SAWAHLUNTO, KLIKPOSITIF — Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Andalas (Unand) Wiwik Marlis Rahman mengatakan, potensi budidaya madu lebah tak bersengat (Galo-galo) di Sawahlunto sangat besar jika digarap lebih serius.
Hal tersebut disampaikannya saat membawa Tim Pengabdian Masyarakat, Jurusan Biologi, FMIPA Unand yang terdiri dari 10 orang dosen dan 3 orang mahasiswa pasca sarjana.
Atas potensi tersebut, pihaknya melakukan penelitian dan memberikan konsultasi secara ilmiah kepada pembudidaya di Desa Santur, Kecamatan Barangin untuk peningkatan pengelolaan, termasuk melipatgandakan hasil produksi.
Dari hasil penelitian, lanjutnya, pihaknya melakukan sosialisasi dan pendampingan, untuk memastikan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh pihaknya dapat digunakan oleh masyarakat, sehingga hasil penelitian berjalan sesuai yang diharapkan.
“Potensi budidaya madu Galo-galo di Sawahlunto sangat besar. Sementara itu secara akademis mempelajari dan menelitinya, sehingga dalam hal ini Tim Pengabdian Masyarakat, kami mengarahkan, mendampingi dan menyediakan layanan konsultasi bagi masyarakat pembudidaya Galo-galo,” katanya di Sawahlunto.
Wiwik menambahkan, langkah kedepan yang harus dilakukan oleh pembudidaya madu Galo-galo segera membentuk komunitas secara legal. “Dengan dilegalkan secara administrasi, jika ada pembinaan maupun bantuan dari Unand maupun lembaga lainnya dapat dilakukan dengan mudah dan terjamin secara regulasi,” ujarnya.
Salah seorang pembudidaya Galo-galo, Heri mengatakan, saat ini sudah memiliki 30 sarang Galo-galo. Biasanya, sambung Heri, untuk 1 sarang mampu memproduksi 0,5 sampai 1 kilogram madu, namun jika vegetasinya bagus bisa lebih dari itu.
Heri melanjutkan, untuk harga jualnya dipasaran, ia bisa menjual Rp400 ribu hingga Rp500 ribu perkilogram. “Jika bisa dijual ke Malaysia, harganya bisa mencapai Rp600 ribu perkilogramnya,” katanya.
Menurutnya, pengembangan budidaya madu Galo-galo kedepannya bisa dikolaborasikan dengan konsep ekowisata. “Kita juga bisa arahkan untuk mendukung wisata Sawahlunto. Ada peluang budidaya ini kita jadikan ekowisata. Namun butuh kajian dan kerjasama seluruh pihak,” tuturnya.