PADANG, KLIKPOSITIF- Membukukan sejarah Kubuang Tigobaleh merupakan bagian dari cara Pemprov Sumbar untuk merawat dan menghidupkan kembali kearifan lokal agar generasi muda di Kabupaten Solok dan Kota Solok memahami jati dirinya.
Minangkabau ditempati masyarakat yang majemuk. Berbagai ritual adat dan tradisi adalah bukti kemajemukan itu sendiri. Kubuang Tigobaleh ini juga bagian dari kemajemukan itu.
โIni harus terus dijaga dan diwariskan kepada generasi muda. Salah satu caranya dijadikan buku, agar kelak anak cucu kita mengerti dan memahami sejarah Kubuang Tigobaleh ini,โ kata Gubernur Sumbar dalam sambutannya yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Gemala Ranti, pada pembukaan Forum Group Discussion membedah dan merampungkan pembuatan buku Kubuang Tigobaleh, di Gedung Kubuang Tigobaleh, Kota Solok, Jumat (17/12).
Merawat dan menghidupkan kembali kearifan lokal sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan memperkaya keberagaman budaya.
Disebutkannya, dalam sebuah buku terbitan Balai Pustaka karya Iljas Dt Madjo Kajo, wilayah Kubuang Tigobaleh adalah Singkarak, Saniangbaka, Leretan Kayu Merunduk, Kasik dan Sumani, Kumur Kecil dan Kumur Gadang, Hulu Imang dan Betung Guguk, sampai selingkaran Gunung Talang, yaitu Teluk Tanjung Paku, Tandikat Padang Gelundi, terus ke Solok, Selayo, Koto Baru, Gaung dan Panyakalan, Kinari dan Muara Panas, Cupak dan Gantung Ciri, Koto Anau dan Limo Lunggo, Talang Telaga Dadap, Guguk dan Si Jawi Jawi.
Sementara itu, Kabid Sejarah Adat dan Nilai-nilai Tradisi, Fadhli Junaidi SSTP mewakili Kepala Disbud Sumbar mengatakan, peserta diskusi terdiri atas niniak mamak, tokoh adat, bundo kanduang, alim ulama, dan tokoh masyarakat Kabupaten Solok dan Kota Solok. Kemudian hadir para peneliti yang terlibat dalam penyusunan buku tersebut yakni Prof Dr rer Soz Nursyirwan Effendi, Dr Wannofri Samry MHum, Dr (cand) MA Dalamenda MSi, H Daswippetra SE MSi, Dt Manjinjiang Alam, dan Buya Zuari Abdullah.
โTujuan utama dari FGD tersebut adalah untuk menampung gagasan dan kritikan dari para pemangku adat, untuk memaksimalkan penelitian sejarah Kubuang Tigobaleh menjadi sebuah buku. Penelitian lapangan buku ini melibatkan 75 mahasiswa Universitas Andalas. Mereka turun langsung ke 74 nagari di Kabupaten Solok dan 1 Nagari Solok,โ ujar Fadhli.
Pembuatan buku sejarah Kubuang Tigobaleh berdasarkan Keputusan Gubernur Sumbar Nomor: 433โ927โ2021 bekerja sama dengan Anggota DPRD Sumbar. Salah satu fungsi buku Kubuang Tigobaleh ini adalah untuk mengenalkan kembali budaya dan kearifan lokal daerah di Sumbar kepada generasi muda. Sebab, banyak kaum muda hari ini yang tak mengerti dengan kearifan lokalnya sendiri.
Salah seorang peserta diskusi, IM Datuk Putieh menyebutkan bahwa wilayah Kubuang Tigo Baleh identik dengan Solok. Dia mengutip seorang budayawan Chaniago HR (1984) bahwa geografis Kubuang Tigobaleh dalam cerita lama adalah laut Sumpu/Danau Singkarak dengan laut Talago Puro. Danau Di Baruh dan Danau Di Bawah serta Laut Talago gadang/Laut nan Sadidih atau Samudra Indonesia. Sebutan lainnya, Kubuang Tigo baleh juga mengacu pada Solok-Selayo sebagai induk Kubung Tigo Baleh.
โSemoga kehadiran buku ini menambah khazanah pengetahuan tentang kebudayaan dan masyarakat Kubuang Tigobaleh di Minangkabau. Sasaran utamanya tentu saja generasi muda, bagaimana kelak mereka mengenal jati diri sesuai dengan kearifan lokal di masing-masing daerah Minangkabau,โ katanya.
Peneliti buku sejarah Kubuang Tigobaleh, MA Dalmenda mengatakan, diskusi ini bagian dari masukan dan menyempurnakan pembuatan buku sejarah.
โSaran, ide, gagasan dan kritik dari tokoh adat, tokoh masyarakat, kami himpun untuk menyempurnakan isi buku ini. Semoga buku ini berfungsi baik bagi generasi kita di masa mendatang,โ kata dosen Ilmu Komunikasi Unand itu.