PADANG, KLIKPOSITIF – Ratusan pengunjung antusias menyaksikan ragam perhiasan emas, perak, suaso yang di pamerkan di Museum Adityawarman Kota Padang.
Perhiasan yang dipajang tersebut berasal dari Kota Gede Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, dan Koto Gadang Agam bersama sejumlah daerah lainnya di Sumbar. Perhiasan yang dipajang berupa pakaian adat Minangkabau mulai dari anting, gelang, suntiang, hingga kampia (sejenis tas yang digunakan untuk melayat atau pembawa siriah untuk mengundang baralek) yang terbuat dari emas hasil tambang di salah satu daerah di Sumbar.
Ada 90 koleksi perhiasan emas dan perak yang dipamerkan pada pameran yang berlangsung hingga Senin (30/10) itu. Koleksi perhiasan tersebut terdiri dari 75 perhiasan emas dan perak dari Sumbar dan 15 perhiasan perak dari DI Yogyakarta.
Pada pameran ini, Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta bahkan mendatangkan langsung dari Kota Gede berupa meja tua lengkap dengan peralatan tradisional membuat kerajinan perak. Kehadiran meja tua ini menarik perhatian pengunjung.
juga ada stand tempat kerajinan perak asal Kota Gede dipamerkan lengkap dengan tampilan tekhnologi hologram. Selain itu juga ada pameran kerajinan emas dan perak yang terpasang langsung pada patung yang dibungkus pakaian adat perempuan dan pria Minangkabau.
Juga tersedia berbagai media untuk informasi yang menyajikan sejarah karya budaya tambang perhiasan emas dan perak dua daerah yang dipajang di setiap dinding ruangan pameran. Sehingga membuat pengunjung mudah memahami asal kerajinan perhiasan emas dan perak kedua daerah.
Pameran bertajuk โKerajinan Karya Budaya Hasil Tambangโ itu merupakan pameran bersama Jalinan Mahakarya Budaya antara Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar dengan Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Syaifullah mengatakan pameran ini adalah yang pertama kali dilangsungkan oleh Dinas Kebudayaan Sumbar. Tujuannya sebagai edukasi bagi masyarakat untuk mengenal produk kerajinan emas dan perak Minangkabau.
“Kami berharap dengan adanya pameran ini akan menambah pengetahuan masyarakat, dan mengingatkan bahwa kita kaya akan kerajinan, budaya yang harus kita lestarikan bersama,” ujarnya.
Kepala Museum Adityawarman Dewi Ria didampingi Kurator Museum Kota Gede DIY Setiadi mengatakan, pameran bersama mengangkat tema โKerajinan Karya Budaya Hasil Tambangโ, pameran telah melalui proses kajian koleksi yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di Sumatera Barat.
Sejarah panjang hasil tambang di bumi pertiwi menghasilkan berbagai karya budaya yang menjadi identitas Bangsa Indonesia yang termasyur, berbagai karya budaya telah hadir sepanjang masa dalam berbagai bentuk menjadi mahakarya.
“Pameran dimulai Rabu, 26 oktober hingga 1 November 2022 dengan judul โJalinan Mahakarya Budayaโ, untuk koleksi dari Museum Adityawarman yang dipamerkan tetap dapat terus dikunjungi sampai tahun 2023,” ujar Dewi.
Pameran bersama berlokasi ruang pamer utama lantai 1 sisi timur bangunan museum, pengunjung dapat mengunjungi ruang pamer selasa s.d. minggu (senin tutup) mulai pukul 08.30 hingga 16.00 wib. Koleksi pada pameran bersama ini dipamerkan sebanyak 90 koleksi terdiri dari 75 koleksi milik Museum Adityawarman dan 15 koleksi milik Museum Kotagede Yogyakarta.
Pameran mengunakan teknik pamer gabungan dengan pembagian zona alur kisah (storyline), awal alur kisah pameran dengan teknik kronologis dengan menyampaikan narasi pengantar dan legenda tambang di dua zona, kemudian Teknik taksonomi dengan menyampaikan pengelompokan koleksi berdasarkan bahan, dimensi, dan fungsi koleksi.
Kegiatan pameran dirangkai dengan kegiatan โJumpa Sahabat Museumโ (JSM) dilaksanakan kamis, 27 Oktober 2022, kegiatan dalam bentuk talkshow sebagai upaya mengangkat potensi museum dan promosi serta publikasi positif yang bertujuan untuk lebih mendekatkan museum kepada masyarakat.
Tema dari JSM โLintas Budaya Minangkabau Yogyakarta, Sebagai Penguat Karakter Generasi Mudaโ, kegiatan menghadirkan Kepala Dinas Kebudayaan Prov. Sumatera Barat sebagai narasumber sentral dengan peserta siswa dan guru dari sepuluh SMA pilihan di Kota Padang.
Seorang pengunjung, Intan (40 tahun) mengaku antusias dan penasaran dengan pameran perhiasan yang diselenggarakan di museum Adityawarman.
“Pas mendengar beritanya saya langsung penasaran dan datang, ternyata setelah dilihat sangat sulit dibedakan mana yang emas 24 karatnya karena bentuknya hampir sama semua,” ujarnya.
Namun demikian, ia merasa senang karena dapat menyaksikan pameran perhiasan masa lampau yang belum pernah dipamerkan sebelumnya bahkan sejak museum Adityawarman berdiri tahun 1977.