KLIKPOSITIF – Pengumpulan atau kodifikasi Al Quran telah berlangsung sejak zaman Rasulullah Saw. Setiap menerima wahyu, Muhammad Saw selain membacakannya dan mengajarkannya kepada sahabatnya, juga meminta mereka yang pandai baca dan tulis untuk menuliskan ayat-ayat yang diajarkan tersebut.
“Begitu wahyu turun, Nabi Saw segera memanggil para Sahabat dan memerintahkan kepada sekretaris Nabi Saw untuk segera mencatat wahyu tersebut dan menghafalnya. Setelah Rasul wafat, mayoritas Sahabat hafal Al Quran,” terang Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto dalam acara yang diselenggarakan Jabatan Mufti Negeri Perlis pada Senin (18/10), dilansir dari laman muhammadiyah.
Pada masa Khalifah Abu Bakar, terjadi peristiwa tragis dalam Perang Yamamah. Saat itu, sebanyak 70 sahabat yang hafal Al Quran gugur. Atas saran dari Umar bin Khattab, Abu Bakar lalu mengumpulkan para penghafal Al Quran dan mulai menyusun proyek Al Quran dalam satu mushaf. Proyek ini disempurnakan oleh Ustman bin Afan dengan menyeragamkan dialeknya, kemudian dikenal dengan Mushaf Utsmani.
“Khalifah Abu Bakar kemudian memerintahkan agar melakukan kodifikasi terhadap lembaran-lembaran Al Quran yang tercecer itu, dan pada masa Utsman diduplikasi sehingga dianggap selesai dalam melakukan kodifikasi,” ungkap Pria kelahiran Kulonprogo, 24 Januari 1968 ini.
Berbeda dengan Al Quran yang telah ditulis pada masa Nabi Saw, hadis lebih banyak dihafal daripada ditulis. Bahkan Nabi Saw pernah melarang sahabat untuk mencatat Hadis karena khawatir akan bercampur dengan ayat-ayat Al Quran. Meski demikian, sejumlah nama sahabat tertentu seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin As, dan lain-lain, diizinkan menulis Hadis. Karenanya, terang Agung, sahabat yang sering membersamai Rasulullah tidak selalu meriwayatkan banyak hadis.
“Walaupun dalam peristiwa yang lain, Nabi Saw juga pernah memerintahkan Sahabat untuk menulis hadis, karenanya tidak semua Sahabat memiliki catatan Hadis, hanya Sahabat tertentu saja seperti Ali bin Abi Thalib, Samurah bin Jundub, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Abbas, dan lain-lain,” kata dosen Studi Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Sedikitnya Sahabat yang memiliki catatan-catatan Hadis ditambah dengan satu per satu penghafal hadis meninggal dunia, kondisi ini mendorong upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela. Memasuki abad ke-2 H, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal dan pada abad ke-3 para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik.