Solok, Klikpositif – Dosen program studi Agroteknologi, Fakutas Pertanian Universitas Mahaputra Muhammad Yamin memberikan pembinaan terhadap petani cabai di Nagari Paninggahan, Kabupaten Solok. Program Kemitraan Masyarakat (PKM) tersebut untuk menjawab beragam keluhan petani terhadap penyakit tanaman hingga mahalnya biaya produksi.
Program alih teknologi praktis tersebut diterapkan di kelompok tani Batu Tonggok dan Malereang Indah, Jorong Gando, Nagari Paninggahan. Pembinaan dan bimbingan tidak hanya dalam bentuk teori, namun juga praktik langsung di kebun percobaan.
Tim PKM Gaperta UMMY dipimpin Dr. Ir. Renfiyeni, M.P dengan anggota Ir. Mahmud, M.Si. Selain itu, pengabdian juga melibatkan dosen dan ahli bidang pertanian yakni Ir. Suyitno, M.P., Aulia Meyuliana, S.P., M.Biotek, Muharama Yora, S.P., M.Si dan Dewi Jayagma Ilham, S.P, M.P, serta mahasiswa program merdeka belajar.
Ketua PKM Faperta UMMY, Dr. Renfiyeni menjelaskan, saat ini banyak persoalan yang terjadi pada petani cabai. Mulai dari penyakit tanaman hingga biaya produksi yang mahal akibat ketergantungan pada bahan kimia. Ini menjadi permasalahan klasik yang kerap memicu kerugian pada petani.
“Hasil survey menunjukkan, sebagian besar pertanaman cabai petani di Nagari Paninggahan terserang penyakit Kuning Keriting. Tanaman yang terserang akan kerdil dan tidak dapat berproduksi dengan baik,” terangnya.
Selain ancaman penyakit, petani cabai juga dihadapkan dengan mahalnya ongkos produksi dengan penggunaan bahan-bahan kimia. Mulai dari pupuk, hingga racun atau pestisida dalam melawan hama penyakit.
Menurut Dr. Renfiyeni, sebetulnya ada perlakuan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit tanaman. Salah satunya dengan teknologi produksi organikp cabai tahan penyakit kuning keriting menggunakan Asam Salisilat, Eco Enzym dan Pupuk Organik Cair,” terangnya.
Asam salisilat merupakan senyawa yang dapat menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap serangan penyakit kuning keriting. Penyakit ini disebabkan oleh gemini virus atau dikenal dengan virus kuning keriting.
Sementara itu, Eco Enzym merupakan hasil fermentasi limbah sayur dan buah. Eco Enzym mengandung Asam Asetat (H3COOH) yang dapat membunuh kuman, virus dan bakteri. Enzyme Lipase, Tripsin, Amilase mampu membunuh /mencegah bakteri Patogen. Kemudian NO3 (Nitrat) dan CO3 sebagai nutrient bagi tanah.
Selain bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, Eco Enzym juga dapat dimanfaatkan sebagai insektisida, pembersih lantai, kloset, penjernih air, dan lain-lain. Di samping pemanfaatan Asam Salisilat dan Eco Enzyme, petani juga diajaran pembuatan pupuk organik cair dengan bahan POC darah sapi, urine sapi, titonia, tomat dan kulit pisang kepok.
“Jika ongkos produksi bisa ditekan, maka akan sangat menguntungkan petani. Selain itu, kita mengajak petani menghindari pemanfaatan pupuk dan pestisida kimia yang dapat merusak lingkungan,” tutupnya.
“Dengan adanya kebun percontohan, petani dapat melihat secara langsung teknik budidaya cabai yang baik sehingga dapat dengan mudah memahaminya dan menerapkan pada lahan pertaniannya. Kami melakukan pemantauan secara periodik sejak mulainya program dari Juli 2022 lalu,” tutupnya.
Kegiatan PKM tersebut didanai melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. PKM kerap dilakukan oleh dosen-dosen di Fakultas Pertanian UMMY Solok.