Film Buya Hamka Segera Tayang, Ini Kata MUI

Film Buya Hamka

Film Buya Hamka

Hayati - launching PCX 160

KLIKPOSITIF – Film Prof H Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal Buya Hamka rencananya dalam waktu dekat akan segera tayang.

Direktur PT Starvision yang juga produser film Buya Hamka, Chand Parwez Servia menyampaikan, promosi film ini nanti menjelang tayang.

Ia mengungkapkan film ini sudah dua kali preview dan pra final yang juga melibatkan pimpinan MUI.

“Film ini sebagai preseden baik untuk menjadikan film rujukan film berikutnya,” imbuhnya.

Parwez berharap, film ini dapat apresiasi dari Pemerintah.

“Film ini juga bisa menjadi milik bangsa Indonesia. Perlu ada rencana promosi bersama,” pungkasnya.

Penilaian MUI tentang Film Buya Hamka

Terkait film tersebut, Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan mengatakan, film ini akan menjadi karya yang luar biasa.

“Karena film ini memiliki pesan-pesan yang penting, juga merupakan film sejarah,” katanya.

“Banyak pesan-pesan penting, apalagi menghadapi tahun politik. Menghadapi kelompok nasionalis dan religius, karena Buya Hamka punya keduanya,” jelasnya.

Proses film yang ini sendiriri sudah mulai sejak 2015, saat Ketua Umum MUI Prof Din Syamsuddin kala itu.

“Terus materi-materi yang sensitif perlu dikurangi, menghindari sensitif dari pihak publik. Misalnya Buya Hamka masuk penjara justru malah mulia,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua MUI Bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam KH Jeje Zaenudin mengatakan, film ini merupakan program resmi KPSBPI menjadi LSBPI MUI.

Menurutnya, sosok Buya Hamka sebagai ketua umum MUI menjadi panutan umat.

Ia berharap, film ini bisa tayang pada pertengahan tahun ini.

Jeje menyarankan agar film ini menggandeng pihak kampus, pesantren dan majelis taklim untuk mendorong antusiasme kaum Muslimin.

“Kita berharap melampui ekspetasi film Buya Hamka ini. Menghormati peran tokoh pemimpin Islam. Promosi bersama, secara struktural ikut mendorong bersama MUI se-Indonesia bersama Ormas Islam,” tambahnya.

Sejarah Buya Hamka

Buya Hamka lahir 17 Februari 1908 atau 13 Muharram 1326 di Tanah Sirah, yang kini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Ia adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Abdul Karim Amrullah “Haji Rasul” dan Safiyah.

Adik-adik Hamka bernama: Abdul Kuddus, Asma, dan Abdul Mu’thi.

Melansir wikipedia, saat berusia empat tahun, Buya Hamka kecil mengikuti kepindahan orangtuanya ke Padang Panjang, belajar membaca al-Quran dan bacaan shalat.

Pada 1918, Malik berhenti dari Sekolah Desa setelah melewatkan tiga tahun belajar.

Karena menekankan pendidikan agama, Haji Rasul memasukkan Malik ke Thawalib.

Setelah dewasa Malik atau Buya Hamka terkenal sebagai seorang ulama dan sastrawan Indonesia.

Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar.

Ia sempat berkecimpung dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan.

Hamka sempat menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.

Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar.

Namanya juga menjadi nama Universitas milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai sastrawan.

Selama revolusi fisik Indonesia, Hamka bergerilya di Sumatra Barat bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK) untuk menggalang persatuan menentang kembalinya Belanda.

Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta.

Hamka mendapat pekerjaan di Departemen Agama, tapi ia mengundurkan diri karena terjun di jalur politik.

Dalam pemilihan umum 1955, Hamka terpilih duduk di Konstituante mewakili Masyumi.

Ia terlibat dalam perumusan kembali dasar negara.

Usai Masyumi bubar sesuai Dekret Presiden 5 Juli 1959, Hamka menerbitkan majalah Panji Masyarakat yang berumur pendek karena dbredel oleh Soekarno setelah menurunkan tulisan Hatta yang telah mundur sebagai wakil presiden berjudul “Demokrasi Kita”.

Seiring meluasnya komunisme di Indonesia, Hamka dserang oleh organisasi kebudayaan Lekra.

Tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964.
Dalam keadaan sakit sebagai tahanan, ia merampungkan Tafsir Al-Azhar.

Menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno, Hamka bebas pada Mei 1966.

Pada masa Orde Baru Soeharto, ia mencurahkan waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Agung Al-Azhar serta berceramah di Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Ketika pemerintah menjajaki pembentukan Majelis Ulama Indonesia pada 1975, peserta musyawarah memilihnya secara aklamasi sebagai ketua.

Namun, Hamka memilih meletakkan jabatannya pada 19 Mei 1981, menanggapi tekanan Menteri Agama Alamsjah Ratoe Perwiranegara untuk menarik fatwa haram MUI atas perayaan Natal bersama bagi umat Muslim.

Ia meninggal pada 24 Juli 1981 dan jenazahnya dmakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

*
👉Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.

Exit mobile version