Triwulan I 2023, Pendampingan ABH oleh Bapas Bukittinggi Meningkat

Pendampingan ABH oleh Bapas Bukittinggi Meningkat

Apel pagi usai libur nasional Idul Fitri pada Balai Pemasyarakatan Kelas II Bukittinggi, Rabu (26/04) dipimpin langsung oleh Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas II Bukittinggi Elfiandi.

Hayati Motor Padang

BUKITTINGGI, KLIKPOSITIF – Pendampingan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) pada Triwulan I tahun 2023, meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022.

Kepala Bapas Kelas II Bukittinggi, Elfiandi mengatakan, pada triwulan I tahun 2022, jumlah pendampingan ABH oleh Bapas Kelas II Bukittinggi berjumlah 22 orang ABH. Kemudian di periode yang sama tahun 2023, jumlah tersebut meningkat menjadi 32 orang ABH.

“Dilihat dari sudut pandang kualitas tindak pidana, jenis tindak pidana yang dilakukan ABH tidak terjadi peningkatan. Ada satu tindak pidana menonjol yang dilakukan ABH di wilayah kerja Polres Padang Panjang,” kata Elfiandi didampingi Kasubsi BKA, Aditya Maisa, usai apel pagi pasca-Cuti Bersama Idul Fitri 2023, Rabu (26/4/2023).

Lebih kanjut Elfiandi menyampaikan untuk persentase penghindaran anak dari pemidanaan dalam dua tahun terakhir makin optimal. Dalam catatan Bapas Kelas II Bukittinggi, terjadi optimalisasi penghindaran anak sepanjang tahun 2020 hingga akhir 2021.

Pada 2020, ABH yang terhindar dari pidana 31,6 persen dari 136 ABH. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2021 menjadi 43,4 persen dari 122 ABH yang didampingi Bapas Bukittinggi. Kemudian tahun 2022, jumlah penghindaran ABH dari pemenjaraan secara kuantitas semakin baik. “Dari 109 ABH, hanya 48 orang anak yang putusan pengadilan berakhir di penjara,” ujarnya.

Pada triwulan I 2023 ini, dari 32 orang ABH yang didampingi 14 orang diantaranya memenuhi syarat untuk dilaksanakan diversi, yakni penyelesaian perkara ABH di luar peradilan dengan konsep keadilan restoratif. “Tingkat keberhasilan diversi secara umum juga meningkat,” bebernya.

Menurut Elfiandi, ABH memang tak terhindarkan dari pemidanaan. Namun, UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengamanatkan pemidanaan adalah upaya terakhir untuk sanksi bagi ABH.

“Pemidanaan untuk anak adalah ultimum remidium bagi anak. Untuk itu, sebagai salah satu elemen strategis dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Bapas Kelas II Bukittinggi terus berupaya untuk menghindarkan ABH dari pemidanaan,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2022, sebut Elfiandi, dalam menjalankan tugas pendampingan ABH, Bapas Kelas II Bukittinggi mendapatkan 109 permintaan pendampingan. Dari jumlah tersebut, menurut Elfiandi 48 diantaranya berakhir dengan pemidanaan di LPKA Tanjung Pati.

“Pembinaan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) 4 orang, 16 orang kembali ke orang tua (AKOT) dan sisanya berhasil dalam pelaksanaan diversi (penanganan perkara di luar pengadilan),” jelas Elfiandi.

Ada syarat khusus mendapatkan upaya diversi ABH. Pertama, bukan pengulangan tindak pidana oleh ABH dan kedua dugaan tindak pidana yang dilakukan ABH ancaman pidananya tidak lebih dari 7 tahun. Pada triwulan I tahun 2023 ini hanya 14 orang ABH yang memenuhi syarat diversi.

“Jadi, dari 14 permintaan pendampingan diversi tersebut, hanya 2 pendampingan yang gagal dimediasi Bapas Bukittinggi sebagai wakil fasilitator diversi di wilayah kerja kami,” ujarnya.

Merujuk angka tersebut, tingkat keberhasilan diversi di Bapas Bukittinggi mencapai 89,5 persen di tahun 2020. Tahun 2022, dari 41 permintaan pendampingan 39 pendampingan ABH atau 96,1 persen yang memenuhi syarat diversi berhasil mencapai kesepakatan yang harus dipenuhi ABH dan menghindarkannya dari pemidanaan.

Pada triwulan I 2023, tingkat keberhasilan diversi relatif masih sama dengan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut, tidak lepas dari makin meningkatnya kesadaran Aparat Penegak Hukum (APH) lain yang menjadi fasilitator dalam upaya diversi.

“Kami dari Bapas Bukittinggi yang ujung tombaknya adalah Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai wakil fasilitator, sangat mengapresiasi dukungan dari pihak-pihak APH lainnya,” kata Elfiandi.

Sementara itu, Kasubsi BKA, Aditya Maisa, menambahkan bahwa Bapas Kelas II Bukittinggi juga terus berupaya untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah di 8 kabupaten dan kota wilayah kerja Bapas Bukittinggi. Diversi sebagai salah satu upaya penyelesaian pidana anak tetap mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada ABH.

“Menghindarkan ABH dari pemidanaan sebagai amanat dari UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjadi target kinerja dari Bapas Bukittinggi sebagaimana target kinerja dari Dirjen Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM,” beber Aditya. (*/rel)

Exit mobile version