KLIKPOSITIF – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA menyerukan perlunya kerjasama berbagai komponen masyarakat, baik di Indonesia maupun dunia, dalam melawan dan mengkoreksi Islamophobia (prasangka dan framing negatif, kebencian, permusuhan terhadap Islam dan muslim).
“Mengapa dibutuhkan kerjasama global? Karena sejatinya “Islamophobia” tidak hanya menerpa kepada agama Islam. Tapi, ini merupakan salah satu pintu masuk upaya menghancurkan Agama dan nilai-nilai moral. Akhlak, berkeluarga yang benar sesuai ajaran Agama, dan relijiusitas masyarakat secara umum. Untuk diganti dengan nilai agnotisisme (anti Agama), atheisme (anti Tuhan), hedonisme, permisivisme, perilaku menyimpang LGBT, yang semuanya jauh dari nilai-nilai Agama, Ketuhanan, Ethika dan Kemanusiaan yang berkeadaban,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Hidayat kala dirinya tampil sebagai salah satu pembicara dalam Webinar Internasional tentang Islamophobia. Webinra tersebut diselenggarakan oleh Universitas Islam As Syafi'iyah bekerja sama dengan Ikatan Dai Indonesia (IKADI). Dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bekasi secara online, beberapa hari lalu.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan, Islam merupakan Agama pembawa rahmat. Sementara umat Islam yang berupaya memegang teguh ajaran agamanya malah mendapat tuduhan yang memojokkan. Seperti terorisme dan radikalisme. Bahkan umat Islam juga menjadi sasaran tembak dari pengusung ideologi Islamophobia dan ideologi lainnya yang ingin menjauhkan masyarakat dari Agama Islam dan dari komunitas beragama Islam tersebut.
Hidayat memberi contoh, setelah gagal menghantam dengan isu terorisme, radikalisme, dan intoleran, kemudian dipopulerkanlah gerakan “Islamophobia” menjadi gerakan trans nasional pasca peristiwa 11 September di Amerika Serikat. Namun, upaya itupun tak kunjung membuahkan. Buktinya, umat muslim di Amerika Serikat justru berkembang, dan diterima masyarakat. Realitanya, upaya mereka ikut berkiprah membangun negara Amerika Serikat, mendapatkan dukungan yang signifikan.
“Makin banyak anggota Kongres Amerika yang beragama Islam. Ada juga beberapa walikota muslim. Bahkan, ada satu kota di Negara Bagian Michigan, Kota Hamtramck yang mayoritas penduduknya dan dewan kotanya adalah muslim. Jumlah Umat Islam dan Masjidnya juga meningkat pesat,” jelasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, orientasi dari pengusung Islamophobia sejatinya adalah ingin menghancurkan nilai-nilai moralitas, akhlak, keTuhanan. Juga nilai kesusilaan, dan kekeluargaan yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, ketika berbicara terkait Islamophobia, HNW mengatakan bahwa umat muslim dan umat beragama lain perlu melihat persoalan ini secara utuh, bukan “Islam”'saja yang ditarget. Tapi semua Agama dan Umat beragama yang mementingkan moral, komitmen beragama, menjaga institusi keluarga, menolak agnotisisme, atheisme, permissifisme, hedonisme, dan penyimpangan LGBT.
“Umat Islam seharusnya tidak memposisikan bahwa masalah Islamophobia ini hanya masalah internal umat Muslim saja. Namun, perlu menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok agama lain untuk mengukuhkan nilai relijiusitas di masyarakat. Dan menyelamatkan masa depan peradaban dan kemanusiaan. Karena tidak ada agama yang ajarkan bahwa nilai-nilai agama yang berisi ajaran moralitas yang luhur perlu diframing negatif, apalagi dihilangkan dari masyarakat. Realitanya, Islam justru mengajarkan soal Rahmatan lil alamin,” tambahnya.
Upaya untuk menghadap Islamophobia, ini kata HNW sejatinya bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam Internasional seperti OIC yang menghimpun Negara-negara mayoritas penduduknya beragama Islam. Juga Moslem World League yang menghimpun Ormas serta tokoh Muslim sedunia. Kedua lembaga yang sudah menandatangani MoU untuk bekerjasama atasi masalah Islamophobia. Penting untuk memaksimalkan potensi strategis dan power yang dimilikinya terhubung dengan negara-negara dan Komunitas ditingkat Global. Tetapi juga setiap individu muslim, baik itu disadari atau tidak, bila seorang Muslim menunjukan prestasi unggulan di bidang yang digelutinya.
Hidayat menyebut empat tokoh muslim yang sangat berpengaruh dan berhasil meminimalisir Islamophobia melalui prestasinya. Yaitu, pemain sepakbola asal Klub Liverpool Mohammed Salah. Dengan prestasinya sebagai penyerang terbaik menunjukan wajah muslim yang simpatik, ramah dan berprestasi yang membanggakan. Tidak sebagaimana yang selama ini ditakut-takuti oleh pengusung Islamophobia.
“Dalam beberapa penelitian, Mohammed Salah berhasil mengkoreksi Islamophobia atau kesalahpahaman terhadap Islam di Liverpool,” ujarnya.
Lalu petinju legendaris Muhammad Ali. Di Amerika Serikat Ali mampu menunjukan wajah Islam yang berprestasi, simpatik, ramah dan mencintai keadilan di negara tersebut. Kemudian ilmuwan muslim pasangan Suami Istri asal Turki Ugur Sahin dan Ozlem Tureci. Keduanya menemukan vaksin Covid-19 Pfizer.
“Ini merupakan contoh nyata bahwa prestasi yang ditunjukan oleh seorang muslim kepada dunia dapat menunjukan wajah Islam yang sesungguhnya. Ramah, berprestasi, tidak menakutkan sebagaimana dikampanyekan sehingga sekaligus mengkoreksi pandangan tidak fair dari Islamophobia,” tuturnya.
HNW berharap ke depan, semakin banyak muslim-muslim di dunia, terutama yang berasal dari Indonesia, yang dapat menunjukan wajah Islam yang memang moderat sesuai dengan wajah masyarakat bangsa Indonesia. “Umat Islam harus bisa memberikan sumbangsih konkret kepada persoalan yang dihadapi dunia. Sehingga sangat penting pemahaman Islam itu kembali kepada prinsipnya, yakni keyakinan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin (memberi rahmat kepada semesta alam), dan Umat Islam Indonesia bahu membahu dengan Umat Islam diseluruh dunia, bahkan Umat beragama di seluruh dunia, menampilkan secara terbuka dan berkelanjutan, melalui dialog, karya tulis, opini, maupun prestasi unggulan, bahwa Islam tidak layak diberlakukan dengan spirit Islamophobia yang tidak fair dan tidak menyelesaikan masalah,” pungkasnya.