Putusan Hukum Bupati Pessel Berproses di MA, Sosiolog Hukum: Hakim Harus Progresif dan Komprehensif

Pakar Sosiologi Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) IB Padang, Muhammad Taufik mengatakan, hakim Mahkamah Agung (MA) harus melihat secara progresif dan komprehensif terhadap putusan hukum Bupati Pessel, Rusma Yul Anwar.

Pakar Sosilogi Hukum UIN IB Padang, M. Taufik

Pakar Sosilogi Hukum UIN IB Padang, M. Taufik (Kiki Julnasri/Klikpositif.com)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

PESSEL, KLIKPOSITIF– Pakar Sosiologi Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) IB Padang, Muhammad Taufik mengatakan, hakim Mahkamah Agung (MA) harus melihat secara progresif dan komprehensif terhadap putusan hukum Bupati Pessel, Rusma Yul Anwar.

Menurutnya, hakim tidak hanya menilainya atas dasar putusan pengadilan terdahulu semata. Sejatinya harus menilik secara utuh. Sebab, persoalan yang kini mendera mantan wakil bupati itu tidak sekedar persoalan hukum, namun telah terkontaminasi kepentingan politik.

“Jadi, ada rasa keadilan di situ hendaknya,” ungkap pengajar Sosiologi Hukum UIN IB Padang ini saat diwawancara KLIKPOSITIF, di Padang.

Diketahui, kasus ini mendera Rusma Yul Anwar jauh sebelumnya saat dirinya menjabat sebagai wakil bupati mendampingi Bupati Pessel (2016-2021), berawal atas ada pelaporan yang masuk ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung pada 2016.

Kasus tersebut atas sekelompok oknum yang mengatasnamakan masyarakat di sekitar kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan dan laporan lain diteken Bupati Pesisir Selatan, Hendrajoni tertanggal 27 April 2018.

Laporan dengan surat bernomor 660/152/DLH-PS/2018 kala itu, adalah perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup hutan mangrove di Kawasan Mandeh disampaikan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung.

Namun, dalam eksepsinya, Rusma Yul Anwar menyebut dalam laporan itu, selain dirinya ada tiga nama lain. Ketiganya antara lain adalah mantan pejabat Pessel, salah seorangnya oknum polisi dan seorang pengusaha, dengan luas kerusakkan yang lebih parah.

Tapi yang bergulir hanya atas dirinya seorang. Dalam kasus itu, ia divonis satu tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh PN Klas 1A Padang, Maret 2020 lalu.

Pasal yang dikenakan 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atas melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin lingkungan. Bukan soal perusakan mangrove.

Menurutnya, di sini hakim semestinya lebih arif untuk menelaah dan melihat sebuah keputusan, karena semua aspek harus menjadi pertimbangan. Tidak terkecuali aspek politik dan dampak sosial yang akan ditimbulkan di tengah kondusifitas Pessel.

Karena, hari ini Rusma Yul Anwar dalam proses hukum bukan wakil bupati lagi, namun pemegang kedaulatan rakyat dari hasil Pilkada 2020 dengan perolehan suara terbanyak 128 ribu atau 58 persen dari total pemilih suara di Pessel.

“Idealnya hakim melihat ini riil secara utuh dan komprehensif. Karena kasus ini dari awal kental politisnya,” ulasnya.

Lanjutnya, dalam persoalan kasus Rusma Yul Anwar hari ini hakim Mahkamah Agung sebagai pengambil keputusan tertinggi harus benar-benar melihat kasus Rusma Yul Anwar secara progresif dan komprehensif.

Sebab, jika tidak akan terjadi dampak hukum dengan aspek yang luas, terutama terkait kelangsungan kondusifitas daerah dan jalan pemerintahan daerah yang sesuai nawacita Presiden Jokowi membangun mulai dari pinggir.

“MA seharusnya progresif dan komprehensif melihat kasus ini, supaya persoalan bawah, unsur politik, apapun namanya bisa menjadi pertimbangan dalam keputusan yang berkeadilan,” tutupnya.

Diketahui, saat ini setelah pengajuan upaya kasasinya ditolak oleh MA 24/2/2021. Saat dalam kasus ini, Rusma Yul Anwar dalam upayanya telah mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagai upaya untuk mencari keadilan dalam kasus yang menderanya.

Exit mobile version