KLIKPOSITIF – Tiga pasangan calon (paslon) Pilkada Bukittinggi 2024 kompak ingin membantu Universitas Fort de Kock Bukittinggi (UFDK) jika nantinya mereka terpilih menjadi kepala daerah.
Niat itu mereka sampaikan dalam sesi tanya jawab saat Diskusi Publik yang berlangsung di Hall UFDK Bukittinggi, Sabtu 2 November 2024.
Mereka ingin membantu UFDK, terutama menyelesaikan permasalahan tanah konflik antara Yayasan Fort de Kock dengan Pemko Bukittinggi.
Meski Yayasan Fort de Kock telah menang di tingkat Mahkamah Agung dan putusannya telah inkrah, namun Pemko Bukittinggi sampai saat ini masih enggan menyerahkan sertifikat tanah tersebut.
Pandangan Paslon 01
Calon Wali Kota Bukittinggi dari nomor urut 01, Marfendi, menyebut jika masalah Fort de Kock dengan pemerintah di zaman Pak Ramlan hingga zaman Erman Safar tak kunjung selesai.
“Nampaknya harus menunggu saya jadi wali kota, baru selesai. InsyaAllah,” ujar Marfendi.
Marfendi mengatakan, jika waktu itu Sekda Bukittinggi tidak berganti, maka permasahan ini akan selesai, tidak perlu sampai ke MA.
Ia juga mengaku telah mengumpulkan semua masalah pemerintah dengan Fort de Kock.
“Bagi saya ketika bertemu, berbenturan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah, maka pemerintah kita ini wajib memenangkan masyarakat,” tegas Marfendi.
Calon Wakil Wali Kota Bukittinggi dari nomor urut 01, Fauzan Haviz juga menegaskan jika pemerintah adalah pelayan masyarakat.
“Jadi kami akan melayani masyarakat.
Bukan saja untuk Fort de Kock, tapi seluruh pendidikan, tetutama pendidikan tinggi di Bukittinggi,” kata Fauzan.
Menurut Fauzan, pihaknya akan berusaha untuk memajukan industri pendidikan tinggi di Bukittinggi, karena menurutnya akan mensejahterakan Kota Bukittinggi dengan banyaknya mahasiswa yang datang ke Bukittinggi.
“Artinya, banyak pemikiran-pemikiran segar, pemikiran baik yang akan masuk ke Bukittinggi, pasti akan kita terima, akan dukung perguruan tinggi di Kota Bukittinggi,” tutupnya.
Pandangan Paslon 02
Calon Wali Kota Bukittinggi dari nomor urut 02, Nofil Anoverta menyebut keberadaan perguruan tinggi sangat bermanfaat untuk lingkungan maryarakat.
Ia mencontohkan ada perguruan tinggi yang dulu ada di Garegeh, namun lokasinya pindah ke tempat lain hanya gara-gara kepemilikan tanah.
Terkait masalah itu, Nofil menyoroti permasalahan komunikasi yang tidak terjalin antara pemerintah dengan masyarakat.
Menurut Nofil, apabila pemerintah sering berkomunikasi dengan ninik mamak, alim ulama dan segenap masyarakat, serta makin sering berkomunikasi dan merendahkan diri untuk kepentingan umatnya, ia yakin permasalahan itu akan cepat selesai.
“Saya yakin penyelesaian-penelesaian tanah ini bisa diselesaikan, termasuk perguruan tinggi yang sertifikatnya belum diserahkan,” tegas Nofil.
Calon Wakil Wali Kota Bukittinggi dari nomor urut 02, Frisdoreza menambahkan, keberadaan perguruan tinggi Fort de Kock menjadi salah satu contoh yang baik, dari awal berdiri sampai sekarang.
“Sudah banyak pengembangan-pengembangan kampus maupun civitas akademika yang tergabung dalam UFDK ini.
Dampaknya juga pasti ke masyarakat. Pihak kampus pasti punya program yang namanya KKN, dan yang lain-lain,” tuturnya.
Pandangan Paslon 04
Calon Wali Kota Bukittinggi dari nomor urut 04 Ramlan Nurmatias mengakui jika permasalahan itu ada di zaman ia menjabat sebagai wali kota.
Namun Ramlan menjelaskan, jika waktu itu hanya mencari kepastian hukum.
Sekarang sudah ada putusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah.
Dalam putusan itu, disebutkan jika pemerintah adalah pembeli tanah yang tidak mempunyai itikad baik.
“Pemerintah adalah pembeli yang tidak mempunyai itikad baik, Itu kuncinya.
Sikap saya jelas, kita patuhi hukum itu,” tegas Ramlan.
Ramlan juga tidak mempersalahkan Universitas Fort de Kock yang saat ini sudah mengambil tanahnya.
“Sekarang yang dituntut Fort de Kock adalah sertifikat. Kan begitu. Nanti akan saya carikan solusinya kalau saya sudah jadi walikota. Itu aja. Kita harus patuh,” tutur Ramlan.
Ramlan juga mengaku bangga dengan keberadaan Fort de Kock di Bukittinggi, karena bisa meningkatkan pertumbuahan ekonomi baru, terutama di kawasan Gantiang, Sanjai dan Garegeh.
“Kalau mahasiswa Fort de Kock itu aja ada berapa ribu di sini, mahasiswa itu kebutuhan hidupnya 2.500.000 perbulan. Coba kali berapa uang berputar di sini,” kata Ramlan.
“Fort de Kock ini harus kita pertahankan, jangan pindah. Tapi dari sisi pemerintah kita harus menyelesaikan masalah-masalah yang ada,” sambung Ramlan.
Menurut Ramlan, pemerintah itu kerjanya mencarikan solusi, baik solusi untuk kota, maupun untuk masyarakatnya.
“InsyaAllah solusinya ada bagi saya nanti. Kita harus taat dengan aturan yang ada. Jadi tidak harus kita ngotot-ngototan,” kata Ramlan.
“Kita harus tahu bahwa putusan Mahkamah Agung itu sudah ada dan berbentuk inkrah. Harus kita patuhi di sana. Jadi tak usah ragu Fort de Kock mau menyampaikan kepada kami, InsyaAllah jalan keluarnya sudah ada,” sambung Ramlan.