KLIKPOSITIF – Ketua Partai Demokrat Sumatera Barat Ir. H. Mulyadi sedang diliputi rasa duka mendalam. Anggota DPR-RI tiga periode sekaligus Calon Gubernur Sumatera Barat 2020 itu kehilangan ibunda tercinta yang berpulang ke Rahmatullah yaitu Hj Saemar (89 tahun) pada Rabu tanggal 5 Mei bertepatan 23 Ramadhan 1442 H pukul 3.55 WIB subuh di RS Djamil Padang. Almarhumah dimakamkan dihari yang sama di Bukit Apit, Kota Bukittinggi.
Ratusan karangan bunga sebagai ucapan belasungkawa atas kabar duka itu datang dari berbagai tokoh nasional dan tokoh Sumbar. Tampak karangan bunga dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY, juga dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumbar Irjen Pol Toni Harmanto, dari sejumlah Anggota DPR-RI dan sejumlah Kepala Daerah mulai dari Wakil Gubernur dan Bupati/Walikota serta Pimpinan dan Anggota DPRD Prov/Kab/Kota Se Sumatera Barat.
Dari deretan karangan bunga ungkapan duka cita yang terlihat di rumah duka di Bukit Apit Bukittinggi itu juga datang dari tokoh-tokoh informal dan pimpinan perusahaan serta dari kader dan Keluarga Besar Partai Demokrat se Sumbar.
Ditemui di Bukittinggi hari Jum'at (7/5) dua hari setelah kepergian ibunda tercintanya, Mulyadi masih dengan raut muka kesedihan menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas doa dan ucapan belasungkawa yang disampaikan, baik melalui pesan singkat WhatsApp, Facebook dan karangan bunga, atau yang disampaikan secara langsung ke rumah duka.
“Semoga Ibunda kami yang tercinta diterima amal ibadahnya dan diampuni seluruh dosanya serta mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Aamiin YRA,” ujar Mulyadi lagi.
Ketika ditanyakan peran ibu dalam kehidupannya, Mulyadi terdiam sejenak. Dengan mata berkaca-kaca Mulyadi mengatakan bahwa sosok
Ibu sangat sentral dalam kehidupannya. “Tidak akan pernah saya bisa membalas jasa Ibunda dan selalu terbayang dalam benak saya bagaimana Ibunda mencari nafkah untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya,” kata Mulyadi.
Ibunda Hj. Saemar dalam masa mudanya bekerja dari pagi hingga Maghrib yaitu berjualan kopi (sabuak) dan kerupuk kulit (karupuak jangek) di Pasar Lereng Bukittinggi. Almarhumah tak sedikitpun merasa lelah berjualan di bawah panas terik matahari.
Sementara bapak dari Mulyadi hanya seorang pensiunan veteran. Kedua orang tua inilah yang menjalani mencari nafkah setiap hari demi menghidupi ketiga anaknya.
“Saya tidak akan pernah lupa ketika SMA dan kuliah di Bandung dimana setiap bulan mengambil uang kiriman Ibunda melalui Wesel Pos,” ujar Mulyadi mengenang masa mudanya.
Begitupun kenangan Mulyadi bersama kedua orangtuanya ketika mereka pergi naik haji. “Alhamdulillah dalam menunaikan rangkaian ibadah haji selalu mendapat kemudahan, meskipun pada saat itu usia Ibunda sudah 70 tahun,” kenang Mulyadi saat ke Baitullah.
Kebanggaan Mulyadi memilki sosok Ibu adalah pekerja yang ulet, taat beribadah dan tidak pernah mengeluh. Hal ini sering disampaikan Mulyadi kepada anak-anaknya sebagai sebuah teladan yang perlu ditiru dalam kehidupan.