PADANG, KLIKPOSITIF- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto menyerahkan sertifikat bagi masyarakat adat di Sumatra Barat.
Kunjungan Hadi Tjahjanto dalam rangka janji kepada para ninik mamak yang tergabung dalam Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) untuk menyerahkan secara langsung sertifikat.
Sertifikat yang diserahkan berupa tiga Sertifikat HPL atas nama Kerapatan Adat Nagari Sungayang yang di dalamnya terdiri dari empat suku, yaitu Suku Chaniago, Suku Piliang, Suku Kuti Anyir, dan Suku Mandailing. Dengan penggunaan untuk lahan pertanian seluas 107.714 m2.
“Penyerahan Sertifikat HPL ini bertujuan untuk melindungi eksistensi dan menjaga kepemilikan tanah masyarakat hukum adat,” ungkap Hadi, Selasa (10/10).
Sebagai pilot project, Menteri ATR/Kepala BPN menyerahkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) kepada Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sungayang, Kabupaten Tanah Datar.
Menteri menyebut ini adalah peristiwa istimewa karena untuk pertama kalinya negara memberikan sertifikat HPL kepada tanah ulayat masyarakat hukum adat.
“Negara melindungi dan memberikan jaminan hak atas tanah masyarakat hukum adat dan melindungi kelestarian tanah ulayat, sehingga tidak ada lagi mafia tanah yang bisa bermain-main di atas tanah ulayat,” tutur Menteri ATR/Kepala BPN.
Menteri Hadi mengucapkan terima kasih kepada Universitas Andalas yang telah menyelesaikan kaidah-kaidah hukumnya. Dengan sinergi dan kolaborasi ini permasalahan-permasalahan tanah adat bisa diselesaikan sebelum tahun 2024.
Sementara itu, Rektor Universitas Andalas Prof. Yuliandri mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang telah dilaksanakan dalam penelitian tentang pilot project Penatausahaan Tanah Ulayat di Sumbar, guna menindaklanjuti hasil inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat.
Pilot project penatausahaan tanah ulayat merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya pendaftaran bidang tanah ulayat yang sudah diketahui subyek, obyek dan hubungan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu harus dilihat pada sekurang-kurangnya tiga indikator terkait dengan keadaan tanah ulayat, yang meliputi pertama tanah ulayat tidak berada dalam Kawasan hutan, kedua tanah ulayat tidak masuk dalam peta pendaftaran hak atas tanah di kementerian ATR/BPN, Ketiga tanah ulayat bebas dari sengketa atau potensi yang menggiring masalah baik secara social maupun hukum.
Rektor Yuliandri bersyukur melalui kajian yang telah dilakukan maka kegiatan ini merupakan tindak lanjut yang kemudian dapat diambil manfaat optimal terkait dengan keberadaan tanah ulayat demi kepentingan anak kemenakan.
Ia berharap semoga kebijakan yang telah diambil oleh Kementerian ATR/BPN terutama dalam melindungi keberadaan tanah ulayat, senantiasa dapat dilanjutkan dan Universitas Andalas siap untuk melakukan berbagai kajian terkait untuk itu.