SOLSEL, KLIKPOSITIF – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun menjadikan setiap orang harus mampu berkreasi dan berinovasi agar kebutuhan pokok tetap bisa terpenuhi.
Seperti yang dilakukan warga Jorong Padang Aro Rafit Amelindo (39). Bekerja serabutan membuat dirinya kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga.
Pada diawal tahun 2020 saat berada di Medan Sumatera Utara, Rafit dihubungi oleh anggota DPRD Solok Selatan David Taster agar meluangkan waktu untuk mempelajari cara budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF) kepada salah satu kenalan dari Anggota DPRD tersebut.
“Saat Pak Dewan David Taster menelpon saya bingung karena tujuan ke Medan kan bekerja, tetapi diminta untuk belajar, biayanya dari mana, tapi syukur Pak Dewan tanggap dengan semua itu,” kata Rafit
Dia melanjutkan atas support dari David Taster dirinya bertahan untuk bisa mendapatkan pengetahuan secara lengkap dalam usaha budidaya Maggot.
“Kalau Saya waktu itu belajarnya selama dua bulan, Telur dan pulpa maggot dibeli, tetapi kalau ada masyarakat kita yang berminat, saya siap membagi ilmunya serta calon indukan maggot secara gratis,” katanya.
Menurutnya, Maggot BSF merupakan inovasi yang menggembirakan dan menguntungkan bagi para peternak, petani, dan masyarakat secara luas.
“Kan, Maggot BSF bisa dimanfaatkan sebagai pakan ikan dan ternak unggas. Karena menggunakan Maggot Bisa menekan biaya pakan yang terus naik, kandungan nutrisi yang tinggi pada maggot bisa mempercepat kenaikan bobot ikan ataupun ternak ayam”, katanya
Dia melanjutkan Maggot BSF bisa membantu permasalahan sampah organik serta bau yang ditimbulkannya, dan bagi peternak unggas akan merasakan manfaat berlipat ganda. Perkiraan, sekitar 750 kg maggot BSF bisa mengurai sekitar dua ton sampah organik hanya dalam waktu 2-3 minggu.
“Kami saat ini karena masih berskala kecil baru bisa memanfaatkan sampah organik dari tetangga sekitar, jika kurang, sebagian sampah organik ada juga yang dijemput ke Pasar Padang Aro,” jelasnya.
Menurutnya usaha budidaya maggot salah satu alternatif usaha yang menjanjikan sebab masa panennya relatif cepat, hanya sekitar 15 hari.
Dia menambahkan Budidaya maggot cukup mudah dan biayanya murah, tidak memerlukan teknologi yang canggih dan tidak memakan banyak biaya sehingga setiap orang bisa melakukannya.
“Bagi masyarakat jangan bayangkan maggot sebagai ulat yang menjijikan, sebab walaupun lalat, Maggot BSF tidak hinggap di sampah dan tidak membawa penyakit. Karena maggot BSF berbeda dengan ulat belatung lalat hijau dan lalat hitam yang menyebabkan penyakit,” katanya.
Terakhir imbuhnya, dengan maggot BSF meskipun berada di rumah dan dekat dengan keluarga tetap bisa memenuhi kebutuhan bahkan lebih dari itu.
“Saat ini permintaan maggot cukup banyak, baik dari pemilik kolam ikan maupun peternak ayam, harganya meskipun di bawah, tetapi kita masih untung”, ujarnya.
Anggota DPRD Solsel David Taster membenarkan ide usaha budidaya maggot BSF yang digeluti Rafit tersebut memang berawal darinya.
Dia mengatakan pertama kali melihat maggot saat berkunjung ke Pulau Jawa beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu dirinya selalu kepikiran dan mencari seseorang yang mau menekuni budidaya maggot.
“Masyarakat kita, rata-rata kan alergi terhadap ulat, jadi tidak mudah untuk mengedukasinya, butuh seseorang berkorban dan mau menekuni budidaya maggot, jika berhasil baru masyarakat kita mengikuti,” katanya.
Dia melanjutkan, masalah sampah organik serta bau yang ditimbulkannya adalah masalah klasik yang harus diatasi.
Dengan maggot imbuhnya, masalah sampah organik bisa teratasi, ekonomi masyarakat juga bisa tumbuh baik melalui budidaya maggot maupun peternakan unggas dan ikan.
“Jika setiap kelompok masyarakat, misalnya setiap 10 keluarga membudidayakan maggot ,masalah sampah organik akan teratasi, nah artinya setelah itu kita cukup memikirkan bagaimana mengatasi sampah an organik,” harapnya.