DHARMASRAYA, KLIKPOSITIF – Sabtu 28 November 2019, Creet…creet…creet…Sudarsono (52 tahun) langsung menghadapkan kamera ponse kearah anaknya Pratikno (14 tahun) yang telah berpose dipinggir pagar, didalamnya ada tembok tersusun.
Begitu asyiknya, mereka sampai lupa menorehkan tanda tangan di buku tamu di samping candi di Komplek Candi Padang Roco. Secara bergantian mereka berfoto ria dengan berbagai pose, kadang menggunakan kamera depan dari berbagai sisi candi.
Lelaki paruh baya asal pulau Jawa yang baru seminggu di Sungai Rumbai itu sengaja datang bersama anaknya untuk melihat dan mengabadikan foto candi yang mereka ketahui dari orang- perorang di Sungai Rumbai dan menelusuri pencarian di media sosial untuk mendatangi peninggalan Kerajaan Malayu Dharmasraya.
Berbekal aplikasi penunjuk jalan mereka akhirnya sampai sebelum Dzuhur di Komplek Candi Padang Roco. “Sebenarnya, diaplikasi Candi Pandang Sawah dulu kami temui, namun diputuskan ke sini (Komplek Candi Padang Roco) dulu. Ke Pulau Sawah sekalian mau pulang saja singgah,” ujarnya kepada KLIKPOSITIF.
Walaupun tanpa pemandu, mereka tampak asyik berfoto, mulai dari tumpukan tembok paling kecil hingga yang paling besar, bahkan di spanduk dan papan informasi disekitar komplek pun jadi bidikan kemera mereka.
Tingkah bapak dan anak ini menjadi tontonan petugas kebersihan yang sedang memangkas rumput dan bunga taman komplek. Tak terlepas tiga orang pekerja bangunan yang sedang membangun sesuatu dipintu masuk candi tersenyum-senyum kecil melihat tingkah Sudarsono dan Pratikno.
Keterangan foto: Candi di Komplek Padang Roco (KLIKPOSITIF/JONI)
Sikitar 20 menit berselancar di Komplek Candi Padang Roco, setelah menyempatkan diri membaca beberapa informasi dari spanduk di komplek tersebut, keduanya melanjutkan perjalanan menuju Candi Pulau Sawah. KLIKPOSITIF kembali mempergoki mereka sedang berfoto ria di Pulau Sawah.
Di Situs Candi Pulau Sawah, ayah dan anaknya itu hanya berpose di candi paling ujung tidak jauh dari pinggir sungai. Walaupun beberapa papan informasi telah tergeletak di tanah tidak mengurangi animo mereka untuk berfoto di situs tembok yang memanjang itu.
“Eh ketemu lagi, masih mau wawancara,” seloroh Sudarsono dengan logat Jawa nya.
Sudarsono mengaku, baru seminggu di Sungai Rumbai menjenguk adik perempuannya yang telah lama menetap di daerah itu. Momen tersebut dimanfaatkan untuk menikmati objek wisata yang ada di Dharmasraya.
Keterangan foto: Situs Candi Pulau Sawah (KLIKPOSITIF/JONI)
“Ada yang memberi tahu kalau ada peninggalan kerajaan kemudian cek di media sosial memang ada. Penasaran, tapi ndak ada yang sempat ngantar kami nekat saja pakai aplikasi penunjuk jalan. Tapi, alhamdulillah pas masuk tadi dekat jembatan (Jembatan Sungai Dareh) sudah ada tanda-tanda hingga sampai ke candi,” ujarnya.
Dalam perjalanan, dia membayangkan peninggalan Kerajaan Malayu Dharmasraya tersebut telah menjadi objek wisata yang siap dengan infrastruktur memadai. Ternyata, saat dilokasi masih dalam tahap pengembangan.
“Tahun depan kami kesini sudah lebih bagus dan lengkap fasilitasnya,” harapnya tahun depan bisa berkunjung lagi ke peninggalan.
Hari yang sama, Haikal (33) pengunjung dari Kota Sawahlunto juga berharap peninggalan sejarah itu siap menerima pengunjung dan memiliki infrastruktur penunjang pariwisata.
“Sekarang masih kurang, seperti belum tempat untuk bersantai dan istirahat, kemudian MCK dan fasilitas ibadah,” katanya saat mengunjungi peninggalan sejarah di Dharmasraya.
Pada hari itu juga di Komplek Candi Padang Roco tiga orang pekerja bangunan yang sedang membangun sesuatu dipintu masuk komplek Candi Padangroco. Informasi dari mereka untuk bangunan persiapan ulang tahun Dharmasraya.
Sedangkan di Pulau Sawah juga ada beberapa orang yang sedang ngecat jembatan yang dibangun baru disekitar candi. Rumput – rumput tampak mulai tumbuh disekitar dilaksanakan Karnaval Arung Pamalayu ini.
Dibagian lain KLIKPOSITIF menemukan spanduk informasi dengan tulisan “BUKIT BARHALO RAMBAHAN” tempat ditemukan Arca Amoghapasa, dilokasi ini hanya terlihat kebun karet dan semak belukar.
Mengumpulkan Kepingan Sejarah Menggairahkan Pariwisata
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya sedang gencar mengumpulkan kepingan peninggalan-peninggalan Kerajaan Dharmasraya melalui peneliti-peneliti dalam rangkaian Festival Pamalayu. Pemkab setempat juga tengah fokus melakukan pembenahan disekitar komplek peninggalan Raja Aditiyawarman itu.
“Beberapa yang telah ditemukan kami pelihara dan dilakukan pemugaran,” kata Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Dharmasraya, Benny Mandala Putra.
Saat ini sedang dibuat jembatan kayu berswafoto di kawasan Candi Padang Sawah sebagai daya tarik pariwisata. “Sedangkan bangunan tambahan di Komplek Candi Padang Roco untuk persiapan ulang tahun Dharmasara tahun yang jatuh pada 7 Januari 2020,” jelasnya.
Keterangan foto: Candi di Komplek Padang Roco (KLIKPOSITIF/JONI)
Dari perencanaan Dinas Pariwisata setempat, 2022 semua bangunan pariwisata sejarah dan budaya itu telah selesai dan siap untuk dijual. Lebih jauh, Pemkab punya rencana brilian dengan mambuat rest area di bawah Jembatan Sungai Dareh, kemudian menyediakan alat transportasi dilengkapi paket perjalanan wisata arung Sungai Batanghari untuk sampai kebeberapa candi.
“Rencana kami membuat wisata arung Sungai Batanghari untuk sampai kebeberapa candi,” terang Benny.
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, lanjutnya, sedang berupaya agar sungai Batanghari bisa kembali bersih dengan cara membangun kerja sama untuk penyelamatan Batanghari dengan wilayah DAS (daerah aliran sungai) Batanghari agar upaya menjernihkan air sungai dilakukan secara kolektif. Sehingga Batanghari kembali menjadi sumber perekonomian masyarakat, menjadi tempat berlalu lalang wisatawan mengunjungi peninggalan sejarah mereka.
Keterangan foto: Jembatan Sungai Dareh (KLIKPOSITIF/JONI)
“Pengembangan pariwisata ini harus dibarengi dengan usaha menjernihkan air sungai, sebab butuh kerja sama antar daerah. Alasan itu juga kami melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan di sungai dengan melibatkan berbagai pihak,” ujarnya.
Pengamat Sosial Pariwisata STKIP PGRI Sumbar Firdaus mengatakan, Dharmasraya berpotensi menjadi daerah wisata sejarah dan budaya di Sumbar. Kenapa? karena memiliki banyak peninggalan masa lalu dan punya nilai sejarah yang kuat.
Menurutnya, keunggulan wisata sejarah ada nilai sejarahnya, selain itu biasanya dikunjungi oleh orang-orang dengan tujuan untuk mengetahui sejarah atau melihat benda-benda bersejarah dan mempelajari masa lalu dari sebuah objek wisata yang dikunjunginya.
“Candi dan beberapa bentuk peninggalan Kerajaan Malayu Dharmasraya menjadi daya tarik wisata. Tidak hanya aspek wisata saja tapi juga dari sisi pendidikan, bisa dikatakan wisata sejarah adalah wisata edukasi,” terang Firdaus.
Dia menilai pengembangan objek wisata sejarah suatu langkah yang tepat dilakukan Pemkab Dharmasraya. Karena dari sektor pariwisata, Dhamasraya tidak memiliki banyak destinasi yang bisa dijual kepada pengunjung. Selain itu juga belum banyak muncul objek wisata menjadi ikon pariwisata setempat.
Namun, Pemkab Dharmasraya sebagai pengembang perlu mengemas objek wisata tersebut sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk datang. Pengembangan perlu menyesuaikan dengan selara wisatawan saat ini. Secara sosial, wisatawan tidak hanya menikmati objek dengan keindahan, dan pengetahuan, lebih dari itu wisatawan ingin eksistensi dari sebuah objek wisata.
“Mereka akan mengabadikan foto disana sebagai bukti telah berkunjung sebagai bentuk memberitahukan kepada khalayak. Jadi saya sepakat pengembangan pariwisata di kawasan candi ada sentuh kekinian sebagai daya tarik wisatawan milenial,” ulasnya.
Pengembangan bisa dilakukan dengan mengikuti trend wisatawan kekinian, sehingga wisata candi menjadi ikon baru yang banyak dikunjungi. Bisa dilakukan semacam pemugaran tanpa menghilangkan nilai sejarah dari candi tersebut.
“Akses menuju objek juga harus menjadi prioritas. Kalau ada rencana untuk sampai ke candi melewati aliran sungai, tentu ada upaya merevitalisasi Sungai Batanghari. Kemudian yang terakhir tentu pelayanan setelah pariwisata ini layak untuk dijual,” tukas Firdaus.
Peninggalan Sejarah Kerajaan Dharmasraya
Bambang Budi Utomo, arkeolog senior Puslit Arkenas mengatakan, terdapat empat peninggalan sejarah Kerajaan Dharmasraya yakni Situs Komplek Candi Padang Roco, Situs Pulau Sawah, Situs Rambahan dan Situs Bukik Awang Maombiak.
Dirincinya, Situs Padang Roco secara administratif terletak di Nagari Sungai Langsat-Siluluk, Kecamatan Sitiung, sedangkan Situs Bukik Awang Maombiak berada di Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung, dan Situs Pulau Sawah masih termasuk wilayah Jorong Siguntur, Desa Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kemudian situs Rambahan terletak di Braholo, Rambahan, Kenagarian Lubuak Bulang, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya.
“Banyak peninggalan dari kerajaan Malayu Dharmasraya, mulai dari Bhairawa, hingga Arca Amoghapasa,”ungkap Bambang.
Arca Bhairawa ditemukan pada sekitar tahun 1930-an. Pada tahun 1935 arca tersebut dibawa ke Bukittinggi, dan pada tahun 1937 arca ini dibawa ke Jakarta untuk disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris 49150. Secara keseluruhannya arca ini berukuran tinggi 4,41 meter, terbuat dari batu.
Dilanjutkan, menurut Stutterheim arca raksasa ini merupakan arca perwujudan Adityawarman, seorang bangsawan Majapahit yang berasal dan kemudian berkuasa di Sumatra, sebagai Bhairawa.
Sedangkan Arca Amoghapasa (1994) dan kini tersimpan di Museum Nasional. Prasasti ini dipahatkan pada lapik sebuah arca yang belakangan diketahui merupakan lapik arca Amoghapasa. Arcanya sendiri ditemukan di Situs Rambahan, beberapa kilometer ke arah hulu dari Situs Padang Roco.
“Lapik arca ini dibuat dari batu andesit, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 82 x144 cm. Saat ini lapik dan arcanya disimpan di Museum Nasional dengn nomor D.198A,” tukasnya. (*)