PADANG, KLIKPOSITIF — Jalan Permindo berada di dekat Pasar Raya Padang. Jalan sepanjang sekitar 335 meter itu pernah menjadi primadona oleh warga Padang. Kawasan Permindo dulunya digadang-gadang sebagai “Malioboro”nya Kota Padang.
Masih teringat dalam ingatan, kawasan Permindo dijadikan pusat kuliner setiap Sabtu malam. Pemerintah Kota Padang menyebutnya dengan “Padang Night Market”. Tempat warga menikmati kuliner sambil merasakan keramaian kota.
Sayangnya, keramaian malam di Permindo dengan suguhan kuliner dan musik itu hanya sebentar. Covid-19 menghentikan denyut nadi perekonomian dan hingar bingar malam di Permindo. Keramaian sekali sepekan kini telah berganti dengan ramainya pedagang kaki lima (PKL) di kawasan itu.
Memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk berdagang, Pemerintah Kota Padang menerbitkan Perwako Nomor 438 di tahun 2018 lalu. Perwako tentang PKL itu memfasilitasi pedagang kaki lima berjualan di sore hari. PKL di jalan Pasar Raya dibolehkan berdagang mulai pukul 15.00 WIB. Sementara, PKL di jalan Permindo berdagang mulai pukul 17.00 WIB.
Seiring perjalanan waktu, bangunan Fase VII di Pasar Raya selesai dibangun setelah sebelumnya rusak dihoyak gempa. Begitu bangunan itu selesai, seluruh pedagang di jalan Pasar Raya naik ke atas bangunan Fase VII. Sejak saat itu, PKL tidak lagi berjualan di badan jalan dan tidak lagi menjadi penyumbang kemacetan. Jalan Pasar Raya pun lapang dan lebih nyaman.
Selesainya bangunan Fase VII menjadi solusi atas kemacetan yang bertahun-tahun di Pasar Raya. Pemko Padang pun telah mencabut Perwako 438. Seiring dengan itu, Pemko menerbitkan Perda tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum. Praktis setelah itu PKL tidak lagi dibolehkan berdagang menggunakan badan jalan karena dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
Kondisi berbeda terlihat di jalan Permindo. PKL masih saja berjualan di badan jalan dari sore hingga malam hari. Kemacetan masih terus terjadi di kawasan itu. PKL kerap ditertibkan.
“Saya kalau lewat jalan Permindo sering terjebak macet, kalau mau keluar dari Pasar Raya pasti menghindari jalan Permindo,” ungkap Rani Masnita, seorang warga saat diwawancarai, kemarin.
Arif Kurniawan segendang sepenarian dengan Rani. Lelaki yang berdomisili di Siteba itu kerap mengeluh saat dirinya melewati jalan Permindo. Lelaki yang bekerja di salah satu perusahaan swasta itu berharap masalah kemacetan cepat teratasi.
“Tentunya kita ingin jalan Permindo bebas dari pedagang, sehingga bebas untuk dilalui pengendara,” harap Arif.
Masih banyaknya PKL yang berjualan di badan jalan dan selalu mengundang kemacetan itu ditanggapi Sosiolog Universitas Andalas, Dr Indraddin, S.Sos, M.Si. Akademisi FISIP Unand itu menilai, terbitnya Perda terbaru tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum mesti dipatuhi oleh PKL. Tidak ada lagi alasan para pedagang untuk tidak mau ditertibkan.
“Trotoar dan badan jalan otoritasnya ada di pemerintah, jadi tidak ada alasan pedagang untuk tidak bisa diatur, karena pedagang berjualan menggunakan badan jalan dan fasilitas umum,” katanya.
Apa yang dikatakan Sosiolog Unand itu memang ada benarnya. Sejak banyaknya pedagang yang berjualan memakan badan jalan, pembeli malas untuk datang ke kawasan ini. Karena harus bermacet-macet ria dan penuh tantangan untuk datang. Hal ini tentunya menjadikan kawasan Permindo kehilangan marwah dan gezahnya selama ini. Permindo yang dulunya menjadi primadona bagi siapa saja yang ingin berbelanja, kini haru mengurungkan niatnya untuk melewati maupun datang ke kawasan Permindo.
Sebenarnya, apabila jalan Permindo telah kosong dari PKL, marwah Permindo akan kembali menjadi “Malioboro”nya Kota Padang. Apalagi jika kawasan ini ditata dengan baik, menjadikan lokasi ini tidak saja sebagai tempat berbelanja. Akan tetapi juga menjadi tempat berwisata kuliner. Bila sudah begitu, wisatawan domestik maupun mancanegara akan tertarik untuk datang.
Pakar Pariwisata Indonesia, Sari Lenggogeni menilai, kawasan Permindo memang sempat ‘booming’ karena lokasi ini pernah menjadi pusat “Pasar Malam” yang didatangi wisatawan. Sari menyebut, Permindo mampu menjadi magis dan daya tarik bagi wisatawan domestik. Apalagi Padang, atau Sumatera Barat sangat dikenal dengan makanan atau kulinernya yang menggugah selera siapa.
“Padang dikenal dengan masakannya (kuliner), foodies (pecinta kuliner) akan mencari makanan jika datang ke Sumatera Barat,” ungkap akademisi yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sumatera Barat itu.
Sari Lenggogeni melihat, potensi jalan Permindo cukup besar, terutama sebagai lokasi jajanan kuliner khas lokal. Menurutnya, sudah saatnya Permindo dikelola sebagai lokasi “Food Street”. Apabila lokasi ini dijadikan “Food Street”, wisatawan akan datang ke lokasi ini pada malam hari untuk menikmati sajian kuliner. Tidak menjadikan macet jalanan, karena kawasan Permindo sekaligus menjadi kawasan bebas kendaraan (Car Free Day) di malam hari.
“Selain dapat membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD), keberadaan ‘Food Street’ akan ikut menumbuhkan UMKM,” jelasnya.
Sekarang tentu butuh kesadaran dari seluruh pihak. Boeh-boleh saja menjadikan kawasan ini ramai dan didatangi oleh siapa saja. Akan tetapi untuk mewujudkan itu semua perlu dukungan dari seluruh warga termasuk pedagang yang berjualan di lokasi ini. Semoga kawasan Permindo kembali seperti dulu lagi. (Rilis)