KLIKPOSITIF – Gambir di Lima Puluh Kota saat ini tidak hanya sebatas komoditi ekspor, namun juga berkembang pada industri fashion.
Saat ini Gambir juga telah dimanfaatkan oleh UMKM daerah tersebut untuk produk kerajinan tekstil khas Kabupaten Limapuluh Kota.
Bahkan, terbaru batik gambir juga menjadi daya tarik oleh perancang busana, pengusaha tekstil dan pengunjung pada gelaran Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Otonomi Expo 2022.
Kegiatan di Cendrawasih Hall, Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta itu juga terpajang produk batik tulis gambir dari Limapuluh Kota.
Bahakn pengusaha batik sukses Pekalongan, Jawa Tengah, Ahmat Failasuf owner Batik Failasuf tertarik dengan pesona Batik Gambir Limapuluh Kota.
“Saya tertarik untuk tahu lebih dekat batik gambir, karena pas lewat ada yang bilang tentang batik yang terbilang khas,” kata Ahmad Failasif, Rabu (21/07/2022).
Menurutnya, batik gambir sangat mungkin untuk dikembangkan.
Ia mengaku tertarik untuk bekerjasama dalam hal pengembangan Batik Gambir Limapuluh Kota ini.
Produk ekspor unggulan 50 Kota
Gambir, terutama ekstrak getahnya merupakan produk ekspor unggulan asal Limapuluh Kota.
Menurut data, total nilai ekspor nasional gambir mencapai 18.000 ton dengan nilai taksiran Rp US $ 55 juta dollar.
Provinsi Sumatera Barat, khususnya Kabupaten Limapuluh Kota berkontribusi sebanyak 50 persen dari produksi nasional gambir.
Batik Gambir
Belakangan, ekstrak getah yang pengolahannya menjadi tanin, dimanfaatkan untuk membatik dengan mengandalkan desain khas bercita rasa Minangkabau.
Seperti desain rumah gadang/rangkiang, ukiran, dan inspirasi dari pesona keindahan alam.
Kebanyakan batik gambir yang didominasi batik tulis, dikembangkan oleh IKM dan industri rumah tangga (IRT).
“Produksi Batik Gambir, selain untuk memberdayakan IKM, sekaligus juga terobosan penganekragaman produksi dari hanya ekstrak getah gambir, menjadi barang jadi, ini tentu meningkatkan nilai tambah produk,” kata Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin.
Sejarah tanaman Gambir 50 kota
Gambir pada masa kolonial merupakan salah satu komoditas pertanian penting dan menjadi sumber matapencaharian utama masyarakat Lima Puluh Kota pada zaman kolonial Belanda atau sejak tahun 1800an.
Tercatat pada tahun 1883 gambir ditanam di lereng bawah Gunung Bongsu di desa-desa seperti Mungka,
“Rentangan gunung yang rendah hampir seluruhnya penuh dengan perkebunan gambir”.
“Tanaman ini telah memberikan kemakmuran kepada penduduk, padahal sebelumnya desa-desa itu
sedikit sekali memiliki sumber pemasukan”.
Meningkatnya permintaan dunia akan komoditas gambir menyebabkan banyak gambir dari sini yang kemudian angkut ke pantai timur untuk ekspor ke Penang (Dobbin: 1992, 47-62).
Saat itu perkebunan gambir merupakan perkebunan rakyat yang pengelolaanya dalam sistem kebun tanpa campur tangan pemerintah Hindia Belanda.
Gambir merupakan tanaman keras yang bisa berumur panjang dengan pemeliharaan yang baik.
Perkiraan umur tanaman gambir dapat berproduksi selama 80 tahun.
Ini menjadi salah satu sebab mengapa masyarakat tertarik dalam budidaya gambir.
“Tanaman gambir menyandang gelar tanaman serbaguna karena berbagai manfaat yang ada di dalamnya. Tanaman yang mengandung zat katecin, tamin, kateku, kuesetin, flouresin,lendir, lemak dan lilin” (Swendri: 2005, 7).
Tidak semua daerah bisa di tanami tanaman gambir, hanya beberapa daerah yang cocok seperti Sarilamak,
Lubuk Tingko, Taram, Mungka, dan Halaban.
Daerah-daerah ini terkenal sebagai penghasil gambir.
*
👉Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.