KLIKPOSITIF – Pada 30 November 2018, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menetapkan tiga lokasi situs alam yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat menjadi geopark(taman bumi) nasional. Ketiganya adalah Geopark Silokek, Geopark Sawahlunto, dan Geopark Ngarai Sianok-Maninjau.
Geopark Silokek menjadi satu-satunya di antara ketiganya yang tidak berada di wilayah Sesar Semangko, atau juga dikenal sebagai Patahan Besar Sumatra (The Great Sumatran Fault). Sesar Semangko membentuk Pegunungan Bukit Barisan sepanjang hampir 1.900 kilometer, membentang dari utara di Aceh hingga ke selatan di Teluk Semangka, Lampung.
Geopark Silokek meliputi kawasan seluas 130 ribu hektare atau 1.300 kilometer persegi di dua kecamatan yaitu Sumpur Kudus dan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Kawasan ini merupakan satu dari 66 objek wisata yang dikelola kabupaten, berjuluk Lansek Manih.
Julukan itu diambil dari lagu minang berjudul sama dan dipopulerkan oleh Elly Kasim era 1950-an. Pada salah satu liriknya, penyanyi legendaris Minang itu mengucapkan “Ko bukan sumbarang lansek, Sijunjuang lanseknyo manih”. Lansek atau langsat adalah buah sejenis duku dan rasanya manis serta menjadi ikon produk perkebunan dari Sijunjung.
Jarak Geopark Silokek sekitar 145 kilometer arah timur Kota Padang, dapat ditempuh selama empat jam perjalanan darat. Kalau dari Muaro Sijunjung, ibu kota kabupaten, jaraknya hanya 15 km saja.
Sejatinya, Silokek adalah nama sebuah nagari sejuk bersuhu 23-24 derajat Celcius karena ada di perbukitan, sekitar 200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas Nagari Silokek sekitar 1.918 ha dan masuk dalam Kecamatan Sijunjung. Mayoritas penduduknya adalah petani.
Geopark merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Inggris, yaitu geologydan park atau taman geologi dan lazim disebut pula sebagai taman bumi. Menurut Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 31 tahun 2021 tentang Penetapan Taman Bumi Nasional disebutkan, geopark adalah sebuah wilayah geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki situs warisan geologi (geosite) dan bentang alam yang bernilai. Juga terkait aspek warisan geologi (geoheritage), keragaman geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity).
Masih dalam Permen ESDM itu dikatakan, geopark dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan pemerintah daerah. Sehingga, dapat digunakan untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya. Taman bumi di Silokek adalah satu di antara 15 geopark nasional yang diakui oleh Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI).
Ada lima syarat ditetapkan KNGI bagi suatu geopark berkategori nasional, yakni unsur geologi dan bentang alam yang meliputi kawasan dengan bobot penilaian lima persen, lalu ada aspek geokonservasi (20 persen), serta warisan geologi dan budaya (10 persen). Selanjutnya, telah dikelola secara baik (25 persen), sudah ada pendidikan kepada masyarakat soal lingkungan geopark (15 persen), terpenuhinya unsur geowisata (15 persen), serta terbentuknya pembangunan ekonomi regional berkelanjutan (10 persen).
Taman Bumi Silokek memiliki 25 situs keragaman geologi, 12 situs keanekaragaman hayati, dan 17 situs keragaman budaya. Flora di tempat di antaranya padma raksasa raflesia, bunga bangkai raksasa atau suweg, dan jamur batang bersinar. Sedangkan faunanya juga beragam seperti harimau sumatra, tapir, kambing hutan, kucing hutan, landak, siamang, binturong, dan burung enggang.
Dilansir dari laman Indonesia.go.id,pemandangan alamnya sungguh mempesona dengan persawahan hijau luas membentang dan pepohonan khas tropis mencoba menutupi warisan geologi tersembunyi Geopark Silokek, yaitu bebatuan purba dari masa ratusan juta tahun lampau dan telah melewati tiga era dalam skala waktu geologi. Batuan tertua di sini seperti dikutip dari website resmi Geopark Silokek, terbentuk dari Era Paleozoikum, tepatnya pada periode Permian (299 juta-252 juta tahun lalu) dan Carboniferous (359 juta-299 juta tahun lampau).
Jenis batuan dari Era Paleozoikum dan Carboniferous adalah batu gamping, serpih, filit, dan bawah. Tak hanya itu, karena terdapat pula batuan dari Era Pertengahan dan terbentuk di masa Triassic hingga Jurassic dengan batuannya berupa metamorf seperti marmer, batu sabak, granit dan lainnya. Kemudian ada dari Era Kenozoikum berupa batuan sedimen yang mengendap di darat dan contohnya adalah batu bara yang banyak ditemui di sekitar Ombilin. Batu bara di Ombilin dengan cadangan 200 juta ton mulai ditambang sejak 1892 setelah diteliti oleh geolog Belanda Hendrik de Greve pada 1867.