KLIKPOSITIF
– Rangkiang secara umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen komoditi pertanian terutama padi. Di halaman Museum Istano Basa Pagaruyung berdiri empat rangkiang yang punya fungsi berbeda yakni Si Bayau-bayau, Si Tangguang Lapa, Si Tinjau Lauik, dan Rangkiang Kaciak.
Menurut Penulis Agusti Efi Marthala dalam bukunya Rumah Gadang (2013), Rangkiang adalah tempat penyimpan dari berbagai hasil pertanian terutama padi sebagai makanan utama. Rangkiang terletak di depan rumah gadang, jumlahnya beragam sesuai dengan yang diperlukan oleh pemiliknya.
Rangkiang dibuat berjejer di halaman, penataan yang sedemikian menjadi susunan yang harmonis dengan rumah gadang. Jumlah rangkiang disesuaikan dengan hasil pertanian dan kekayaan yang mereka miliki.
Rangkiang adalah lambang kemakmuran dan pengaturan harta benda. Semakin banyak hasil panen padi mereka, berkemungkinan semakin bertambah jumlah rangkiang.
Padi disimpan dalam Rangkaing sesuai dengan keperluannya, ada rangkiang yang padinya untuk dimakan sendiri, ada rangkiang yang padinya untuk dimakan oleh kerabat, untuk upacara adat, untuk kenduri, untuk zakat dan sedekah, seperti dalam pepatah: Rangkiang tigo sahaja, kapuak gadang salo manyalo, kapuak kaciak salek manyalek, di tapi sitinjau lauik, panagua dagang kamalaman, di tangah sibayau-bayau, lumbuang makanan patang pagi, di pangka sitangka lapa, tampek nan miskin salang tenggang, panangka lapa dalam kampuang, kutiko musim gantuang tunggu.
Masing-masing Rangkiang memiliki fungsi sendiri-sendiri, diantaranya; Rangkiang Si Tinjau Lauik digunakan untuk keperluan adat dan upacara adat, Rangkiang Si Bayau-bayau untuk keperluan sehari hari dan Rangkiang Si Tangka Lapa, digunakan untuk kegiatan sosial separti zakat dan sedekah.
Masyarakat tradisional Minangkabau telah mengenal teknik pengurusan dalam membelanjakan harta benda yang mereka miliki dan sudah memikirkan kehidupan sosial dan tenggang rasa dalam kehidupan bermasyarakat.
Mereka hidup bergotong royong, disamping untuk keperluan sendiri mereka memikirkan juga tetangga kiri kanan di saat kehidupan susah, si kaya akan memberikan atau meminjamkan sebagian harta yang dimiliki kepada yang tidak punya.
Rangkiang sebagai tempat penyimpan padi ini dilakukan untuk persiapan segala kemungkinan yang dapat terjadi seperti kelaparan baik akibat faktor alam maupun perang.
Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari ijuk.
Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dan salah satu dinding singkok (singkap), yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakan disimpan di bawah kolong rumah gadang.
Rangkiang sendiri dibagi menjadi empat jenis dengan fungsi yang bentuknya berbeda, salah satunya Rangkiang Si Bayau-bayau atau disebut juga Kapuak Salang Tenggang yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari.
Arsitektur bangunan terletak di ujung kanan dengan berdiri di atas enam tiang, dengan bentuknya yang lebih besar dari rangkiang yang lain.
Selain itu, rangkiang ini juga digunakan untuk keperluan upacara adat seperti upacara pengakatan penghulu, pernikahan, aqiqah, sunat rasul, dan lain sebagainya yang diselenggarakan dalam rumah gadang.
Menurut Sastrawan Minangkabau AA Navis, dalam bukunya Cerita Rakyat Dari Sumatra Barat 3, menyebutkan Rangkiang berasal dari kata Ruang Hyang, yang berarti Ruang Dewi Sri atau Dewi Pertanian. Rangkiang melambangkan kesejahteraan ekonomi dan jiwa sosial yang dimiliki oleh orang Minangkabau.
Rangkiang didirikan di halaman rumah gadang yang memiliki atap berbentuk gonjong yang terbuat dari ijuk. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu tanpa jendela dan pintu. Pada salah satu dinding singkok atau loteng, terdapat bukaan kecil berbentuk persegi tempat memasukkan padi hasil panen.
Untuk menaikinya, digunakan tangga yang terbuat dari bambu. Tangga ini dapat dipindahkan bila tidak digunakan dan disimpan di bawah kolong rangkiang.
Ukuran Rangkiang berbeda-beda menurut jenisnya. Rangkiang Si Bayau-bayau merupakan yang terbesar dari semua rangkiang. Rangkiang ini ditopang oleh enam tiang atau lebih, seperti pada rangkiang Istana Pagaruyung yang memiliki dua belas tiang.
Rangkiang Si Tangguang Lapa dan Rangkiang Si Tinjau Lauik berbentuk identik dan sama-sama ditopang oleh empat tiang. Adapun Rangkiang Kaciak memiliki ukuran lebih kecil dan rendah.
Menurut Penulis Syamsidar dalam bukunya Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra Barat (1991) menjelaskan fungsi Rangkiang Si Bayau-bayau menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Fungsi Rangkiang Si Tangguang Lapa menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Fungsi Rangkiang Si Tinjau Lauik menyimpan padi yang akan dijual.
Hasil penjualan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Fungsi Rangkiang Kaciak menyimpan pada yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya.
Menurut jenisnya rangkiang dibagi menjadi empat, yakni pertama rangkiang si tinjau lauik (si tinjau laut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Kedua, rangkiang si bayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Ketiga, rangkiang si tanggung lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Keempat, rangkiang kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya.
Demikian filosofi rangkiang bagi masyarakat minang. Segala sesuatunya harus dipersiapkan sesuai prioritas. Meskipun sekarang sudah tidak ada lagi yang menggunakan rangkiang, karena memang mendapatkan beras di pasar-pasar sudah sangat mudah. Serta menyimpan dalam bentuk uang tabungan tentunya lebih fungsional dari pada padi. Namun setidaknya mencegah dan berjaga-jaga bahkan kemungkinan terburuk sekalipun. (*)
OPINI: Irfan Taufik