KLIKPOSITIF – Dalam kondisi ekstrem karena pergantian musim atau cuaca ternyata bisa memicu suatu jenis depresi. Kondisi ini disebut dengan depresi musiman atau seasonal depression.
Depresi musiman atau seasonal depression adalah jenis depresi ringan terkait dengan perubahan musim. Nama lain dari kondisi ini adalah seasonal affective disorder (SAD). Kondisi ini biasanya dimulai dan berakhir pada waktu yang sama setiap tahun. Gangguan mental ini umum terjadi di negara dengan empat musim. Namun, tetap ada kemungkinan kondisi ini terjadi pada negara yang memiliki dua musim, seperti Indonesia.
Para ahli belum mengetahui secara pasti apa penyebab depresi jenis ini. Diduga, seasonal depression muncul akibat kurangnya paparan terhadap sinar matahari. Dilansir dari laman Cleveland Clinic, berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab depresi musiman atau seasonal affective disorder ini.
Perubahan jam biologis: Ketika tubuh tidak mendapat sinar matahari yang cukup, jam biologis manusia dapat berubah. Hal ini bisa berpengaruh pada jam tidur, suasana hati, sertam hormon. Ketidakseimbangan zat kimia otak: Senyawa kimia pada otak yang disebut dengan neurotransmitter berkomunikasi melalui saraf. Salah satu senyawa kimia tersebut adalah serotonin, yaitu senyawa yang berpengaruh pada perasaan bahagia.
Produksi serotonin dapat berkurang akibatnya minimnya paparan terhadap sinar matahari sehingga suasana hati pun memburuk. Kekurangan vitamin D: Serotonin juga mendapat suntikan tenaga dari vitamin D. Karena produksi vitamin D dibantu oleh cahaya matahari, hal ini berpotensi menyebabkan depresi musiman, terutama di musim hujan atau musim dingin. Lonjakan melatonin: Melatonin adalah senyawa yang memengaruhi pola tidur manusia.
Kurangnya cahaya matahari dapat merangsang produksi melatonin berlebih dalam tubuh. Ini yang mungkin menyebabkan rasa malas dan mengantuk selama musim dingin. Siapa saja bisa terkena depresi musiman. Namun, kondisi ini diduga lebih mungkin terjadi jika Anda memiliki salah satu atau beberapa faktor risiko di bawah ini.
Memiliki kelainan mental lain, seperti depresi atau gangguan bipolar.
Memiliki anggota keluarga yang mengidap masalah mental, seperti depresi atau skizofrenia.
Tinggal di dataran tinggi, seperti Alaska atau New England.
Tinggal di daerah atau negara yang jauh dari garis khatulistiwa.