PADANG, KLIKPOSITIF – Di Dusun Bose, Desa Muaro Sikabaluan, Kecematan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), tidak ada yang tidak mengenal Thomas. Pria bertubuh jangkung itu adalah satu dari puluhan da’i binaan UPZ Baznas Semen Padang untuk program syiar dan dakwah di pedalaman Mentawai.
Ternyata, jauh sebelum menjadi da’i, Thomas adalah seorang muallaf yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, selama 1,5 tahun. Meski tidak tamat, pria berusia 51 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan itu mengaku sangat bersyukur pernah menempuh pendidikan di sana.
“Saya termasuk yang beruntung. Karena, hanya saya satu-satunya di Siberut Utara yang mendapat kesempatan untuk mondok di Pesantren Gontor. Itu kejadiannya tahun 1986. Dan, ketika itu saya baru 3 bulan memuluk agama Islam,” kata Thomas saat dihubungi media ini dari Padang, Kamis (13/7/2023).
Disebut sebagai orang yang beruntung, kata Thomas melanjutkan, karena tidak mudah untuk mendapatkan kesempatan bisa sekolah di Pesantren Modern Darussalam Gontor. Dan, itu berawal adanya permintaan dari Pesantren Gontor untuk menerima 1 anak dari setiap kecamatan di Kepulauan Mentawai.
Kemudian, dirinya pun mendaftar dan mengikuti setiap tahapan tes yang harus dilalui. Salah satunya, adalah hafalan salat. “Nah, waktu itu saya kan masih 13 tahun dan baru 3 bulan muallaf. Tentunya, tidak mudah untuk bisa menghafal bacaan salat dalam waktu yang menurut saya begitu singkat,” ujarnya.
Tapi sayangnya, sebut Thomas, dirinya tidak bisa menyelesaikan pendidikan di Pesantren Gontor, karena ketika itu dirinya masih usia remaja dan tidak sanggup pisah jauh dari keluarga. Apalagi sekolah di sana, waktu untuk pulang kampung ke Mentawai hanya bisa saat libur sekolah. “Itu pun sekali setahun,” bebernya.
Setelah berhenti dari Pesantren Modern Darussalam Gontor, pria kelahiran Desa Sirilogui, Siberut Utara pada 1972 silam itu kemudian kembali ke Kota Padang untuk melanjutkan sekolah di MTs Aisyah Belakang Olo. “Di Padang, saya kembali tinggal di Panti Asuhan Khusus Anak Mentawai,” bebernya.
Tamat MTs Aisyah, Thomas pindah ke Pasaman Barat untuk bersekolah di MAs Yapni, Simpang Empat, dan tamat pada tahun 1992. Setelah itu, Thomas pulang ke kampung halamannya, Sirilogui. Beberapa bulan kemudian, Thomas ditawari oleh KUA Siberut Utara bernama Drs Sarbaini untuk menjadi da’i di Muara Simalegi.
Karena transportasi dari Sirilogui ke Muara Simalegi tidak ada, akhirnya tawaran tersebut dibatalkannya. Baru lah di tahun 1996, suami dari Fuadil Ummi (43) itu kembali mendapat tawaran menjadi da’i untuk Dusun Bose. Tawaran itu bukan lagi dari KUA, tapi datang dari UPZ Baznas Semen Padang.
“Alhamdulillah sejak 1996 sampai sekarang, saya masih menjadi da’i binaan UPZ Semen Padang. Banyak pengalaman yang saya dapat di Dusun Bose, termasuk memuallafkan orang Nias yang akan menikah dengan orang Dusun Bose. Bahkan, saya dapat jodoh juga di Dusun Bose. Istri saya orang Dusun Bose,” katanya.
Thomas juga menceritakan bagaimana dirinya bisa menjadi seorang muallaf. Kata dia, hal itu berawal setelah tamat SD dan ingin melanjutkan sekolah. Karena tidak ada uang, sepupunya yang bernama Silok (alm) mengajaknya ke Kota Padang untuk lanjut sekolah gratis dan tinggal di Panti Asuhan Khusus Anak Mentawai.
Namun untuk bisa tinggal di panti tersebut, salah satu syaratnya harus beragama Islam. Karena dorongan untuk bisa lanjut sekolah dengan biaya gratis, Thomas pun akhirnya mengucakan dua kalimat Syahadat bersama dengan 11 anak-anak Mentawai lainnya yang ketika itu juga ingin bersekolah di Kota Padang.
“Jadi, saya tertarik masuk aagama Islam itu bukan karena agama Islam, tapi karena ingin lanjut sekolah dengan biaya gratis. Maklumlah, saya dari keluarga kurang mampu di Mentawai. Jadi, bisa dikatakan kalau saya ini orang yang tersesat di jalan yang benar,” katanya bersoloroh.
Saat menjadi muallaf, tambah Thomas, orangtua dan saudaranya sangat marah dan memintanya untuk kembali menganut agama sebelumnya. Meski begitu, Thomas tidak peduli dan tetap memilih Islam sebagai keyakinannya. Namun, lama kelamaan orangtua dan saudara akhirnya mengikhlaskan Thomas untuk memilih agama Islam.
“Alhamdulillah, sejak muallaf hingga sekarang saya semakin mengenal Islam sebagai keyakinan saya. Maka dari itulah, saya menjadi Da’i. Bersama UPZ Semen Padang, sudah banyak program syiar dan dakwah yang kami lakukan hingga ke pedalaman Mentawai. Salah satunya, memberikan pendampingan kepada para muallaf,” ujarnya.(*)