BUKITTINGGI, KLIKPOSITIF – Banyak informasi yang beredar jika rawat inap BPJS hanya 3 hari.
Jika lebih maka pasien harus pulang dulu dan jika sudah melewatinya satu hari, maka baru boleh lagi masuk rumah sakit.
Rawat inap BPJS hanya 3 hari ini menjadi tanda tanya besar masyarakat. Benarkah ada aturan seperti itu di BPJS Kesehatan?
Tidak Benar Rawat Inap BPJS Hanya 3 Hari
Kepala BPJS Kesehatan Kota Bukittinggi, Henny Nursanti mengklarifikasi terkait simpang siur batas waktu rawat inap tersebut.
Menurutnya, lama pasien BPJS Kesehatan yang rawat inap di rumah sakit, tergantung kepada dokter.
Jadi, hanya dokter lah yang berhak menentukan apakah pasien boleh pulang atau tidak.
Henny menjelaskan, apakah seminggu, sebulan, ataupun setahun menjalani rawat inap, kalau dokternya menyatakan pasien belum bisa pulang, maka pasien tidak bisa pulang.
“Kami dari BPJS Kesehatan tidak berhak untuk menentukan pasien boleh pulang atau tidak,” tegas Henny Nursanti saat Media Gathering BPJS Kesehatan dengan media dan Kominfo Bukitinggi di Hotel Grand Rocky Bukittinggi, Senin 8 Agustus 2022.
Henny Nursanti melanjutkan, jika ada pasien BPJS Kesehatan yang diminta pulang dengan dalih aturan BPJS Kesehatan hanya melayani tiga hari saja, itu adalah suatu kekeliruan.
“Jika ada yang mengatakan aturan BPJS cuma tiga hari, itu tidak ada,” tegas Henny.
Ia mengungkapkan, hal tersebut tidak hanya terjadi pada banyak pasien, tapi keluarganya juga pernah mengalami hal tersebut.
Oleh karena itu, Ia berharap kepada pasien BPJS Kesehatan yang mengalami hal seperti itu bisa melaporkannya ke pihak BPJS Kesehatan.
“Silakan hubungi kami, nanti kami akan menindaklanjutinya ke rumah sakit, karena peserta berhak untuk mendapatkan pelayanan maksimal,” jelasnya.
Hak Pasien Terkait Obat
Terkait obat bagi pasien BPJS Kesehatan, menurut Henny Nursanti,sudah ada dalam aturan dalam Formularium Nasional.
Dalam Formularium Nasional ini menurutnya ada obat generik, obat paten dan sebagainya.
Ia mengungkapkan, pemerintah telah mengemas obat tersebut untuk obat pelayanan di JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
“Seandainya ada obat yang harus diberikan di luar Formularium Nasional ini, itu harus dibentuk lagi namanya Formularium Rumah Sakit,” jelasnya.
Jadi, kata Henny, tidak ada lagi alasan rumah sakit yang berdalih jika obat pasien tidak masuk tanggungan BPJS Kesehatan.
“Formularium Nasional turunannya Formularium Rumah Sakit. Ketika ini telah menjadi rumusan rumah sakit, memang harus diberi ke peserta, tidak boleh ada selisih biaya ditarik kepada peserta,” jelasnya.
Oleh karena itu Ia berharap kepada pihak rumah sakit agar tidak ada lagi pernyataan ke pasien yang menyebut obat tidak tanggungan BPJS, hanya karena obat itu adalah obat paten.
Jika memang obat tidak tersedia di rumah sakit, harusnya pihak apoteknya yang bertugas mencari obat tersebut, bukan malah pasien yang harus mencarinya ke tempat lain.