KLIKPOSITIF – Sumatera Barat mempunyai cerita sendiri dalam memperjuangkan kemerdekaan RI setelah proklamasi kemerdekaan 1945.
Sejarah mencatat, bahwa Sumatera Barat adalah salah satu pusat kekuasaan pemerintahan darurat saat Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh ditangkap pada Serangan Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948.
Sumetara Barat mengambil peranan agar kemerdekaan yang telah diraih dapat terus dipertahankan.
Dengan adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Agresi militer Belanda
Agresi militer yang Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 terhadap Yogyakarta berawal dengan
menerjunkan pasukannya di pangkalan udara Maguwo.
Saat itu, berdasarkan catatan sejarah, belasan pesawat tempur canggih di dunia milik Belanda pada masanya, sengaja datang untuk merebut Yogya.
Squadron udara yang terdiri dari pesawat pembom F-51 Mustang, B-25 Mitchell dan P-40L Kitty Hawks tersebut membobardir dan menghujani Maguwo dengan senapan mesin.
Serangan itu dimaksudkan untuk menghapus peta ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam suasana pertempuran pada tanggal 19 Desember 1948 para petinggi RI masih sempat untuk mengadakan sidang kabinet.
Dari sidang kabinet itulah, Sumatera Barat menjadi daerah yang penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pemerintahan Darurat di Sumatera
Melansir berbagai sumbar, sidang memutuskan basis pemerintahan sipil akan berada di Sumatera.
Telegram pertama ditujukan kepada Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, untuk membentuk pemerintahan darurat.
Sementara telegram lainnya, kepada perwakilan Indonesia di India.
Meski telegram tersebut disebut-sebut tidak pernah sampai ke Sjafruddin Prawiranegara, namun pada tanggal 22
Desember 1948 Sjafruddin membentuk PDRI.
Hal ini terjadi karena Sjafruddin Prawiranegara sebelumnya memang telah dipersiapkan oleh Moh. Hatta menjadi
perdana mentri sementara apabila terjadi serangan dari pasukan Belanda.
“Setelah PDRI dibentuk dengan bantuan pemancar radio milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pembentukan PDRI segera diumumkan ke seluruh tanah air dan ke luar negeri,”.
“Upaya ini dilakukan untuk menunjukan eksistensi Republik Indonesia (Noor, 1999:78).
Akhirnya muncul resolusi Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949 dan atas bantuan UNCI
pada tanggal 7 Mei 1949.
Perundingan guna mengatasi persengketaan antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia
dapat dilakukan yang dikenal dengan Van Royen-Roem Statements (Roem, 1977 : 43).
Dalam satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan melakukan pukulan-pukulan secara teratur kepada musuh.
Serangan umum yang terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh pasukan TNI dan yang dikenal sebgai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Suharto.
Dalam kesepakatan Roem-Royen ternyata PDRI tidak dilibatkan, melainkan dilakukan oleh Sukarno dan Moh. Hatta dengan menunjuk Moh.
Roem untuk mewakili Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda.
Belanda Kembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta
Perundingan antara pemerintah Belanda dan Republik Indonesia menyepakati untuk mengembalikan
pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Pada tanggal 13 Juli 1949 dalam sidang kabinet yang diadakan di Yogyakarta, demi persatuan bangsa dan agar tidak terjadi dualisme kepemimpinan Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan mandat kepada
presiden Republik Indonesia.
Dengan adanya pengembalian mandat ini maka berakhirlah pemerintahan PDRI yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
*
👉Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.