Pedagang Aur Kuning Bukittinggi Rindukan Keramaian Pasar

Kondisi Aur Kuning mulai sepi semenjak 2010 dan mencapai puncaknya tiga tahun terakhir hingga sekarang

Beginilah kondisi Blok C Pasar Aur Kuning Bukittinggi yang sepi, Selasa (01/11/2016)

Beginilah kondisi Blok C Pasar Aur Kuning Bukittinggi yang sepi, Selasa (01/11/2016) (KLIKPOSITIF/Hatta Rizal)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

BUKITTINGGI, KLIKPOSITIF — Para pedagang di Pasar Grosir Aur Kuning Bukittinggi mengeluhkan sepinya aktifitas perdagangan yang dari tahun ke tahun terus menurun. Semenjak tahun 2010 dan puncaknya tiga tahun terakhir hingga sekarang, kondisi sepi pembeli  mengakibatkan banyak pedagang terpaksa gulung tikar. Saat ini, mereka sangat merindukan suasana pasar era 90-an hingga tahun 2000-an yang sesak dan ramai pengunjung.

Pantauan KLIKPOSITIF di lapangan, terlihat para pedagang hanya termangu-mangu menunggu pembeli. Bahkan, ada beberapa pedagang yang terpaksa mengisi waktu kosong dengan bermain domino akibat sepinya aktifitas.

Idris (41) pedagang asal Padang Panjang yang sudah berdagang di Aur Kuning sejak tahun 1992, mengakui puncak kejayaan pasar grosir yang sering disebut sebagai Tanah Abang ke dua itu sudah lewat masanya.

“Hingga tahun 2000-an, pembeli masih ramai. Tak peduli bulan puasa, pembeli tetap berjubel. Lalu, keadaan terus menurun dan memburuk hingga tiga tahun terakhir,” kata pemilik toko Serambi di Blok C ketika didatangi KLIKPOSITIF, Selasa 1 November 2016.

Pedagang Jaket itu mengatakan, pembeli berkurang disebabkan lemahnya ekonomi di daerah-daerah yang menjadi asal pembeli.

“Dahulu, rasanya se-Sumatera orang belanja ke sini. Sekarang, sedikit yang tersisa,” kenang Idris.

Kondisi ini, kata Idris, akan berdampak lebih buruk bagi pihak yang mengontrak toko untuk berdagang, sebab harga sewa toko kian melambung dari tahun ke tahun.

“Saat ini, harga sewa toko pertahun lebih mahal dari harga beli toko sebelum tahun 2000-an. Contohnya di Tahap Satu. Saat itu rata-rata harganya berkisar Rp45 juta hingga Rp75 juta. Sekarang, sewa pertahun saja sudah lebih Rp100 jutaan,” imbuh Idris.

Pedagang lainnya, One (58) juga menyesalkan kondisi Pasar Aur Kuning yang kian sepi.

“Dalam tiga tahun terakhir, omset berkurang 50 persen,” keluh Pemilik Toko One Seprai di Belakang Pasar Aur Kuning.

Bahkan, kata One, hari Rabu atau Sabtu yang notabenenya jadi hari pecan (hari pasar), pembeli masih tetap sepi. Wanita asal Padang itu mengatakan tak ada bedanya hari pekan dengan hari biasanya.

“Saking sepinya, kami bisa main bola di lorong pasar,” seloroh pedagang yang sudah berdagang sejak tahun 1998 itu.

Senada dengan One, salah seorang pedagang di Los 432, Etti (63) juga mengatakan hal serupa. Kondisi sepi membuat para pedagang kelimpungan sebab tak ada pembeli.

“Berdagang sekarang membuat menangis. Dahulu, masih lumayan enak walau saya tak berdagang di took,” kenang pedagang baju anak-anak yang sudah berdagang sejak tahun 90-an itu.

Menurut Etti, banyak faktor yang menyebabkan Aur Kuning menjadi sepi. Salah satunya banyak pasar grosir yang menjadi pesaing Aur Kuning.

“Dahulu pembeli dari Riau masih belanja di sini. Sekarang mereka lebih dekat ke Pekanbaru, sebab di sana juga ada grosir. Begitupun yang dari Medan atau luar daerah lainnya,” lanjut Etti yang amat berharap Pasar Aur kembali ramai seperti awal tahun 2000-an.

Data dari Dinas Pengelolaan Pasar Bukittinggi menyebutkan jika Pasar Aur Kuning memiliki sebanyak 5.879 toko yang terdiri dari 869 toko grosir, 588 toko semi grosir, 40 kios dan 4.382 lapak bulanan.

[Hatta Rizal]

Exit mobile version