KLIKPOSITIF – Build Change, atau dikenal juga dengan Yayasan Bangunan Cemerlang Indonesia (YBCI) merupakan lembaga nirlaba internasional yang bergerak di bidang bangunan aman gempa. Di samping terlibat langsung dalam kegiatan konstruksi berbagai jenis bangunan, seperti rumah hunian dan bangunan sekolah, Build Change juga memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk memahami konsep dasar bangunan aman gempa. Lembaga ini, terus berkomitmen meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, khususnya yang berdomisili di wilayah rawan gempa seperti Sumatera Barat (Sumbar), akan pentingnya penerapan prinsip bangunan aman gempa.
Salah satu program utama yang tengah dijalankan oleh YBCI semenjak Mei 2016 adalah program Bata Berkualitas Menguatkan (BBM), yang bertujuan meningkatkan mutu/kualitas bata yang diproduksi di wilayah Sumbar. Mengingat bahwa bata merupakan salah satu material yang paling umum digunakan di Indonesia, kegiatan produksi dan penggunaan bata berkualitas akan berkontribusi besar dalam peningkatan kekuatan bangunan secara umum. Program BBM ini meliputi beberapa kegiatan utama, diantaranya adalah pemberian penyuluhan kepada para pemilik kilang bata mengenai cara memproduksi bata yang berkualitas dan melakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bata yang diproduksi.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kekuatan bata, salah satunya adalah suhu kilang selama proses pembakaran. Untuk menghasilkan bata dengan kuat tekan minimal 5 Mega Pascal (MPa) yang sesuai dengan standar SNI, bata mentah harus dibakar sampai mencapai suhu 500โฐC – 700โฐC untuk rentang waktu tertetu. Bahan bakar yang biasa digunakan oleh pemilik kilang bata masih belum memungkinkan tercapainya suhu ini secara stabil, sehingga pada umumnya kekuatan bata yang dihasilkan masih jauh di bawah standar.
“Untuk memperoleh batu bata yang matang sempurna, suhu bata haruslah mencapai 500 – 700 derajat celcius. Biasanya, kalau menggunakan sabut kelapa atau kayu, diperlukan waktu antara 5 sampai dengan 7 hari untuk mencapai suhu ini. Menurut saya hal ini kurang efektif. Mengingat tingginya permintaan bata di pasaran, proses pembakaran diharapkan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat”, ujar Tim Leader Penelitian mengenai Bahan Bakar Alternatif, Laura Masmia Putri.
“Perencanaan penelitian bahan bakar alternatif ini memang telah ada dalam project proposal program BBM, dengan tujuan untuk melakukan pembaruan bahan bakar bata yang lebih efisien serta meningkatkan kualitas bata yang dihasilkan, serta menghemat waktu yang diperlukan untuk membakar bata”, kata wanita yang akrab disapa Mia ini.
Untuk produksi briket yang masih dilakukan secara manual ini, proses pembuatan dimulai dengan membakar tempurung kelapa dengan metoda tertentu, sehingga dihasilkan arang dengan kualitas baik. Arang kemudian dihancurkan sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Lem kanji, yang dibuat dengan campuran 30 persen tepung kanji dan 70 persen air, digunakan sebagai pengikat tempurung kelapa. Barulah kemudian briket dicetak menjadi bentuk dan ukuran yang diinginkan menggunakan alat yang dikembangkan secara manual dengan bantuan dongkrak hidrolik.
“Pembuatan briket ini berasal dari bahan baku tempurung kelapa. Proses pembuatannya pun cukup unik yakni hampir sama dengan pembuatan kue. Jadi tempurung kelapa dibakar dengan metode tertentu hingga menjadi arang. Lalu arang itu dihaluskan dan dicampurkan dengan tepung kanji yang ditambah dengan sedikit air hingga bisa dibentuk”, kata Mia.
Mia menjelaskan, hasil penelitian yang baru dilakukan selama lebih kurang dua bulan, mulai dari November 2017 dan beranggotakan 8 orang tersebut, telah memberikan hasil yang cukup memuaskan. Dari hasil laboratorium yang telah dilakukan, briket yang mereka kembangkan dapat menghasilkan panas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sabut kelapa dan kayu, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pembakaran bata mentah pun menjadi lebih singkat.
“Untuk tahap awal, kami telah membuat briket dalam skala kecil untuk pembakaran 3000 buah batu bata, yakni sebanyak 217 buah briket dengan berat total 500 kg. Dalam sehari kami bisa menyelesaikan lebih kurang 50 buah briket dan rencananya dalam waktu dekat kami akan membuat 1300kg briket lagi untuk pembakaran 40,000 buah bata” ungkap Mia pada KLIKPOSITIF.
Dampak pembakaran bata terhadap lingkungan juga ditinjau dalam penelitian ini. Peninjauan bahan bakar alternatif ini juga bertujuan mengurangi penggunaan kayu yang diperoleh dari hasil penebangan kayu liar yang terjadi pada hutan yang terdapat di sekitar kilang bata
“Yang kami coba hindari juga untuk proses pembakaran bata adalah penggunaan kayu dari hasil illegal logging. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian untuk mencoba mencari bahan bakar alternatif, namun tetap menghasilkan bata yang berkualitas,”. jelas Mia.
Ia mengharapkan, penelitian ini akan berdampak pada peningkatan kualitas bangunan seiring dengan meningkatnya produksi bata berkualitas. “Memang untuk hasil kuat tekan bata dari pembakaran dengan bahan bakar arang tempurung kelapa ini masih belum kita peroleh, namun saya positif hasilnya akan memuaskan” tutur Mia.(*)