Usai Merosot, Harga Minyak Dunia Perlahan Mulai Bangkit

Minyak menguat 44 sen menjadi USD74,36 per barel, setelah merosot hampir 2 persen pada sesi

Minyak

Minyak (net)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – Kekhawatiran tentang prospek konsumsi global yang rendah, memicu meningkatnya harga minyak dunia. Dilansir dari CNBC, Rabu (22/9/2021) minyak menguat 44 sen menjadi USD74,36 per barel, setelah merosot hampir 2 persen pada sesi Senin.

Sementara, kontrak minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) Oktober, yang berakhir pada Selasa, naik 27 sen menjadi menetap di posisi USD70,56 per barel, setelah anjlok 2,3 persen di sesi sebelumnya. Kontrak November yang lebih aktif meningkat 35 sen menjadi USD70,49 per barel.

Kontrak Brent dan WTI November sebelumnya melesat setingginya USD75,18 per barel dan USD71,48 per barel. “Tampaknya menjadi perdagangan yang sangat gugup hari ini (Selasa),” kata Phil Flynn, analis Price Futures di Chicago.

“Ada sedikit kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang dampak potensial dari permintaan ke depan.” Tambahnya.

Kantor berita TASS mengatakan Rusia meyakini permintaan minyak global mungkin tidak pulih ke puncaknya pada 2019 sebelum pandemi, karena keseimbangan energi bergeser. Namun, Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya termasuk Rusia (OPEC Plus) berjuang untuk memompa cukup minyak pada Agustus untuk memenuhi konsumsi saat ini ketika dunia pulih dari pandemi virus korona.

Sementara itu, investor di seluruh aset keuangan diguncang oleh dampak dari krisis China Evergrande yang memukul nilai aset di pasar berisiko seperti ekuitas. Pedagang khawatir hal itu dapat memicu efek domino di perusahaan-perusahaan besar yang didorong oleh utang China, dan efek rollover bearish bagi saham dan harga komoditas,” kata Nishant Bhushan, analis Rystad Energy.

“Namun, mengingat semua bank besar China dan lembaga pemberi pinjaman dikendalikan oleh pemerintah, ada secercah harapan di pasar bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mampu menghalau gelombang kejutan dari Evergrande.” Tambahnya.

Selain itu, Federal Reserve diperkirakan mulai memperketat kebijakan moneter, yang dapat mengurangi toleransi investor terhadap aset berisiko seperti minyak. Pembuat kebijakan The Fed memulai pertemuan dua hari pada Selasa. Produksi minyak AS masih belum pulih dari badai yang menghantam kawasan Pantai Teluk. Royal Dutch Shell, produsen minyak terbesar di Teluk Meksiko Amerika, Senin, mengatakan kerusakan fasilitas transfer offshore akibat Badai Ida akan memangkas produksi hingga awal tahun depan.

Sekitar 18 persen minyak Teluk AS dan 27 persen produksi gas alamnya tetap offline , Senin, lebih dari tiga minggu setelah Badai Ida menghujam. Persediaan minyak mentah, bensin, dan sulingan Amerika turun, pekan lalu, menurut narasumber pasar, mengutip angka American Petroleum Institute, Selasa, karena banyak pengilangan dan fasilitas pengeboran lepas pantai tetap tutup setelah Badai Ida.

Exit mobile version