Penyidikan Dugaan Korupsi Pembangunan RSUD Pasaman Barat Terkesan Lambat

Penyidik Kejari diminta tidak abaikan hak-hak tersangka, terutama dalam mendapatkan kepastian hukum

Zulkifli, Penasehat Hukum mantan PPK NI

PADANG, KLIKPOSITIF — Proses penyidikan dugaan korupsi pembangunan RSUD Pasaman Barat direspon penasihat hukum salah satu tersangka.

Penyidik Kejari diminta tidak abaikan hak-hak tersangka, terutama dalam mendapatkan kepastian hukum.

Pasalnya, penyidikan perkara yang menarik perhatian banyak pihak dan disebut-sebut merugikan keuangan negara hingga Rp20 miliar itu terkesan lambat, meski para tersangka sudah ditahan sejak beberapa bulan lalu.

“Pada prinsipnya kami menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Kejari Pasaman Barat,” ujar Zulkifli, Penasehat Hukum mantan PPK, NI di Padang, Jumat (30/09/2022).

Hanya saja pihaknya meminta kejaksaan tidak membabi buta, dengan memperhatikan hak-hak para tersangka.

“Orang hukum tahu lah. Ada Asas Contante Justitie, asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit-belit dan untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar segera didapatkan kepastian hukum,” katanya.

Faktanya hingga saat ini penahanan kliennya dan tersangka lainnya sudah masuk kewenangan penuntut umum, dan wewenang penyidik untuk melakukan penahanan terhadap tersangka telah habis.

“Artinya ketika penuntut umum telah menggunakan kewenangannya untuk melakukan penahanan sudah dapat dikatakan berkas perkara telah lengkap dan siap untuk disidangkan. Sementara sampai saat ini sepengetahuan kami berkas perkara belum juga rampung. Ini yang kita dorong, agar prosesnya dipercepat, sehingga ada kepastian hukum untuk para tersangka,” urai Zulkifli.

Pengacara dari Kantor Hukum Raya Law Firm (RLF) ini enggan mengomentari sangkaan terhadap kliennya. Hanya saja ia tak yakin dengan jumlah kerugian negara yang disebutkan mencapai Rp20 miliar.

“Pagunya Rp134 miliar. Kalau kerugian negara Rp20 miliar, tentu ada gedung rumah sakit yang tidak selesai. Faktanya dilakukan PHO dan FHO,” tuturnya.

Ia mengakui penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejari Pasaman Barat menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Temuan BPK itu sekitar Rp6 miliar, itu pun sudah dicicil penyelesaiannya oleh mereka yang bertanggung jawab untuk itu,” ungkap Zulkifli.

Dengan demikian, menurutnya kerugian negara itu tak sebesar yang disebutkan pihak kejaksaan.

“Toh, tengah dihitung lagi oleh BPKP, biarlah masyarakat yang menilai,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman Barat, Ginanjar Cahya Permana yang dihubungi menjelaskan, kewenangan penahanan dalam proses penyidikan berdasarkan Pasal 24 Ayat 1 KUHAP dan pasal-pasal berikutnya adalah 120 hari dan saat ini masih dalam penahanan penyidik.

“Dan kami melakukan proses penyidikan sudah sangat profesional dan proporsional. Artinya penyidikan yang kami lakukan sudah sangat cepat progresnya mengingat banyaknya saksi yang tinggal di luar Provinsi Sumbar dan perkara ini termasuk cepat penanganannya mengingat ada 13 tersangka dalam kasus ini,” katanya.

Terkait dengan kerugian negara sebesar Rp20 miliar, pihaknya memperoleh angka itu berdasarkan hasil ahli teknis untuk menilai fisik di lapangan. “Ikuti saja prosesnya dan kami pastikan kami melaksanakan penyidikan sesuai dengan aturan,” tegas Ginanjar.

Hingga saat ini Kejaksaan Negeri Pasaman Barat telah menetapkan belasan tersangka dalam kasus pembangunan RSUD Pasaman Barat dengan pagu dana Rp134 miliar lebih.

Para tersangka itu diantaranya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial NI, penghubung atau pihak ketiga inisial HAM, Direktur PT MAM Energindo inisial AA, Penggunaan Anggaran kegiatan atau mantan Direktur RSUD yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) inisial Y, BS, HW dan Direktur Managemen Konstruksi inisial MY.

Kemudian empat panitia AS, LA, TA dan YE. Dari 11 tersangka itu 9 orang ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Polres Pasaman Barat.

Sedangkan dua orang tersangka inisial BS dan HW dibantarkan atau mendapat perawatan medis karena sakit.

Pihak Kejaksaan Negeri Pasaman Barat sebelumnya menjelaskan, pada kasus mega proyek itu juga ditemukan dugaan suap senilai Rp4,5 miliar, kerugian pembangunannya senilai Rp20 miliar lebih dan juga ditemukan kerugian dalam perencanaannya. (*)

Exit mobile version