KLIKPOSITIF – Hasil penelitian menunjukan, sekitar 95 persen atau hampir seluruh pasien stroke mengalami komplikasi pada penyakitnya.
Tak hanya itu, sebanyak 75 persen pasien stroke juga mengalami serangan lebih dari satu kali.
Hasil penelitian ini diungkapkan Dosen Universitas Nasional Jakarta Selatan, Ns Millya Helen S.Kep, M.Kep, Selasa 30 Agustus 2022.
Menurut Millya Helen, penelitian ini berlangsung di salah satu rumah sakit di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain quasi experiment.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menurutnya adalah dengan teknik random ansigment dengan jumlah 20 orang.
Sementara instrumennya adalah kuesioner Skala Stroke National Institues of Health (NHISS) yang telah baku.
Rerata usia kelompok kontrol dan intervensi relatif setara yaitu 64,6 dan 63,8 tahun.
Sementara jenis kelamin pasien stroke lebih besar laki-laki yaitu 60 persen.
Millya Helen menjelaskan, dari analisis data, terdapat pengaruh yang bermakna Nursing Clinical Pathway terhadap proses penyembuhan penyakit stroke non hemoragik pada kelompok intervensi.
Begitu juga pada kelompok kontrol.
“Setelah mendapatkan nursing clinical pathway skor derajat stroke padakelompok intervensi menunjukkan pemulihan yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol,” ujarnya.
Ia menjelaskan, variabel confounding yang berpengaruh terhadap pemulihan penyakit stroke adalah faktor usia.
Rekomendasi Untuk Rumah Sakit
Dari hasil penelitian itu, Millya Helen merekomendasikan bahwa untuk mengambil kebijakan di rumah sakit, agar menyusun dan menetapkan Satuan Operasional Prosedur (SOP) dalam menerapkan Nursing Clinical Pathway bagi pasien Stroke Non Hemoragik selama menjalani perawatan.
Selain SOP juga harus ada Standar Asuhan Keperawatan (SAK) sebagai penuntun dalam melakukan tindakan keperawatan kepada pasien.
Yakni adanya alur pemberian asuhan keperawatan yang terangkum dalam bentuk nursing clinical pathway.
Menurut Millya Hellen, Nursing Clinical Pathway mempermudah pendokumentasian dan komunikasi perawat sehingga mempercepat pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
“Hal ini secara langsung juga mempercepat proses penyembuhan pasien berkualitas dan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien stroke,” ulasnya.
Ia berpendapat bahwa penerapan nursing clinical pathway pada penelitian ini merupakan langkah awal dalam menunjukkan bukti bahwa dapat berperan penting untuk perbaikan mutu dan kinerja pelayanan klinis.
Hal ini merupakan salah satu dari pengembangan manajemen kinerja dalam rangka menyusun kerangka tata pengaturan klinis (Clinical Govermance).
Keberhasilan upaya perbaikan pada mikropelayanan keperawatan melalui pengembangan manajemen kinerja ini akan menimbulkan momentum perbaikan pada system pelayanan klinis yang lebih luas.
Demikian juga pada sistem penunjang pelayanan.
Dengan dukungan kebijakan, kepemimpinan dan komitmen, kegiatan perbaikan mutu dapat dipadukan menjadi sistem tata pengaturan klinis yang terintegrasi.
“Perawatan menggunakan clinical pathway untuk pasien dengan stroke secara signifikan lebih efektif untuk memberikan yang lebih baik, komprehensif, dan perawatan yang lebih khusus untuk pasien yang terkena stroke,” tutupnya.