KLIKPOSITIF — Dinas Pariwisata, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Padang (LPPM UNP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk menyelesaikan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Peta Jalan (Road Map) Pengembangan Ekonomi Kreatif Daerah 2025-2029.
Kegiatan FGD yang dihadiri para pemangku kepentingan ekonomi kreatif tersebut digelar di Hotel Rangkayo Basa Padang, Kamis (28/11/2024) dimulai pukul 09.00 WIB.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Luhur Budianda menyampaikan bahwa dokumen roadmap ini bertujuan memberikan panduan strategis bagi pengembangan sektor ekonomi kreatif di Sumatera Barat selama lima tahun ke depan (2025–2029).
Dalam FGD, dibahas penetapan subsektor unggulan dan lokomotif. Kemudian, strategi penguatan SDM kreatif melalui pelatihan, sertifikasi, dan program magang.
Lalu, pengembangan infrastruktur seperti creative hub dan platform digital untuk memperluas akses pasar.
Selanjutnya, promosi produk berbasis budaya ke pasar global melalui festival dan pameran ekonomi kreatif.
“Fokusnya adalah memaksimalkan potensi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan budaya, dan memperkuat daya saing di tingkat nasional dan internasional,” kata Luhur Budianda.
Tim Ahli Penyusun Dokumen Roadmap Ekonomi Kreatif Sumatera Barat terdiri dari pakar di berbagai bidang. Yakni Dr. Haris Satria, M.Sn bidang Branding dan Ekonomi Kreatif, Prof. Dr. Abna Hidayati, M.Pd bidang Teknologi Pendidikan, Okki Trinanda, S.E., M.M bidang Ekonomi dan Bisnis serta Prof. Dr. Ansofino, M.Si bidang Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
Dengan adanya roadmap ini, Sumbar diharapkan mampu meningkatkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), menciptakan lapangan kerja baru, dan menjadikan budaya Minangkabau sebagai kekuatan di pasar global.
“Kami optimistis bahwa roadmap ini akan menjadi tonggak penting untuk memajukan ekonomi kreatif berbasis budaya di Sumatera Barat,” ujar Luhur Budianda.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri kreatif, Luhur yakin Sumatera Barat akan semakin dikenal sebagai pusat ekonomi kreatif berbasis budaya yang berdaya saing tinggi di kancah global.
Sementara itu, Haris Satria mamaparkan ada tiga subsektor utama yang ditetapkan dalam road map tersebut.
Pertama, film, animasi, dan video. Subsektor unggulan ini didasarkan pada potensi berkembangnya industri film, animasi dan video di Sumatera Barat.
“Ini bisa kita lihat dari kesuksesan produksi lokal seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Buya Hamka yang memanfaatkan latar budaya Minangkabau dan keindahan alam Sumatera Barat,” kata Haris.
Subsektor kedua adalah Lokomotif yang terdiri pada kuliner, fashion dan kriya. “Ketiga subsektor ini tidak hanya berperan dalam mendorong ekonomi kreatif secara mandiri, tetapi juga dapat menjadi elemen penting dalam memperkaya produksi konten visual dan multimedia yang lebih luas,” katanya.
Kriya, seperti ukiran kayu, dan anyaman pandan (mansiang) menjadi produk unggulan yang tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal.
Pelaku kriya tersebar di berbagai kabupaten/kota di Sumatera Barat dan sebagian besar bergerak dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM), yang sering memanfaatkan pasar lokal hingga nasional.
Kuliner seperti rendang, dendeng balado, serta berbagai makanan ringan seperti sala lauak dan keripik balado telah lama menjadi andalan ekonomi masyarakat.
Subsektor ini memiliki basis pelaku yang besar karena kuliner Minang tidak hanya diminatı di Sumatera Barat, tetapi juga memiliki daya tarik di seluruh Indonesia dan bahkan di pasar internasional.
Selanjutnya, fesyen seperti songket dan tenun, serta desain modern dengan sentuhan motif Minangkabau, semakin diminati.
Subsektor ini berkembang pesat, didukung oleh kreativitas desainer lokal yang mengadaptasi elemen tradisional menjadi produk fesyen yang relevan dengan tren saat ini.
Ketiga subsektor tersebut, kata Haris, menunjukkan daya saing yang kuat karena tidak hanya berakar pada kekayaan budaya lokal tetapi juga memiliki kemampuan untuk terus berinovasi dan mengikuti perkembangan pasar.
Dominasi pelaku di sektor-sektor ini menjadi pilar utama ekonomi kreatif Sumatera Barat dan memiliki potensi besar untuk terus ditingkatkan melalui penguatan jejaring, digitalisasi, dan akses pasar yang lebih luas
Selanjutnya subsektor unggulan yang ketiga, kata Haris adalah subsektor pendukung yang tidak termasuk subsektor ekonomi kreatif unggulan dan lokomotif.
“Subsektor ini ada 13 dan harus tetap dikembangkan karena juga mendukung ekosistem ekonomi kreatif di Sumatera Barat. Yakni, pengembangan permainan, desain interior, musik, senirupa, desain produk, fotografi, desain komunikasi visual, radio dan televisi, arsitektur, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan dan aplikasi,” jelasnya.(*)