Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah, Potret Kebudayaan Minang di Tengah Deru Perkotaan

Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah di Kota Solok, Sumatra Barat.(Syafriadi/Klikpositif)

iklan hayati

Kota Solok, Klikpositif – Sebuah Rumah Gadang masih berdiri kokoh di jantung Kota Solok. Persis di depan lampu merah Simpang Denpal, Kelurahan Kampung Jawa. Hanya berbatas sebuah kedai dengan rumah dinas Wakil Wali Kota Solok. Namanya Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah, sesuai dengan nama pemiliknya.

Lingkungan Rumah Gadang dilingkari pagar besi dengan beberapa titik pintu masuk. Halamannya luas dengan rumput hijau, jejeran bunga beragam jenis lengkap dengan dua buah rangkiang. Rumah Gadang menghadap langsung ke Simpang Denpal, searah matahari terbenam.

Di samping Rumah Gadang, terdapat sebuah tempat duduk, dulunya rumah tabuh. Arsitekturnya masih bergaya rumah adat. Di sini, pengunjung bisa melapor langsung pada Nenek Ida. Anak sulung Hj. Siti Rasyidah yang menghuni sekaligus mengelola Rumah Gadang tersebut.

Keberadaan Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah seolah menjadi ikon kebudayaan Minang di tengah masyarakat Kota Solok. Tak jarang, Rumah Gadang itu dimanfaatkan untuk foto sebelum pernikahan atau prewedding hingga beragam acara bernuansa adat lainnya.

Dalam seminggu, sekitar belasan kunjungan diterima Nenek Ida. Keperluannya beragam, mulai dari sesi foto, pengambilan video, atau kunjungan studi. Bahkan ada juga yang memanfaatkan Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah sebagai lokasi turun untuk tradisi bararak atau arak-arakan.

“Biasanya, pengunjung datang untuk berfoto. Kita juga menyediakan pakaian adat Minang. Bahkan tak sedikit juga yang melakukan sesi foto prewedding di sini hingga untuk lokasi bararak,” tutur Nenek Ida di saat berbincang di sore Sabtu (28/1/2023).

Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah memang bukan rumah kaum. Rumah dengan ukiran bertema Alam Takambang Jadi Guru itu milik keluarga Hj. Siti Rasyidah. Pembangunannya dilakukan tahun 1978. Persis 44 tahun silam.

Awalnya, Rumah Gadang dengan 7 ruang itu hanya sebagai kediaman keluarga. Lambat laun, banyak yang datang untuk sekedar meminta izin berfoto. Lokasi rumah yang strategis dan desain yang kental dengan nuansa Minang menjadi daya tarik tersendiri.

Melihat kondisi itu, Nenek Ida kemudian bekerjasama dengan komunitas Sasolok untuk pengembangan Rumah Gadang sebagai destinasi wisata. Tak ada tarif tetap untuk bisa berfoto ria di lokasi, seikhlasnya saja.

“Ya, untuk kebersihan saja. Tidak ada tarif masuk atau lainnya. Kan kita perlu biaya untuk merawat rumput, bunga hingga merawat lingkungan agar tetap bersih dan asri,” terang nenek pensiunan Kemenkes itu.

Pusat Tradisi

Di masa senja Nenek Ida, ia ingin agar rumah gadang tersebut menjadi pusat kebudayaan Minang di Kota Solok. Beberapa waktu belakangan, Lingkungan Rumah Gadang dimanfaatkan sebagai lokasi sanggar seni budaya.

“Sudah aktif, nama sanggarnya Paringan Langkah. Pelatihnya langsung dari ISI Padang Panjang, kita ingin Rumah Gadang ini menjadi salah satu pusat Tradisi Minang,” Tutur Nenek Ida didampingi pegiat Komunitas Sasolok, Bayu.

Bersama Bayu, Nenek Ida menapak keinginannya untuk mengembangkan Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah sebagai destinasi wisata budaya. Tujuannya sederhana, memajukan tradisi dan budaya Kota Solok.

Di usianya yang sudah menginjak kepala delapan, Nenek Ida tetap ingin berkontribusi bagi daerah. Nenek Ida khawatir, generasi muda tak kenal lagi dengan adat serta seni tradisi Minang.

“Kalau mau dipakai untuk acara silahkan. Acara Uda uni, studi kebudayaan ataupun sekolah pemotretan budaya. Pemerintah daerah mau memanfaatkan juga boleh,” sebutnya.

Rumah Gadang Hj. Siti Rasyidah juga pernah didiami oleh tamu dari luar negri, seperti Belanda. Memang bukan dalam kunjungan khusus, tapi masih relasi dari keluarga. Setidaknya, kunjungan itu memperkenalkan adat dan budaya Minang pada tamu luar negri.

Exit mobile version