Kerjasama antar lembaga untuk kepentingan pendidikan ABH menjadi kunci dari tantangan tersebut. Semangat Tut Wuri Handayani dan Pimpin Pemulihan, Bergerak Untuk Merdeka Belajar, menjadi semangat bersama hendaknya,” imbau Elfiandi kepada jajaran Bapas Bukittingi khususnya.
Pihak Bapas Bukittinggi mengakui, ruang gerak untuk berkoordinasi dengan pihak terkait sangatlah luas agar pendidikan ABH atau mantan ABH tetap berlanjut. Namun, luasnya wilayah kerja Bapas Bukittinggi yang meliputi 8 kabupaten dan kota di Sumbar, menjadi tantangan yang harus ditempuh.
“Dalam hal ini, saya sebagai Kabapas dan rekan-rekan Pembimbing Kemasyarakatan mohon bantuan dari semua pihak agar ABH di seluruh wilayah kerja Bapas Bukittinggi khususnya dan di seluruh Indonesia dapat terpenuhi hak pendidikannya,” harap Kepela Bapas Bukittinggi.
Adapun wilayah kerja Bapas Bukittinggi meliputi Kota Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang, Kabupaten Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Pasaman dan Pasaman Barat. Sebagai upaya untuk kesinambungan pendidikan ABH, Elfiandi juga berharap muncul kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi di luar pemerintahan di wilayah kerjanya untuk dapat bekerja sama.
Ia menyampaikan, pihak Bapas Bukittinggi membuka diri untuk bekerjasama dengan pihak manapun untuk memberikan atensi khusus pada ABH sebagaimana amanat UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan kelembagaan Bapas sebagai salah satu pengawalnya. (*/rel)