PADANG, KLIKPOSITIF – Pemanfaatan kawasan karst harus memperhatikan keseimbangan antara fungsi dan pemanfaatan nilai atau potensi sehingga pengelolaannya dapat dilaksanakan secara baik dan terarah.
“Untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan pada kawasan karst ini, perlu dikaji keseimbangan antara fungsi dan pemanfaatan nilai atau potensinya,” kata Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Audy Joinaldy, Selasa, 6 Juli 2021.
Wagub mengatakan karst memiliki banyak fungsi antara lain fungsi ekologis yaitu penyimpan air, habitat dari biota seperti kelelawar, burung wallet, hingga ketahanan pangan.
Kawasan karst juga mempunyai fungsi ekonomis seperti kegiatan pertambangan, wisata, pertanian dan kehutanan serta fungsi sosial, budaya dan pendidikan.
Kajian yang telah dilakukan oleh P3E Sumatera bisa menjadi dasar pengelolaan ekosistem karst Sumbar sesuai zona yaitu zona lindung dan zona budidaya.
“Hendaknya kawasan Karst dapat dioptimalkan guna menunjang pembangunan berkelanjutan tetapi tetap mempertimbangkan beberapa hal,” ujarnya.
Pertimbangan itu diantaranya dengan tetap melestarikan fungsi hidrogeologi, proses geologi, flora fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya.
Kemudian tetap harus melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di Kawasan karst, meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitarnya serta meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera Amral Feri mengatakan kawasan batu gamping atau batu kapur merupakan ekosistem yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun.
Kawasan karst tersebut dapat berbentuk ornament goa (stalagtit-stalagmit), lubang/ponor, bukit, lembah, mata air, sungai bawah tanah dan lain-lain.
Sumbar memiliki kawasan karst namun tidak dalam satu hamparan besar tetapi tersebar di 16 (enam belas) Kabupaten/Kota. Luasannya mencapai 260.845 Ha. Kawasan terluas berada di Kabupaten Solok yaitu mencapai 51.025 Ha.
Pemanfaatan ekosistem karst yang ada di Sumbar antara lain untuk sumber air minum, air pertanian dan perkebunan, sumberdaya genetik, pariwisata dan pertambangan.
“Untuk pemanfaatan itu memang harus mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. Pemanfaatan skala besar harus memiliki analisis dampak lingkungan(Amdal), lebih kecil bisa Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL-UKL),” katanya.
Ke depan P3E akan mengkaji secara utuh dampak lingkungan yang dapat terjadi atas perubahan fungsi tersebut.