Solok, Klikpositif – Ketua DPRD Kabupaten Solok kembali menyita perhatian publik. Beredar luas video Dodi Hendra yang sempat menunjukkan pisau saat memimpin pelaksanaan sidang paripurna pada Kamis (28/3/2024) lalu.
Usai beredarnya video tersebut, Dodi Hendra kemudian menyampaikan klarifikasi soal alasannya membawa senjata tajam. Dodi mengaku membawa sajam bukan untuk menakuti namun hanya menjaga keselamatan diri pasca peristiwa pengrusakan di kantor DPRD beberapa waktu lalu.
Dalam video klarifikasinya di Tiktok, Dodi Hendra menduga, peristiwa mengamuknya oknum masyarakat di gedung DPRD itu merupakan suruhan untuk menggagalkan sidang interpelasi DPRD terhadap Bupati Solok.
“Ada dugaan lebih kurang Rp10 miliar aset negara diambil atau diluluhkan untuk wisata pribadi beliau. Pasca interpelasi dari fraksi-fraksi itu datanglah preman mengamuk dan sudah kami adukan ke Polda,” terang Dodi.
Menurutnya, pengamanan di DPRD sudah tidak ada. Jika memang ada pengamanan, tentu kalau ada orang yang mengamuk seperti yang terjadi tidak dibiarkan masuk ke ruang sidang.
“Daripada kami mati konyol, tentu kami membawa senjata ke dalam sidang. Dan anehnya lagi, tiba-tiba sekwan damai dengan orang tersebut. Kenapa damai, tentu ada dalang di balik peristiwa itu,” terangnya.
Menanggapi video klarifikasi itu, juru bicara Pemkab Solok, Syafriwal dalam rilisnya menyebutkan ada beberapa pernyataan Ketua DPRD Dodi Hendra yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Menurut Syafriwal, gagalnya agenda sidang interpelasi pada tanggal 9 Januari 2024 tidak ada kaitan dengan mengamuknya seorang warga di ruang sidang. Hal ini dikarenakan pada saat terjadi peristiwa tersebut ruang sidang paripurna DPRD dalam keadaan kosong (tidak ada aktivitas).
“Sebagaimana keterangan dan konfirmasi dari Sekretaris DPRD Kabupaten Solok. Warga tersebut datang pada pukul 11.45 WIB, sedangkan dari pagi tidak ada satupun pimpinan dan anggota DPRD yang ada di ruang sidang,” tulisnya.
Ia menjelaskan, warga yang mengamuk di ruang sidang dipicu rasa kecewa dan marah kepada Ketua DPRD atas dugaan perkosaan. Ketua DPRD seharusnya menjadi panutan, mengayomi dan melindungi warganya, dan salah satu warga yang mengamuk adalah paman korban.
“Jika disimpulkan dari awal, sidang paripurna hak interpelasi tidak pernah mencapai kuorum, dan pada saat pengambilan keputusan hak angket justru tak satupun Pimpinan dan Anggota DPRD hadir dalam sidang,” tambahnya.
Terkait pernyataan Ketua DPRD yang menyebut adanya dugaan Rp10 miliar aset negara diambil atau diluluhkan untuk wisata pribadi adalah tidak benar. Tidak ada aset Pemerintah Daerah Kabupaten Solok yang berada dalam kawasan Objek Wisata Bukit Cambai (Cambai Hill).
Syafriwal menegaskan, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya satu pun aset bangunan maupun tanah yang berada di Kawasan Wisata Bukit Cambai yang tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemerintah Kabupaten Solok.
Kondisi itu dipertegas dipertegas dengan surat keterangan/penjelasan dari BKD melalui surat Nomor : 900/251/BKD-2023 dan Kepala Bidang Barang Milik Daerah/Aset Kabupaten Solok. Di mana dinyatakan tanah dan bangunan yang berada dalam Kawasan Wisata Bukit Cambai tidak tercatat pada kartu inventaris barang sebagai BMD Kabupaten Solok. Ini berarti bahwa tidak ada tanah dan bangunan di kawasan Bukit Cambai milik Pemda Kabupaten Solok.
“Tidak ada APBD yang dipergunakan untuk pembangunan objek wisata Bukit Cambai, hal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen APBD Tahun 2021 sampai dengan saat ini. Jadi pernyataan aset negara yang diambil dan diluluhkan tersebut adalah tidak benar dan mengada-ngada,” tegasnya.
Syafriwal juga menjelaskan, terkait dengan Objek wisata Bukit Cambai, Dodi Hendra telah melaporkan ke APH. Dari gelar perkara di Polda, tidak ditemukan unsur pidana, begitu juga dari gelar perkara di Kajati Sumbar, tidak ditemukan perbuatan pidana.
Kemudian, dari hasil gugatan di Pengadilan Negeri Koto Baru, juga dinyatakan gugatan pengguggat tidak dapat diterima (ditolak) dan putusan ini telah memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga semua aduan yang dituduhkan tidak terbukti.
“Kemudian, dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Tim Auditor Itjen Kemendagri, Tim menyatakan pengaduan yang dituduhkan Dodi Hendra tidak terbukti, bahkan Tim Auditor Itjen Kemendagri menyayangkan ada laporan seperti ini dan setelah ditinjau ke lapangan ternyata laporan tersebut tidak benar,” tutupnya.
Dalam rilisnya, Pemkab Solok juga menyatakan, oknum warga yang melakukan pengruskan tersebut sudah meminta maaf kepada Sekretaris DPRD selaku Pengguna BMD di Sekretariat DPRD. Menurutnya sudah sewajarnya Sekretaris DPRD mengambil kebijakan damai dengan warga tersebut yang telah menyadari kekhilafannya.
Terkait dengan situasi gedung DPRD saat ini, Kasat Pol PP Kabupaten Solok Elafki menyebutkan, setiap saat ada satuan pengamanan yang bertugas menjaga keamanan lingkungan DPRD 24 jam.
Dan apabila ada acara khusus di DPRD akan ada penambahan personil dari Satpol PP untuk pengamanan kegiatan. Tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan penggeledahan ke depannya. Mana tahu masih ada saja yang membawa senjata tajam ke dalam ruang sidang.
“Jadi tidak benar kondisi gedung DPRD tidak aman. Tidak perlu Ketua DPRD membawa senjata tajam ke ruang sidang,” terang Syafriwal.
Ia menegaskan, sikap Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra membawa senjata tajam ke ruang sidang akan menebar ketakutan kepada ASN dan tamu undangan yang hadir dalam sidang tersebut, termasuk dugaan ancaman kepada Kepala Daerah, dalam hal ini Bupati Solok, Epyardi Asda.
Terkait renovasi rumah dinas ketua DPRD pada awal Dodi Hendra menjabat, kegiatan tersebut tidak pernah dianggarkan dalam DPA Sekretariat DPRD maupun DPA SKPD Kabupaten solok lainnya.
“Setelah pekerjaan selesai, rekanan menagih pembayaran pekerjaan tersebut ke Sekretariat DPRD dan BKD Kabupaten Solok. Tentunya Sekretariat DPRD dan BKD tidak bisa membayar pekerjaan tersebut karena tidak ada dalam DPA,” tutupnya.