PESSEL, KLIKPOSITIF– Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat menyoroti, selain deforestasi (penebangan) hutan, alih fungsi hutan karena tambang batu bara juga menjadi pemicu tingginya banjir yang terjadi di Ranah Ampek Hulu (Rahul) dan Basa Ampek Balai (BAB) Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan.
“Kalau dilihat dari kondisi kekinian, bukan hanya illegal logging saja yang menjadi faktornya. Tapi, juga andil Tambang Batu Bara yang beroperasi di sana,” Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sumatera Barat, Tommy Adam pada KLIKPOSITIF.
Berdasarkan data Walhi Sumbar, DAS Batang Tapan merupakan bagian kecil dari 200 ribu hektare DAS Inderapura. Sebagai sub DAS, saat ini hutan di hulu DAS telah dialih fungsi untuk areal usaha penambangan batu bara dan memicu lajunya erosi.
Bahkan selain batu bara aktivitas penambangan galian C juga memicu terjadi erosi. Setidak khusus Tambang Batu Bara, Walhi mencatat ada sebanyak 2 tambang batu bara dengan luas lahan dari 100 sampai 200 hektar di DAS hulu Tapan dengan beroperasi sejak 2018 lalu.
“Erat kaitannya kalau dikaitkan, aktivitas pertambangan batu bara yang ada di sana ternyata berkontribusi pada ahli fungsi lahan. Karena aktivitas tambangnya yang ada di hulu DAS,” jelasnya.
Lanjutnya, selain deforestasi dan ahli fungsi hutan, tambang galian C juga memicu terjadi erosi. Sebab, aktivitas galian C di Tapan terpantau banyak yang beroperasi di dekat sekitar hulu DAS dan mengakibatkan pendangkalan.
“Itu yang sebenarnya luput dari pemerintah. Karena kebiasaan kita sering menyebutkan hujan penyebab faktor banjir. Karena kita tidak serius melihat penyebabnya,” terangnya.
Saat ini, menurut Tommy Adam, mengatasi persoalan banjir di daerah itu Pemkab harus kembali mengkaji seluruh aspek untuk melakukan penanganan. Tidak soal pencegahan deforestasi saja, namun juga ahli fungsi hutan karena tambang.
Pasalnya, meski sudah memiliki izin resmi. Namun, tetap ada pengawasan dari pemerintah. Sebab, Pemerintah punya hak untuk mengawasinya, hingga menangguhkan izinnya dan mencabut jika melanggar.
“Itu yang sebenarnya luput dari pemerintah. Karena kebiasaan kita sering menyebutkan hujan penyebab faktor banjir. Karena kita tidak serius melihat penyebabnya,” terangnya .
“Karena prinsipnya pemerintah atau Pemkab Pessel atau Pemprov baik dinas kehutanan atau KPH yang ada di sana. Seharus memang sudah harus mengevaluasi seluruh perizinan-perizinan yang ada di sana,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat di Kecamatan Ranah Ampek Hulu (Rahul) Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat meminta pemerintah daerah setempat tidak setengah hati dalam mengatasi banjir. Sebab, banjir yang di wilayah itu sudah berulang kali terjadi dari tahun 2011.
“Tapi, kenyataan sampai saat ini hanya janji-janji saja. Pernah ada penanganan darurat, sebentar saja jebol,” ungkapnya pada KLIKPOSITIF.
Berdasarkan data diterima KLIKPOSITIF, banjir kembali melanda Kecamatan Rahul Tapan, Minggu 28 Maret 2021 malam dengan ketinggian air mencapai 80 cm hingga 1,5 meter. Selain Rahul, banjir juga terjadi Kecamatan Basa Ampek Balai (BAB) Tapan.
Berdasarkan data BPBD Pessel, banjir terparah terjadi di Rahul Tapan. Tercatat di Rahul Tapan merendam sebanyak empat nagari dan 901 rumah dengan total 3789 jiwa dan merendam 60 hektar lahan pertanian serta 44 lahan perkebunan warga. Sedangkan, di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, tercatat sebanyak enam nagari dengan total 230 kepala keluarga (KK) tanpa catatan lain.
Terpisah, tokoh masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat mengungkapkan, persoalan banjir di Ranah Ampek Hulu (Rahul) Tapan dikaitkan dengan marak penebangan hutan secara liar.
Pasalnya, selain diakibatkan karena pendangkalan sungai yang terjadi. Dugaan illegal logging di Tapan, juga menjadi ancaman serius dalam penanganan banjir.
“Penyebab bencana ini kuat dugaan akibat adanya aktivitas penebangan liar (illegal logging), terutama di Hutan TNKS yang sampai saat ini masih saya terima banyak terjadi,” ungkap Marwan Anas Anggota DPRD Pessel periode (2014-2019).
Menurutnya, saat ini untuk penebangan hutan harus dengan ditindak dengan ketegasan. Sebab, illegal logging umumnya dilakukan oleh oknum pemilik modal yang hanya memperkaya diri sendiri.
“Jadi harus ada ketegasan. Jangan, hanya tutup mata. Karena ini harus dicegah,” jelasnya.