KLIKPOSITIF – Mahyeldi Ansyarullah berpasangan dengan Vasko Ruseimi berhasil meraih suara terbanyak pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 27 November 2024. Pasangan ini meraih suara sebanyak 1.757.612 atau 77,12%. Lawannya, Epyardi Asda yang berpasangan dengan Ekos Albar hanya meraih suara sebanyak 521.448 atau 22,8%.
Kenapa Epyardi-Ekos kalah telak di Pilgub Sumbar? Informasi yang berkembang di lapangan, banyak yang menebak-nebak (kemudian dijadikan pembenaran) bahwa kekalahan pasangan ini karena faktor Epyardi sendiri, terutama yang terkait dengan emosional.
Epyardi dinilai sebagai sosok yang sangat emosional. โDia terlalu sering menyerang personal lawan. Seharusnya pemimpin lebih ramah dan bertutur kata dengan baik dan sopan,โ ujar salah seorang pemilih, Ita.
Jejak digital sikap “emosional” Epyardi memang banyak menyebar, sehingga bahkan masyarakat awam pun mencatatnya. Mulai dari sebelum menjadi Bupati Solok hingga menjadi Calon Gubernur Sumbar pada 2024.
Saat menjadi calon Bupati Solok pada 2020, ia terlibat perseteruan dengan polisi dan Satpol PP. Epyardi membagikan sembako ketika itu, tetapi dilarang karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait virus Covid-19. Epyardi mengancam membubarkan Satpol PP jika terpilih menjadi bupati. Video Epyardi marah-marah ini kemudian viral.
Epyardi sempat juga terlihat emosional saat menghadapi puskesmas yang kosong dan PHK yang dilakukan Aqua saat sudah menjadi bupati. Lagi-lagi, marahnya Epyardi ini juga viral di media sosial.
Saat menjadi Calon Gubernur, Epyardi juga terlihat menyerang secara langsung lawannya yaitu Mahyeldi Ansyarullah. Salah satu narasi yang menyedot perhatian publik adalah saat Epyardi menyebut Mahyeldi hanya sekelas garin. Video ini memantik kritik kepada Epyardi.
Jejak berikutnya yaitu ketika mengikuti debat pasangan calon yang difasilitasi KPU pada 13 dan 20 November 2024. Pada debat tersebut, Epyardi beberapa kali menyerang secara personal.
Misalnya, Epyardi menanyakan kepada Mahyeldi terkait kenapa istri, adik, dan saudara Mahyeldi tidak lolos di Pileg? Ia membandingkan dengan keluarganya yang berhasil meloloskan anaknya ke DPR RI. Narasi yang disampaikan Epyardi ini memantik kritik tajam dan dianggap menyerang personal, salah satunya seperti terlihat di tayangan Tiktok ini (https://vt.tiktok.com/ZS6k929Jt/).
Beberapa video yang menunjukkan kemarahan Epyardi tersebut, pun lantas menghadirkan berbagai argumen di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya seperti terlihat di postingan akun kabarnagari (https://vt.tiktok.com/ZS6k5gv2d/).
Keterpilihan seseorang dianggap sebagai akumulasi dari banyak strategi, serta tidak bisa secara mutlak didefinisikan sebagai keberhasilan seseorang. Namun dalam kasus Epyardi, oleh banyak orang serangkaian jejak digital sikap emosinya memang kemudian dijadikan “pembenaran” terhadap kekalahannya di Pilgub Sumbar. Namun, benarkah demikian?
Direktur Classy Media Andika D. Khagen, menyebutkan, narasi soal kemarahan Epyardi tergambar saat dilakukan postingan yang terkait dengan Epyardi. “Jika kami posting Epyardi, netizen sangat reaktif yang cenderung ke arah negatif. Berbanding terbalik jika kami posting Mahyeldi, reaksinya cenderung netral,โ ujar Andika.
Ia mencontohkan saat postingan Epyardi menggunakan hak pilihnya di SMAN 1X Koto Singkarak. Postingan itu mendapat view 137k, dengan 1.060 like, dan 238 komentar. Hampir semua komentar dengan tone negatif. โNyaloan lilin awak, jan dipadaman lilin urang,โ kata salah satu komentar yang merujuk nasehat bahwa jangan menyerang lawan secara personal.
Sementara itu, riset Voxpol Center Research & Consulting pada 24 Oktober 2024 memberikan gambaran alasan seseorang menjatuhkan pilihan kepada salah satu calon.
Menurut CEO Voxpol Centre & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, alasan utama orang menjatuhkan pilihan adalah figur dibanding isu, program, atau kinerja. โJadi, Pilkada itu benar-benar pertarungan figur dan sosok ketokohan itu sendiri,โ ujarnya.
Mengungkapkan pandangan senada, Pengamat Politik Universitas Andalas, Prof Asrinaldi, mengatakan bahwa dalam Pilkada, perilaku politik menjadi hal yang berpengaruh ketika seseorang menentukan pilihan.
“Selain gagasan, program dan rencana kerja, siapa yang akan maju sangat penting diketahui oleh masyarakat, termasuk pada perbuatan/ tindakannya saat akan memimpin Sumbar. Bagi masyarakat Minang, memilih seorang pemimpin, ada tiga hal yang selalu diperhatikan, yakni tokoh, takah, tageh. (Takah adalah penampilan yang baik, Tageh yaitu ketegasan seorang pemimpin yang akan berhadapan dengan banyaknya pemikiran dan pilihan, serta ketokohan atau pengaruh),” katanya.
Di sisi lain, menurut Asrinaldi, dalam Pilkada 2024 saat bertanya kepada masyarakat soal pemilihan kepala daerah, maka tak semuanya juga memilih calon petahana. “Namun ketika pilihan lain jatuh kepada calon lain yang juga tidak baik menurut pemilih yang ingin berubah, maka pilihan akan tetap pada yang lama,” tuturnya.
Asrinaldi mengatakan, political impression bagi kita masih kuat, sehingga tiga hal tadi jadi patokan dalam memilih pemimpin. Selain itu, dia juga melihat bahwa jatidiri masyarakat Minangkabau yang berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) juga masih jadi pertimbangan.
“Derajat keislaman masih jadi acuan utama, tapi tidak masuk ke dalam politik praktis seperti kebanyakan, sehingga pemilih di Sumbar masuk ke dalam pemilih unik yang tak mudah ditebak,” paparnya.
Dengan demikian, jika mencermati banyaknya pendapat atau komentar yang “menebak” atau menduga bahkan meyakini bahwa kekalahan Epyardi Asda pada Pilkada 2024 dikarenakan sosoknya sebagai tokoh yang tidak ramah, maka beberapa pandangan dari pengamat dan pakar tampaknya mendukung kseimpulan tersebut.
Meski demikian, masyarakat semestinya juga tidak gampang terseret opini atau kesimpulan yang belum jelas, apalagi jika dilontarkan oleh netizen yang tidak jelas identitasnya. Kita haruslah selalu mengikuti informasi dari sumber-sumber terpercaya, baik itu dari lembaga resmi, media terverifikasi, atau analisis dari pakar/pengamat yang benar-benar kompeten dan independen.