PAYAKUMBUH,KLIKPOSITIF – Ratusan pengunjung tampak menghadiri malam penutupan Payakumbuh Poetry Festival (PPF) di Agamjua Art and Culture Caffe, Jumat Malam, 6 Oktober 2023.
Pertunjukan Musik Sastra oleh Ananda Sukarlan seperti menjadi salah satu yang ditunggu-tunggu malam itu. Ini adalah konser musik pertama pianis dan komponis kenamaan Indonesia itu di Sumatera Barat.
Malam itu Ananda memainkan 7 nomor musik klasik bersama mahasiswa vokal klasik ISI Padang Panjang. Sonya Mavi Ola, Reza Reswati Tambunan, Ofa Yutri Kumala, dan Iftitahul Dzhulia Eishya.
Kecuali satu nomor yang berangkat dari puisi penyair Bali, nomor-nomor selebihnya ‘disalin’ Ananda dari puisi-puisi penyair berdarah Minang. Yaitu Heru Joni Putra, Riri Satria, Muhammad Subhan. Termasuk puisi Chairil Anwar yang juga berdarah Minang.
Saat jari-jari Ananda mulai memainkan tuts pianonya dengan iringan vokal klasik, suasana Agamjua seketika hening. Sebagian besar pengunjung yang terdiri dari masyarakata umum, tampak menikmati konser musik klasik yang jarang-jarang bisa disaksikan di kota kecil seperti Payakumbuh.
Pengunjung juga disuguhkan Puisi Visual karya S Metron Masdison berjudul ‘Segala Umpama ke Payakumbuh’ yang diangkatnya dari buku-buku puisi penyair Iyut Fitra yang banyak berkisah mengenai Payakumbuh. Vidio dengan durasi pendek, padat gerak, dan minim kata itu, juga tampak memancing rasa ingin tahu sebagian pengunjung.
Para pelajar juga ikut mengisi malam penutup dengan menampilkan musikalisi puisi dari beberapa penyair. Mereka merupakan grup dari SMA Raudathul Jannah Payakumbuh. Penampilan bakat-bakat muda ini juga mendapat perhatian dari pengunjung.
Sipaningkah X AGDG, tampil di penghujung kegiatan. Namun itu tidak mengurangi antusiasme pengunjung. Duet dua musikus ‘eksperimentalis’ tersebut berkolaborasi memainkan ‘musik aneh’ aneh penuh distorsi dan noise dengan elemen-elemen musik tradisional yang tampak masih asing bagi sebagain pengunjung. Namun penampilan mereka menjadi daya tarik sendiri.
Itulah Sound Poetry atau Musik Puisi. “Karya ini adalah percobaan kami menginterpretasi ulang 3 puisi menjadi suatu Sound Poetry, kata Aldo Ahmad Fitra yang memakai nama panggung Sipaningkah.
“Kami coba gabungkan nuansa musikal yang kami tangkap dari puisi-puisi Fariq Al Faruqi, Esha Tegar Putra, dan Gus TF Sakai, kemudian kami gabung dan jadikan Musik Puisi,” tambah AGDG yang punya nama asli Avan Garde Dewa Gugat.
Banjir Apresiasi
Penyair dari Filipina, Singapura, dan Thailand juga ikut tampil membacakan puisi-puisi mereka malam itu. Anne Tulay membacakan puisi ciptaannya dalam bahasa tagalog. Rossanee Nurfarida membacakan puisinya diiringi petikan gitar penyair Bali, Tan Lioe Le.
Sementara Ng Yi-Sheng dari Singapura membacakan puisi-puisi karyanya dengan gaya Slam Poetry yang energik dan ekspresif.
Selain ikut berpartisipasi membacakan puisi-puisinya, mereka juga menyampaikan apresiasi atas terlaksananya PPF 2023. Rossanee Nurfarida mengatakan merasa beruntung dilibatkan dalam festival puisi tahunan ini.
“Merasa beruntung bisa hadir di sini. Bertemu penyair dan seniman Indonesia dan dari kawasan Asia Tenggara lainnya yang punya perhatian sama dengan saya, yaitu Puisi Vidio atau Puisi Visual,” kata penyair perempuan asal Thailand tersebut saat diwawancara media.
“Festival ini juga menambah pengetahuan saya tentang kultur Indonesia, bagaimana Islam di Indonesia, dan seterusnya. Pengalaman ini penting bagi saya sebagai perempuan muslim di Thailand,” tambahnya.
Salman Aristo yang juga hadir di malam penutup, juga menyampaikan apresiasinya. Filmmaker itu merasa terhormat karena untuk pertamakalinya diundang untuk bicara di forumnya para sastrawan.
“Ini pertamakali saya diundang untuk bicara di forum sastra. Biasanya saya diundang di forum-forum film. Jadinya menarik sekali,” katanya.
Salman juga menilai PPF sebagai festival puisi yang mulai membicarakan puisi tidak sebatas sebagai kata-kata, tapi bagaimana puisi berhubungan dengan medium-medium dan bidang-bidang seni lainnya, termasuk dengan bidang yang digelutinya yaitu sinema.
“Untuk PPF tahun depan, kita sudah siapkan sejumlah program baru, mau pun program yang belum bisa dijalankan tahun ini.Salah satunya program residensi,” kata Roby Satria, Direktur PPF 2023 ketika ditanya soal kelanjutan PPF di tahun depan.
Sementara Iyut Fitra Kurator PPF 2023 yang juga salah satu penggagas festival puisi tahunan itu menjelaskan lebih jauh bahwa PPF sedari awal dirancang sebagai festival yang betul-betul menjadikan puisi sebagai lokus utama.
“Namun begitu,” kata Iyut, “di PPF kita terus coba menghadirkan puisi dalam kaitannya dengan bidang seni laindan perubahan jaman. Bagaimana puisi direspon oleh seni pertunjukan, oleh bunyi, oleh visual, bahkan mungkin oleh teknologi-teknologi terbaru di masa depan.”