KLIKPOSITIF – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Riezky Aprilia memahami keinginan pemerintah daerah agar tidak ada tumpang tindih kewenangan dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang sedang dalam proses harmonisasi di Baleg.
“Kita memahami, nanti Pemkab, Pemprov hingga pemerintah pusat harapannya bisa meng-clear-kan status masing-masing supaya jangan sampai tumpang tindih kewenangan,” ungkap Riezky.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menambahkan resourching (sumber daya) EBT ini akan berimplikasi pada masyarakat banyak. Hadirnya RUU EBT diharapkan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Sebagaimana PLN juga menegaskan listrik dibutuhkan untuk energi masa depan dengan sumber energi baru dan terbarukan.
“Landasan berpijak UUD 1945 dan UU Agraria terkait penguasaan lahan dan tanah jangan dilepaskan dari RUU EBT. Bahwa di sini negara punya peran melindungi hak warga negaranya bukan semata bicara bisnis kepada masyarakat,” tukas legislator dapil Sumatera Selatan I ini.
Lebih lanjut Riezky menilai kebutuhan energi baru dan terbarukan harus dikalkulasikan secara tepat dan benar apakah mampu menopang kebutuhan energi untuk jangka panjang. Munculnya energi baru dan terbarukan karena energi eksisting hari ini secara kalkulasi mungkin belum tentu akan meng-cover sampai masa yang akan datang.
“Butuh solusi yang tepat dan cepat, kita ingin listrik mampu dinikmati hingga ke pelosok desa antara lain dengan terobosan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Kedepan tidak ada lagi masyarakat yang tidak tersentuh layanan energi listrik,” harapnya.
Sementara itu Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Sriwijaya Iwan Setia Budi berpendapat seharusnya RUU EBT ini memberi kesempatan kepada perseorangan atau kelompok yang mengusahakan energi baru dan terbarukan dengan motif tidak untuk memperoleh keuntungan, diberi ruang dan bantuan oleh pemerintah.
“Tidak boleh mempersulit rakyat. Yang ingin mengusahakan energi baru terbarukan secara mandiri. Apalagi sampai dipajaki dan administrasi perijinan yang rumit,” imbuhnya.
Dirinya menambahkan, RUU EBT ini memberikan banyak kewajiban kepada pemerintah daerah tapi tidak memberikan hak pengelolaan yang memadai. RUU ini juga belum mengatur kewajiban perusahaan misalnya kewajiban perpajakan, retribusi dan CSR.
Sebagai perwakilan akademisi, Iwan menegaskan hak dasar masyarakat untuk mengusahakan energi alternatif yang ramah lingkungan harus dijamin. Sedangkan pengaturan energi nuklir menurutnya sebaiknya dikeluarkan dari RUU EBT ini karena memiliki kekhasan dan memerlukan UU tersendiri.
“Sebaiknya RUU EBT ini tidak dicampur dengan energi baru nuklir karena butuh teknologi dan keamanan yang tinggi. Jadi, pengusahaan nuklir dilakukan negara perlu BUMN Khusus, tidak perlu ada di sini (RUU EBT) nanti malah rancu,” pungkasnya.