Pemkab Limapuluh Kota Nyatakan Komitmen Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Bersama Masyarakat

KLIKPOSITIF — Beberapa waktu terakhir Sumatera Barat dihadapkan dengan bencana ekologis yang seakan tidak berhenti. Bencana demi bencana datang silih berganti di beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Bencana ekologis yang diperburuk dengan perubahan iklim menjadi ancaman bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidup kita. Peristiwa ini tentunya harus menjadi peringatan bagi kita semua untuk kembali melihat dan menata ulang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, khususnya kawasan hutan yang memiliki peranan dalam penanggulangan perubahan iklim.

Mendukung upaya tersebut, Pemkab Limapuluh Kota menjalin kerjasama dengan Komunitas Konservasi Warsi untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ini. Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk penandatanganan nota kesepahaman untuk memperkuat kolaborasi kedua pihak untuk pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan SDA berkelanjutan. Selama 5 tahun kedepannya meliputi perlindungan dengan pengelolaan SDA Program Kampung Iklim, pengembangan potensi nagari, pemberdayaan masyarakat nagari, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan bidang-bidang lainnya akan disepakati lebih lanjut oleh para pihak dalam perjanjian kerjasama.

“Salah satu instrumen untuk mencegah perubahan iklim itu dengan melakukan pengelolaan hutan lestari. Sebab pemicu perubahan iklim itu terjadi karena deforestasi dan kerusakan hutan yang berkontribusi tingginya emisi,” kata Adi Junedi Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi pada 6 Juni 2024 di Kantor Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota..

Sektor Kehutanan memiliki peranan penting dalam pengendalian dampak perubahan iklim. Di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki Kawasan hutan yang mencapai 172.552 hektar yang artinya 51 persen dari wilayah administrasi. Perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan hutan berkelanjutan sangat penting dilakukan untuk mengurangi pemanasan global. Oleh karena itu Kawasan hutan di Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dijadikan potensi daerah untuk pengendalian perubahan iklim.

“Saat ini inisiatif masyarakat dalam mengelola hutan telah didukung melalui 38 izin kelola Perhutanan Sosial yang tersebar di 37 Nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota,” kata Adi Junedi.

Melalui program perhutanan sosial, kawasan hutan dapat dikelola secara legal oleh masyarakat sehingga aktor yang terlibat dalam pengendalian perubahan iklim tidak hanya pada pemerintah namun juga dapat melibatkan masyarakat lewat aksi pengelolaan hutan berkelanjutan. Sementara itu, penanganan perubahan iklim telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten 2021-2026, salah satunya melalui pengembangan ekonomi hijau.

“Penanganan perubahan iklim sudah dilaksanakan tetapi belum tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih intensif dan kreatif untuk pencapaiannya,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota Herman Azmar.

Ia juga mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama melakukan upaya antisipasi terhadap perubahan iklim. Dalam kesempatan tersebut juga diluncurkan program Pohon Asuh di Nagari Simpang Kapuak, Kecamatan Mungka, Kabupaten Limapuluh Kota. Ditandai dengan diasuhnya pohon di Hutan Nagari Simpang Kapuak oleh Bupati Kabupaten Limapuluh Kota. Pohon Asuh merupakan program penggalangan dana publik untuk penjagaan tegakkan pohon di hutan. Di Simpang Kapuak telah dilakukan survei sebanyak 150 pohon, 25 diantaranya telah diasuh.

Masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota Kelola Hutan

Mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial menjadi penyemangat bagi masyarakat untuk mengelola hutan dengan lestari. Upaya tersebut berupa penguatan kelembagaan, pengelolaan hutan yang meliputi penataan areal, pemanfaatan hutan dalam bentuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), jasa lingkungan dan pemanfaatan kawasan melalui agroforestri, rehabilitasi hutan dan perlindungan serta pengamanan hutan, pengembangan usaha, monitoring dan evaluasi pengelolaan hutan.
Pohon Asuh di Nagari Simpang Kapuak merupakan salah satu contoh pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat untuk meraih manfaat ekonomi sekaligus juga penjagaan ekologi. Upaya lain yaitu pengkayaan tanaman secara agroforestri di Jorong Hulu Aia Nagari Harau, pembibitan dan budidaya durian lokal unggul di Nagari Halaban. Selain itu juga mengembangkan produk turunan dari daun gambir menjadi minuman serbuk daun gambir.

Inisiatif ini disampaikan perwakilan masyarakat dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPH) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) kepada pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota dalam kegiatan bertajuk dialog komunitas. Tidak hanya praktik baik, masyarakat juga menyampaikan kendala dalam pengelolaan hutan.

Menanggapi penyampaian masyarakat, dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota menyampaikan dukungan dan komitmennya untuk mendukung masyarakat di sekitar hutan. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja memberikan dukungan dan fasilitasi untuk pengurusan izin BPOM produk teh gambir. Sementara itu Dinas Tanaman Pangan memberikan dukungan bagi masyarakat pengelola hutan.

“Selama ini yang bisa dibantu oleh Dinas Perkebunan adalah kelompok tani, namun kini ada pembaharuan jika lembaga pengelola hutan pun dapat mengajukan dukungan pupuk kepada Dinas Perkebunan,” kata Witra Porserpwandi Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota

Di samping itu, masyarakat Nagari Ampalu untuk mengelola hutan saat ini terkendala belum adanya legalitas pengelolaan hutan. Masyarakat masih berupaya mendapatkan pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat untuk mengajukan legalitas hutan Adat.

“Sampai sekarang, masih belum mendapat titik terang yang jelas untuk mendapatkan pengakuan masyarakat hukum adat. Kami berharap, agar memaklumi bahwa niat baik ini merupakan satu hal yang positif untuk masyarakat dan kawasan hutan nagari Ampalu,” kata Datuak Rajo Pangulu ketua Adat Nagari Ampalu.

Diketahui di Nagari Ampalu lebih kurang 600 orang menggantungkan hidup di kawasan hutan nagari Ampalu. Meksi sudah mengelola lahan secara turun temurun, tetap menimbulkan rasa was-was bagi masyarakat ketika mengetahui lahan yang mereka kelola merupakan kawasan hutan.

“DLHPP bersama dengan KKI Warsi sudah melakukan proses dan harapannya di akhir tahun ini dimasukkan untuk dibahas. Mudah-mudahan dapat menjadi solusi untuk masyarakat nagari Ampalu,” kata Susy Herlinda Kabid Perencanaan, Pengkajian dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Perumahan Rakyat dan Permukiman.

Dengan pernyataan dan dukungan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota menjadi penyemangat dan kepastian bagi masyarakat Nagari Ampalu mendapatkan hak kelolanya. Sehingga masyarakat dapat mengelola lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dengan arif sesuai peraturan adat yang berlaku.

Exit mobile version