KLIKPOSITIF — Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman meminta pemerintah, me-reset ulang paradigma pengalokasian subsidi pada masyarakat petani.
โSudah saatnya, subsidi itu dialokasikan pada produk yang dihasilkan petani. Tidak lagi pada faktor produksi dalam pertanian seperti program pupuk bersubsidi ini,โ tegas Alex.
Hal itu ditegaskan politisi Fraksi PDI Perjuangan itu pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi beserta jajaran, di Jakarta, Selasa.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto itu, juga diikuti sejumlah pimpinan dan anggota komisi yang membidangi isu pertanian, kehutanan dan kelautan itu.
Salah satu fokus pembahasan RDP kali ini, tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
RDP ini digelar, menindaklanjuti rencana percepatan pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyederhanaan rantai distribusi pupuk bersubsidi yang digagas Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto.
Menurut Alex, jika pemangkasan rantai distribusi yang direncanakan pemerintah itu dialihkan pada koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), secara legalitas formal memang memungkinkan.
Terlebih, anggota koperasi atau BUMDes ini, adalah masyarakat dimana badan usaha itu didirikan selain keberadaannya secara hukum juga telah memiliki payung hukum yang jelas.
โPerlu diingat, distribusi pupuk bersubsidi itu selama ini, dari pabrik dilanjutkan ke distributor lalu kios penyalur baru sampai ke tangan petani,โ terangnya.
โJika dipangkas, (pupuk) dari pabrik langsung ke koperasi atau BUMDes kemudian ke tangan petani, maka akan ada ribuan distributor dan pemilik kios yang ikut terdampak,โ tegas Alex.
Sementara, jika paradigmanya digeser jadi ‘menyubsidi produk’ yang dihasilkan masyarakat petani, maka nilai keekonomian produk berbasis pertanian akan selalu terjaga.
Dengan begitu, urai Alex, petani akan punya kemampuan finansial, untuk memenuhi kebutuhannya dalam mengelola usaha pertanian.
โJika petani kita mempunyai daya beli, maka harga tak lagi jadi persoalan,โ tegas Alex, anggota DPR 2024-2029 dari Dapil Sumbar I itu.
Untuk itu, Alex meminta Kementrian Pertanian dan pihak terkait lainnya, untuk memastikan nilai keekonomian semua produk pertanian yang dihasilkan petani Indonesia.
โUntuk faktor-faktor produksi dalam pertanian, biarkan saja pasar yang mengatur mekanismenya. Sepanjang petani kita punya kemampuan daya beli, tak ada yang perlu dikhawatirkan,โ terang Alex.
Solusi yang ditawarkan ini, terang Alex, mesti diawali dengan mengubah terminologi dalam pengalokasian subsidi ini pada struktur anggaran kementrian dan lembaga di APBN.
โSelama ini, kita menggunakan istilah โpupuk bersubsidi.โ Kata ini merupakan kata sifat. Sehingga, yang terjadi itu adalah praktik bisnis pada produk yang disubsidi negara,” terangnya.
“Jika istilahnya diganti dengan kata kerja, โmenyubsidi produkโ maka sebagian besar masalah petani kita akan jadi terselesaikan,โ terang Alex.
Dalam RDP itu, Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi tak menyangkal, adanya fenomena rantai distribusi pupuk subsidi yang terlalu panjang.
Untuk pengusulan alokasi pupuk bersubsidi, ungkap Rahmad, diawali dengan penentuan alokasi kebutuhan pupuk subsidi dengan memperhatikan usulan petani ke penyuluh.
Lalu, penyuluh menyampaikannya pada bupati/wali kota lalu ke gubernur hingga kemudian ke Kementan.
Begitu disetujui, turun lagi dari Kementan, ke gubernur, lalu ke bupati, penyuluh dan petani.
โJika terus berjenjang seperti itu, mungkin saja pupuk bersubsidi ini sampai ke petani, mereka sudah selesai panen,โ terang Rahmad dalam pernyataan tertulisnya yang diterima. (*)