Perkara Dispensasi Kawin yang Ditangani PA Pariaman Meningkat

Salah satu faktor adanya peningkatan perkara dispensasi kawin yaitu perubahan Undang-undang No 1 tahun 1974 pada tahun 2019.

Ilustrasi

Ilustrasi (Ilustrasi)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

PARIAMAN, KLIKPOSITIF- Jumlah perkara dispensasi kawin yang ditangani oleh Pengadilan Agama Pariaman di wilayah Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, tahun ini meningkat ketimbang tahun sebelumnya.

Untuk diketahui, dispensasi kawin adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan.

“Tahun 2020 jumlah perkara dispensasi kawin yang kami tangani sebanyak 30 perkara. Untuk 2021 hingga akhir September sudah lebih 30 perkara yang artinya tahun ini ada peningkatan perkara,” ungkap Ketua Pengadilan Agama Pariaman, Yang Ariani, Jumat 15 Oktober 2021.

Yang Ariani mengungkapkan, salah satu faktor adanya peningkatan perkara dispensasi kawin yaitu perubahan Undang-undang No 1 tahun 1974 pada tahun 2019.

“Undang-undang perkawinan Nomor 1 tahun 1974 mengalami revisi pada tahun 2019. Pada pasal undang-undang tersebut dikatakan bahwa yang semula usia minimal untuk diizinkan melakukan perkawinan yaitu perempuan 16 tahun dan pria 19 tahun. Namun setelah ada revisi tahun 2019 usia minimal keduanya adalah 19 tahun,” ungkap Yang Ariani.

Berkenaan dengan itulah, kata Yang Ariani lagi, adanya peningkatan permohonan dispensasi kawin yang dimohonkan oleh orang tua atau yang bersangkutan. Pada sisi lain, Yang Ariani tidak menafikan salah satu penyebab adanya perkara dispensasi kawin adalah kasus “hubungan” sebelum nikah.

“Seperti kasus hubungan suami istri padahal belum menikah. Dan atas kasus itu pihak keluarga mengurus dispensasi nikah,” sebut Ketua Pengadilan Agama itu.

Jika tidak ada surat dispensasi kawin, maka pihak KUA tidak berani menikahkan yang bersangkutan. “Kami juga berhati-hati dalam mengurus perkara ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pemohonnya,” ulas Yang Ariani.

Tidak hanya itu, kata dia lagi, pemeriksaan dalam sidang diperketat dengan pertimbangan dampak ekonomi, sosial dan psikis serta dampak lainnya. “Tidak bisa putus perkara dengan satu kali sidang. Ada beberapa tahap sidang yang harus dilalui,” kata Yang Ariani.

*
👉Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.

Exit mobile version