PADANG, KLIKPOSITIF- Ahli gizi dari Universitas Andalas Sumatera Barat, Dr Denas Symon mengatakan, 80 persen faktor dominan yang menyebabkan terjadinya stunting adalah kurangnya nutrisi, 20 persen sisanya dari faktor genetik.
“Memang ada faktornya dari keturunan, namun tidak terlalu signifikan karena yang paling mempengaruhi itu adalah asupan nutrisi yang dilakukan sejak masa kehamilan,” ungkap Denas yang juga Anggota Tim Percepatan Penurunan Angka Stunting di Sumbar, Senin (7/11) saat Pertemuan Koordinasi Forum Jurnalis Percepatan Penurunan Angka Stunting di Sumbar.
Denas juga menyebutkan perlunya perhatian bagi ibu hamil, mulai dari asupan gizi yang dimakan, kebersihan, dan pola makan sangat mempengaruhi pada calon bayi. Jika ibu hamil sering kurang darah (anemia), kurang zat besi, kalium, dan lainnnya maka akan beresiko melahirkan anak stunting atau gagal tumbuh.
“Karena asupan nutrisi, vitamin yang dikonsumsi saat hamil tidak terpenuhi. Apalagi kalau anak yang lahir panjangnya kurang dari 48 cm. Apakah setelah lahir bisa dikejar asupan nutrisinya? Bisa, namun tentunya membutuhkan waktu,” ulasnya.
Denas juga menyebutkan, anak yang sejak dalam kandungan sudah kekurangan asupan juga akan memberikan dampak jangka panjang. Daya tahan tubuhnya tidak kuat, ringkih, dan berbagai penyakit tidak menular lainnya.
Selain itu, pola asuh juga sangat mempengaruhi peningkatan kasus stunting. Artinya, anak stunting tidak hanya terjadi pada keluarga yang kurang mampu secara materi, karena banyak kasus anak stunting juga terjadi karena kurangnya pemahaman dan perhatian orangtuaku terhadap anak.
Menurutnya, pola asuh terbagi empat yaitu pola asuh dengan memastikan anak mendapatkan cara makan yang baik, kedua cara menjaga kebersihan di rumah, ketiga cara merawat anak dan pola asuh psikomotorik anak.
” Pola asuh psikomotorik misalnya memperhatikan pertumbuhan anak, apakah kemampuan anak sudah sesuai dengan umurnya, apakah itu kemampuan berjalan, berbicara dan lainnya,” tuturnya.
Denas juga menekankan bahwa orang tua harus paham apa yang dimakan anak mereka dan apakah sesuai dengan kebutuhan gizi. Ia mencontohkan anak yang baru lahir atau usia 0 bulan itu hanya boleh meminum air susu ibu.
“Nanti setelah enam bulan ke atas baru bisa dikasih MPASI, orang tua juga harus tau MPASI seperti apa untuk usianya anaknya,” kata dia.
Sekretaris BKKBN Sumbar Nova Dewita juga menambahkan, jarak kelahiran anak juga mesti menjadi perhatian bagi para orangtua. Jarak yang terlalu dekat tidak baik bagi perkembangan anak, dan jarang yang terlalu jauh juga tidak bagus.
“Anak yang jaraknya terlalu dekat tidak mendapatkan ASI dengan sempurna, masa tumbuh kembangnya juga akan terganggu karena seharusnya dia masih mendapatkan perhatian lebih, namun karena sudah ada adeknya dalam kandungan,” jelasnya.
Dia mengatakan pertemuan kali ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antara BKKBN dan media massa dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya.
“Kami berharap dengan pertemuan kali ini teman-teman wartawan akan ikut berperan Dalam penurunan stunting, tentunya dengan memberikan edukasi dan pemberitaan-pemberitaan yang bersifat informatif pada masyarakat,” sambungnya.
Sub Koordinator Umum dan Humas BKKBN Sumbar Rusdi D mengatakan, peserta Pertemuan Koordinasi Forum Jurnalis Percepatan Penurunan Angka Stunting di Sumbar berjumlah 25 orang, yang berasal dari berbagai media massa di Sumbar, mulai dari radio, media cetak dan online.
“Kami berharap teman-teman wartawan menjadi perpanjangan tangan BKKBN dalam mencapai target penurunan angka stunting di Sumbar, tentunya dengan memberikan informasi dan edukasi melalui media masing-masing,” tutupnya.
Narasumber pada kegiatan ini ada dua orang yakni Ahli Gizi Denas Symon, Kepala Dinas Diskominfotik Sumbar Jasman Rizal dan moderator Ketua IPADI Sumbar Nurhasan Sah.