Hadirkan Ketua IDAI Sumbar, Semen Padang Gelar Webinar Kenali Gejala Hepatitis Akut

Tangkapan layar webinar tentang hepatitis akut dengan pemateri Ketua IDAI Sumbar, Dr. dr. Finny Fitry Yani, Sp.A (K) (kiri). Dalam tangkapan layar webinar tersebut juga tampak Direktur Keuangan & Umum PT Semen Padang Oktoweri (kanan bawah) dan staf Unit Humas & Kesekretariatan PT Semen Padang Muhammad Mickel sebagai host webinar (kanan atas)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

PADANG, KLIKPOSITIF – Saat ini, organisasi kesehatan dunbia atau WHO telah menyatakan bahwa hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya (Acute Hepatitis of Unknown Etiology) sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia sejak 15 April 2022.

Menyikapi status KLB tersebut, Jumat (13/5/2022) siang, PT Semen Padang menggelar webinar tentang kenali gejala hepatitis akut yang menyerang anak-anak, beserta penyebab dan langkah pencegahannya dengan menghadirkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Sumatera Barat Dr. dr. Finny Fitry Yani, Sp.A (K) sebagai narasumber.

Webinar tersebut dibuka Direktur Keuangan & Umum PT Semen Padang Oktoweri, dan diikuti ratusan karyawan Semen Padang Group dan keluarga melalui aplikasi Microsoft Teams. Webinar tersebut, berlangsung antusias dan itu terlihat dari beberapa pertanyaan seputar hepatitis akut dari peserta webinar yang disampaikan kepada narasumber melalui kolom chat aplikasi Microsoft Teams.

Dalam sambutannya, Oktoweri menyampaikan bahwa bahwa webinar tentang hepatitis akut yang menyerang anak-anak ini merupakan upaya pencegahan yang digelar PT Semen Padang. Meski hingga kini belum diketahui penyebab hepatitis akut tersebut, ia berharap webinar ini dapat menambah pengetahuan peserta terkait hepatitis akut.

“Kepada para peserta webinar, kami dari manajemen PT Semen Padang juga berharap agar ilmu atau pemahaman tentang hepatitis akut yang disampaikan narasumber bisa di-sharing kepada keluarga, lingkungan dan rekan kerja di Semen Padang yang tidak bisa hadir pada webinar ini,” kata Oktoweri.

Dokter Finny Fitry Yani dalam materi yang disampaikannya mengatakan pengenalan kasus hepatitis akut ini telah terjadi sejak medio Oktober-November 2021, yaitu di Alabama, sebuah negara bagian Amerika Serikat. Di sana, ditemukan 5 kasus anak hepatitis berat + viremia adenovirus.

Namun, kasus hepatitis akut ini pertama kali dilaporkan Inggris pada 5 April 2022. Tiga hari kemudian, 3 negara lain juga melaporkan kasus serupa, sehingga WHO pada 12 April menetatapkan hepatitis akut sebagai KLB. Setelah dinyatakan KLB, kasus ini terus bertambah. Bahkan 21 April, WHO menyebut lebih dari 170 kasus hepatitis akut terjadi di 12 negara.

Pada 1 Mei 2022, WHO menduga telah terjadi 228 kasus hepatitis akut yang kemungkinan terjadi di 20 negara dan dari jumlah tersebut, lebih dari 50 kasus masih dalam investigasi. Kasus paling banyak, terdapat di Inggris dengan total 163 kasus per 3 Mei 2022 dan 72 persen dari kasus yang terjadi di Inggris, ditemukan adenovirus.

Bahkan dari jumlah kasus di Inggris, ada 11 kasus yang harus transpalantasi hati, karena fungsi hatinya sudah sangat terganggu. “Di Indonesia pada 16-30 April 2022, diduga ada 3 kasus dan 1 kasus di Sumatera Barat masuk kepada pending klasifikasi, sehingga belum terbukti hepatitis akut,” kata dokter Finny.

WHO, sebutnya, telah membuat klasifikasi kasus hepatitis akut yang terdiri dari konfirmasi, probable dan epi-linked. Namun yang jelas, untuk klasifikasi konfirmasi hingga kini belum diketahui, karena para ahli di dunia masih meraba-reba penyebabnya. Sebab, pada pemeriksaan sample darah tidak ditemukan kecurigaan pada virus hepatitis A, B, C, D dan E.

Penyakit hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya ini banyak menyerang pada anak usia di bawah 16 tahun dengan perjalanan penyakit yang cepat memburuk dalam waktu yang singkat atau 1 minggu. Namun untuk hipotesis penyebabnya, kemungkinan oleh adenovirus biasa seperti karena jarang terpapar adenovirus waktu pandemi, pengaruh obat atau toksin.

Kemudian, juga karena adenovirus varian baru, sindrom post-infeksi SARS-CoV-2, karena patogen baru: sendiri atau ko-infeksi, dan varian baru SARS-CoV-2. “Sampai kini, kita belum bisa mengambil kesimpulan mana hipotesis yang bisa dipercaya. Namun sebagian besar kasus tersebut, ternyata ditemukan adenovirus F41. Tapi belum bisa disimpulkan penyebabnya,” ujarnya.

Untuk faktor risiko, dokter Finny menuturkan hingga kini belum jelas dan masih diselidiki, serta belum ada bukti yang kuat. Namun, memang ada 2 kasus yang dicurigai tertular. Tapi, 75 persen kasusnya terdapat pada balita dan balita tersebut belum vaksin Covid-19. Tentunya, ini menjadi salah satu yang menguatkan kalau kasus hepatitis akut ini tidak ada hubungannya dengan vaksin.

Untuk gejalanya, biasanya disertai demam, mual dan muntah, dan dua hari berikutnya mata kuning. Bahkan, 71,2 persen pasien yang mengalami hepatitis akut menderita mata kuning. “Sedangkan muntah 62,7 persen, BAB dempul 50 persen, latergi 50 persen, diare 44,9 persen, sakit perut 41,5 persen, demam 30,5 persen, dan gejala pernapasan 18,6 persen,” bebernya.

Ancaman penyakit baru pasca Pandemi

Di samping menyampaikan gejala dari penyakit hepatitis akut tersebut, pada kesempatan webinar itu dokter Finny juga mengingatkan orangtua untuk tetap waspada terhadap ancaman penyakit pasca pandemi Covid-19. Baik penyakit baru (hepatitis akut) yang sekarang ini sudah menjadi KLB, maupun penyakit lama yang disebut dengan PD3I atau penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Kata dia, efek pandemi Covid-19 pada kesehatan anak perlu diwaspadai orangtua. Karena efek pandemi dapat meningkatkan angka stunting yang disebabkan status ekonomi keluarga menurun akibat pandemi Covid-19. Karena, dampak dari menurunya ekonomi keluarga saat pandemi juga berdampak kepada asupan makanan untuk anak berkurang.

Kemudian efek lainnya, juga membuat imunisasi anak terlalaikan. Bahkan di Sumatera Barat, 157 ribu anak sekarang tidak diimuniasi. “Efek pandemi juga membuat kognitif anak terganggu karena mereka belajar sekolah online, dan tidak bertemu banyak orang sehingga juga menyebabkan kemampuan sosialisasi anak berkurang,” katanya.

Untuk itu, ia pun mengajak orangtua untuk mengadopsi dan membiasakan kembali cara prilaku/pola hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui 10 indikatorr, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI, menimbang bayi dan anak sampai suia 6 tahun secara rutin setiap bulan, menggunakan air bersih, cuci tangan pakai sabun dengan benar, gunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, makan makanan yang sehat, melakukan aktifitas fisik setiap hari dan tidak merokok.

“PHBS ini tidak hanya di rumah, tapi juga di sekolah. Kemudian di smaping itu, juga tetap lakukan protokol kesehatan Coviud-19 dan jangan lengah. Sebab, Covid-19 belum berlalu, dan protokol kesehatan juga menjaga dari penularan penyakit lain,” pungkas dokter Finny. *

Exit mobile version